Rombongan seinendan beserta pemimpin mereka telah menginjakkan kaki di kota Batavia. Kota besar yang sering dibicarakan oleh warga warga desa, kota pusat pemerintahan pada era kolonial Belanda yang meninggalkan ratusan bangunan bergaya Eropa modern. Batavia juga menjadi pusat kota pendidikan, termasuk Dewi Adjeng Kinanti Brawijaya menuntut ilmu di School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) yang pada masa pendudukan Jepang sempat ditutup namun beberapa saat setelahnya, dibuka kembali dan diubah namanya menjadi ika daigaku.Siang itu kota Batavia begitu terik, ditambah dengan kepadatan lalu lalang khasnya membuat Batavia menjadi tak lagi sejuk. Polusi kendaraan dimana mana, namun dibalik kepadatannya, kota Batavia memiliki pesona tersendiri. Batavia terkenal dengan gadis gadis indo-belanda nya yang konon secantik mawar. Ini pula salah satu alasan Jepang memilih batavia menjadi pusat pemerintahan.
Begitu menginjakkan kaki disana, Dhanu Brawijaya disambut dengan sebuah bangunan asrama bertingkat. Dari luar asrama itu terlihat sederhana dan bersih, bangunannya yang kokoh berasitektur Belanda meyakinkan calon penghuninya bahwa asrama itu mampu melindungi mereka dari terik dan hujan.
Dhanu langsung menuju telepon umum milik asrama untuk menghubungi adiknya. Telepon di zaman itu masih menggunakan kabel dengan tombol nomor berbentuk bundar (rotary dial).
Dhanu menggeser tombol dial kecil untuk menghubungi nomor yang dituju, nomor pribadi milik asrama sang adik.
'tuutt...tuutt...tuuutt'
•
•
•-Asrama mahasiswi ika daigaku, 1943
Gadis muda berkulit coklat madu bergaun biru muda itu tengah membaca novel dan bermalas malasan seraya melepas lelah di ranjangnya. Kulitnya eksotis cerah, pancaran aura gadis ini berbeda dari gadis kebanyakan, begitu anggun dan manis.
Mata hitam legamnya memiliki tatapan teduh yang tak dimiliki orang lain, rambutnya tergelung asal, dengan anak rambut menjuntai menghiasi leher jenjangnya. Gadis itu sedang melepas lelah selepas acara penyambutan dosen baru lulusan universitas Leiden, Belanda. Ocehan sang sahabat membuatnya semakin pusing. Gadis muda itu terus terusan membicarakan gerombolan tentara Nippon yang sering ia lihat berpatroli.
"Kau tau Kinanti? Mereka sangat tampan! betapa putihnya kulit mereka dan kelihatannya selembut sutra." Ananda berceloteh riang kepada sahabatnya yang mulai terlihat jengah.
"Hei Mereka itu penjajah, yang membuat sengsara bangsamu!" balas Kinanti seraya mendelik tajam kepada Ananda.
"Oh ayolah Kinanti, buka matamu lebar lebar! Mana ada lelaki pribumi yang berkulit cerah seperti mereka, belum lagi mata mereka yang sipit namun setajam elang"
"Kauu yang buka matamu lebar lebar dasar gadis bodoh!" Ananda hendak membalas perkataan sahabatnya namun di urungkan karena mendengar deringan telepon yang tak biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐢𝐧 𝐖𝐨𝐫𝐥𝐝 𝐖𝐚𝐫 𝐥𝐥
Ficción históricaCERITA SEDANG HIATUS Indonesia, 1943 Berwajah datar, dengan hati sekeras baja adalah pesona Nakamura Yamada Hiro. Putra seorang petinggi Dai Nippon yang diutus memimpin pasukan ditanah bekas jajahan Belanda. Hidup keras bukan lagi hal asing baginya...