20 Bagian dua puluh

263 6 0
                                    


Dengan menggunakan kuda, maka mereka berempat kemudian perlahan-lahan meninggalkan Kabuyutan menuju Kota Pakuwon Tugaran untuk melaporkan mengenai penangkapan para perampok kepada prajurit di Pakuwon Tugaran.

Setelah dari pagi sampai matahari sudah naik di atas kepala, sehingga kuda-kuda mereka terlihat kehausan, maka diputuskan mereka akan beristirahat sejenak sambil mereka berempat makan siang serta membiarkan kuda-kuda mereka untuk beristirahat dan minum.

"Mari Raden, silahkan dinikmati bekal yang telah dipersiapkan oleh Nyi Buyut" ujar Andung kepada Arya Wirayuda

"Sebenarnya aku paling risih kalau dipanggil Raden, jadi sebaiknya kalian memanggilku Arya atau Wirayuda saja" ujar Arya Wirayuda

"Wah kami tidak berani Raden, bisa kualat kami nanti" ujar Sancoko menimpali.

"Tidak bakal ada kualat kualat seperti itu, aku jamin, pokoknya mulai sekarang kalian tidak boleh memanggilku Raden" jawab Arya Wirayuda

"Baiklah, tapi kami tetap akan memangil Raden jika di depan umum, hanya jika sedang tidak banyak orang seperti ini kami mau memanggil nama saja, bagaimana jika seperti itu Arya?" jawab Sancoko

"Baiklah jika seperti itu, aku tidak bisa memaksa kalian" ujar Arya Wirayuda

Demikianlah mereka berempat menikmati bekal makanan sambil berbincang bincang . Arya Wirayuda kemudian banyak bercerita tentang kehidupannya di Padepokan kakeknya di lereng Gunung Pawitra. 

"Jadi sejak umur 10 tahun aku sudah dikirim oleh orangtuaku ke padepokan untuk ngangsu kawruh kepada Eyang, hanya sebulan dalam setahun aku pulang ke Pamotan untuk menengok kedua orangtuaku" ujar Arya Wirayuda

"Jadi, di padepokan itu bukan hanya mempelajari kanuragan saja ya Arya? " tanya Andung

"Tentu saja tidak, selama di padepokan itu banyak yang kami para cantrik pelajari, tentang cara bercocok tanam, tentang pengobatan, tentang ilmu bangunan, ilmu sastra dan lain-lain" ujar Arya Wirayuda

Paregreg, Senjakala WilwatiktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang