1.6

194 36 8
                                    

Jun mengacak rambutnya kesal. Sudah berjam-jam ia berkutat dengan palet dan kuas keluaran Kolinsky di tangannya. Pun dengan berbelas-belas kanvas yang berujung terbuang karena inspirasi nya hilang begitu saja. Buku sketsa miliknya tidak dapat ditemukan. Membuat Jun mengumpati hal itu berkali-kali.

Bahkan bila umpatan seseorang dapat membunuh, dapat dipastikan Jun sudah membunuh ratusan kali. Ia mengingat dengan pasti bahwa buku sketsanya berada di galeri. Apa ia memiliki gejala-gejala Alzheimer di usia muda? Sepertinya, sedikit tidak mungkin.

Di pamerannya kali ini, Jun memutuskan menggunakkan dua aliran. Pada awalnya, ia memang ingin menggunakkan satu jenis aliran saja. Namun, seorang temannya yang berprofesi sebagai apresiator dan merangkap sebagai seorang kurator menyarankan agar ia juga mencoba abstraksionis. Hingga jadilah, Jun menggunakkan aliran ekspresionis dan abstraksionis. Sebetulnya, Jun sudah mengerjakan lukisan bergaya abstraksionis ini sejak 2 tahun yang lalu.

Tidak ada yang istimewa dari lukisan abstrak. Itu bila dilihat dengan mata telanjang. Orang-orang yang awam dengan seni pasti akan bertanya-tanya, mengapa lukisan abstrak bisa bernilai jutaan dollar?

Sama halnya dengan lukisan yang sedang dikerjakan oleh Jun. Lukisan itu bernilai fantastis karena waktu yang terpakai dalam pembuatan. Keputusan yang diambil dan segala perasaan yang ditumpahkan diatas bidang datar. Itulah yang menentukan kualitasnya.

Percayalah, sebelum lukisan Jun berbentuk menjadi sebuah goresan oleh kuas yang terlihat abstrak. Dengan warna yang bercampur satu sama lain, lukisan itu dulunya adalah sebuah lukisan pemandangan. Pemandangan sore hari di kota Venice.

Dari waktu ke waktu, Jun benar-benar menumpahkan seluruh pikirannya pada lukisan itu. Menyederhanakannya dari yang pada awalnya sebuah pemandangan, menjadi goresan asal yang terdiri oleh berbagai warna diatas sebuah kanvas. Dan keputusannya untuk melakukan penyederhanaan merupakan salah satu keputusan tersulit yang pernah dilakukannya.

Jika aktor memimimpikan untuk mendapatkan sebuah penghargaan di Oscar, dan para penyanyi di Grammy. Maka, Jun mengincar titel 'Artist Of The Year'. Jangan salah, di dunia seni gelar macam itu juga ada.

Saat ini, Jun tengah menatap meja kerjanya frustasi. Sudah cukup banyak lukisan yang ia selesaikan. Hanya saja, buku sketsa miliknya yang tidak dapat ditemukan membuatnya resah. Disana terdapat berbagai aspirasi mengenai karya-karyanya yang akan datang. Dan sekarang? Buku itu justru tidak dapat ditemukan dimanapun.

Ditengah dirinya yang dilanda keputusasaan, ponselnya berbunyi. Membuat Jun mengacak rambutnya kesal. Ia sedang tidak ingin berbicara pada siapapun. Bahkan, bila itu Kyung Won sekalipun.

Dengan malas, Jun mengangkat panggilan tersebut. Terdengar suara seorang pria paruh baya di seberang sana.

"Hello, may I speak to Mr.Moon?"

Rupanya pria ini tidak tahu. "Yes, you're talking to him right now."

"Oh! Mr.Moon! It's me Damian, the man you hired to maintain your yacht."

"Ah, I see. What is it? Is there any problem with the yacht?"

"I think you left your notebook here. Do you want me to bring that for you?"

Jun tersentak. Ia buru-buru beranjak dari kursi kayu yang didudukinya. Merapalkan doa syukur dalam hati, berkali-kali. "No, it's fine! I'll send you a courier, make sure you keep it safe. Thank you so much, Damian!"

"No worries, sir."

Setelah berbasa-basi secukupnya, Jun memutuskan panggilan itu secara sepihak. Merasakan kelegaan dalam dirinya. Ternyata, Tuhan masih berbaik hati padanya. Takdir yang menyenangkan. Bayangkan apa jadinya, bila Jun memutuskan untuk mengabaikan panggilan itu?

encounter ; mjh ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang