CHAPTER 6 (Pesan dari Rahma)

3.8K 243 9
                                    


"Kring..kring..kring"

Ponsel Papa berbunyi. Aku yang pada saat itu sedang berada di kamar, berjalan mendekat ke arah ponsel Papa yang ditarok di atas meja kerjanya. Awalnya aku sedikit ragu, mau mengangkatnya atau tidak. Sedangkan Papa sendiri sedang mandi di kamar mandi. Takutnya Papa marah besar kalau aku memegang hp nya. Aku memang tidak pernah memegang ponselnya. Seolah-olah ada banyak sekali rahasia disana. Tapi akhirnya, aku urungkan juga niatku dan kembali menyiapkan pakaian Papa yang mau dipakainya hari ini ke kantor.

Tapi, hp itu kembali berbunyi. Setelaah 5x ponsel itu berbunyi, dan Papa yang masih mandi masih saja belum menyadari kalau ponselnya berbunyi. Akhirnya, barulah aku berani mengangkat hp tersebut.

"Mungkin ada sesuatu yang urgent," pikirku sambil mengambil hp dari meja kerjanya.
kemudian, aku melihat nama orang yang menelponnya.

"Rahma? Siapa Rahma itu?" pikirku lagi.

Kemudian, aku menekan tombol yes nya. Dan kemudian mendengar suara seorang perempuan.

"Mas, kamu lagi dimana seh sekarang? Kok telepon aku dari tadi nggak diangkat-angkat? Cindy gawat, Mas. Dia demam tinggi dan sekarang kejang-kejang. Kamu menyusul aja kesini. Ke Rumah Sakit Medika," ujar suara perempuan yang terdengar di seberang sana.

Kemudian, setelah perempuan itu berbicara panjang lebar seperti orang tergesa-gesa di telepon, akupun mulai berani bertanya.

"Maaf, Ini siapa?" tanyaku lagi kepada suara yang ada diseberang sana.

"Tiit..tiit..tiit".

Tapi, ternyata telepon itu sudah dimatikannya terlebih dahulu tanpa memberikan kesempatan kepadaku untuk bertanya. Dan tiba-tiba saja perasaanku mulai tidak karuan. Berbagai macam pertanyaan berkecamuk di dalam hatiku. Dan aku masih saja memandangi ponsel itu sambil berpikir,

"Siapa Rahma itu? Apakah dia adalah perempuan sexy yang pernah aku lihat tempo hari yang lalu yang sedang bersama Papa di restoran Jepang itu? Terus, siapa Cindy itu? Apa hubungan Papa dengan semua ini?".

Semua pertanyaan itu berkecamuk di dalam pikiranku. Beberapa saat kemudian, Papa keluar dari kamar mandi sambil menyeka rambutnya dengan handuk yang dibawanya. Dan tiba-tiba saja Papa kaget melihatku yang berdiri mematung sambil memegang ponselnya.

"Kenapa Mama memegang hp Papa?" teriak Papa sambil sambil berjalan ke arahku dan merebut hp tersebut dari tanganku.

"Papa nggak suka yah semua privacy Papa diselidiki," ancamnya dengan nada tinggi seolah-olah dia memang sedang menyembunyikan sesuatu hal.

"Tadi Rahma telpon. Katanya, Cindy demam tinggi dan mau dibawa ke rumah sakit," jawabku agak gemetaran karena dihardik Papa.

Seketika itu Papa langsung memakai baju kemeja kerjanya, kemudian mengambil tasnya dan buru-buru pergi keluar rumah.

"Papa berangkat dulu," ujarnya tanpa melihat ke arahku sedikitpun yang masih saja bingung dengan tindakannya.

"Papa mau kemana?" teriakku sambil mengejarnya yang kelihatan terburu-buru ke arah garasi mobil.

Dan dari arah teras rumah aku lihat Papa sudah masuk kedalam mobilnya dan mulai menyalakan mesin mobil. Kemudian, aku beranikan diri untuk mendekati mobil Papa sambil mengetuk kaca jendela mobil dan bertanya,

"Papa, Rahma itu siapa? Kenapa Papa begitu ketakutan seperti ini?" tanyaku lagi sambil mengetuk kaca mobil Papa dan mulai menangis.

Tapi, papa tidak menjawabnya. Mobil itu mulai berjalan dan pergi meninggalkanku yang hanya bisa terdiam dan menangis melihat semua kejadian ini. Aku menangis sejadi-jadinya karena ditinggalkan oleh Papa.

Di Rumah Aja, Pa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang