03 - Tentang Keluarga

1K 131 3
                                    

Setelah menerima pesan dari opanya untuk datang ke rumah besar, Raira langsung bergegas pergi selesai mengisi acara ulang tahun salah satu stasiun TV swasta.

Hubungan Raira dan opanya memang membaik setelah Raira menerima pertunangan dengan Regan. Opanya bahkan sama sekali tak memberi penolakan keras saat Raira dan Regan memutuskan untuk tidak mengundang banyak orang dalam pertunangan mereka. Intinya, opa begitu menyukai Regan menjadi calon cucu menantu, sampai berhasil menurunkan ego yang selama bertahun-tahun ini membelenggu karena Raira memilih menggapai mimpi dalam bermusik dibanding meneruskan bisnis milik sang opa.

Namun jika dipikir-pikir lagi, Raira-lah yang paling beruntung dalam kondisi ini. Satu sisi, Raira diperkenalkan oleh sosok laki-laki luar biasa seperti Regan. Lalu hubungannya dengan sang opa pun semakin membaik. Ibaratnya, Raira berhasil mendapatkan dua keuntungan saat sekali tepukan usaha.

"Cucu Opa yang cantik!"

Raira pura-pura mendengus saat mendengar panggilan bernada riang, dari laki-laki tua yang sialnya begitu dikasihinya. "Halo, opaku yang udah tua tapi tetap aku sayang!"

"Dasar cucu kurang ajar!" Pramudra mencebik, tapi tetap tersenyum saat membalas pelukan sang cucu. "Kamu itu nggak akan pulang ke rumah opa kalau nggak diminta. Emang cucu durhaka kamu!"

Dalam pelukan itu, Raira semakin terkekeh karena berhasil membuat opanya menggerutu. "Jangan suka marah-marah, Opa. Nanti kalau opa kenapa-kenapa aku sedih banget."

Pramudra mengetuk pelan dahi Raira, yang langsung memberi ringisan manja. Tingkah yang selalu dirindukannya setelah Raira memilih hidup mandiri diluar jangkauannya. Beruntung pertunangan dengan Regan, pun hubungan yang baik dengan laki-laki itu berhasil membuatnya kembali memiliki kebersamaan dengan cucu tersayangnya ini. "Hari ini nginep, ya?"

"Ya, iya. Opa sengaja minta aku dateng di jam sebelas malem gini. Masa iya aku nggak nginep, kan? Ini udah malem banget, Opa."

"Iya, kalau kamu nggak mau nginep, nanti Opa bilangin ke Regan biar kamu diomelin."

Raira sontak mendelik. Opanya memang begitu menyayangi Regan, mungkin melebihi dirinya yang adalah cucu laki-laki berumur ini. "Mentang-mentang udah punya sekutu, sekarang Opa gitu. Apa-apa pasti bilang ke Regan," gerutunya, sebal.

"Karena Regan yang bisa bikin cucu Opa inget sama Opa," balas Pramudra, mengacak-acak rambut Raira dengan tangan tuanya. "Ya udah, kamu mandi dulu. Habis itu temui Opa di ruang tengah. Opa mau ngobrol-ngobrol. Belum ngantuk, kan?"

Dengan cepat, Raira pura-pura menguap. Sengaja, ingin membuat kesal sang opa. Dan berhasil, karena Opanya sudah melotot, bahkan berdecak keras karena tingkahnya. "Siap, aku mandi dulu ya, Opa," pamitnya, lalu mengecup pipi opanya dengan ringan.

Pramudra menunggu sekitar dua puluh menit sampai cucu kesayangannya itu turun dari kamar dan duduk di depannya dengan wajah yang sudah lebih segar sekalipun tanpa make up.

"Opa mau ngobrolin soal Pia, ya?" tanya Raira, setelah menyesap cokelat hangat di depannya.

"Enggak juga. Karena soal Pia udah beres. Igar menangani dengan sangat baik. Pia tinggal berangkat aja sesuai kemauan anak itu." Pramudra menyebut nama asisten kepercayaannya. "Opa lebih tertarik soal persiapan pernikahan kamu sama Regan."

Raira pura-pura mendengus. Namun bibirnya mengulas senyum geli.

"Jadi, gimana persiapan pernikahan kalian?"

"Belum mulai apa-apa, Opa," jawab Raira, lalu kembali menyesap cokelat hangatnya. "Masih ada lebih dari sepuluh bulan lagi sampai akhir tahun. Lagian, aku masih mau persiapan buat album soloku dulu. Regan juga masih sibuk sama hotelnya sebelum ambil alih Fæust Entertainment."

"Kalau kalian sama-sama sibuk gini, lebih baik kalian serahin semuanya ke Opa dan papanya Regan." Pramudra membalas cepat.

"Opaa," panggil Raira, mulai sedikit jengah dengan ketergesaan opanya jika sudah menyangkut hubungannya dengan Regan. "Kami pasti menikah. Opa tenang aja. Regan juga mau kami menikah tahun depan. Mungkin kalau nanti kami nggak sanggup handle persiapan ini berdua, kami pasti akan bilang ke Opa dan Om Ardha."

Pramudra menarik napas panjang. Menyandarkan punggungnya di punggung kursi. "Kalian itu udah tunangan lebih dari dua tahun. Tapi ngambil keputusan buat nikah, rasanya lama banget."

"Karena nikah itu nggak bisa sembarangan kan, Opa?" balas Raira. Ikut menyandarkan punggungnya, sambil membalas tatapan sang opa. "Regan juga baru melamar aku dua minggu lalu."

"Opa cuma mau yang terbaik buat kamu."

"Dan buat perusahaan kita juga. Iya, kan?" Raira menarik napas jengah. Tahu betul alasan opanya begitu ngotot menjodohkannya dengan Regan. Karena selain Regan adalah cucu sahabatnya yang telah meninggal, pun Om Ardhana yang sudah begitu dikenal opanya itu, Regan adalah sosok yang paling tepat untuk memimpin perusahaan TV swasta yang dibangun opanya sejak masih muda.

Pertanyaan retorik itu tak dibalas oleh Pramudra. Karena tahu bahwa tak ada bantahan yang bisa diberikannya. "Karena Opa tahu. Selain berpotensi sebagai penerus Opa, Regan juga bisa jadi suami terbaik buat kamu. Setidaknya, Opa bisa meninggal dengan tenang karena tahu kamu akan dijaga laki-laki yang tepat."

"Opa..," Raira selalu tak suka dengan pembahasan tentang hal ini. "Opa akan berumur panjang sampai aku punya anak-cucu-cicit. Oke?"

Pramudra justru terkekeh mendengar kalimat itu. "Opa harus jaga-jaga juga, kan?"

Balasan itu membuat Raira menegakkan tubuhnya. Lalu mengernyit tak suka saat melihat kakeknya begitu tenang membahas tentang kematian. "Opa lagi sakit?" tanyanya. "Kalau ada yang sakit, Opa harus bilang sama aku. Aku nggak suka ya, kalau Opa sakit tapi aku nggak tahu sama sekali."

Senyum Pramudra mengembang. Sudah lama tak mendengar omelan dan gerutuan dari cucu kesayangannya ini. Membuatnya teringat akan menantu yang selalu membuatnya tertawa dengan segala perhatian yang diberikan perempuan itu. Sayangnya, waktu yang dimilikinya bersama anak dan menantunya tak begitu banyak, saat kedua orang yang sangat disayanginya itu harus pergi selamanya di saat Raira bahkan baru berusia enam tahun. "Udah berapa lama ya, kamu nggak ngomelin Opa kayak gini?"

Nada suara opanya yang berubah sedikit sendu itu, membuat Raira termangu sesaat. Lalu dengan gerakan perlahan, Raira berjalan dan duduk di sebelah opanya. "Maafin aku ya, Opa..," ucapnya. Lalu memeluk opanya dengan sayang.

Jika dipikir-pikir, sejak Raira memutuskan untuk menggapai mimpinya tanpa memikirkan perasaan sang opa, dirinya memang sedikit egois. Hanya karena tak ingin meneruskan perusahaan opanya, Raira memilih untuk mengabaikan perasaan sang opa.

"Hah! Udah lewat dari lima tahun, tapi kamu baru minta maaf sekarang." Pramudra pura-pura mengeluh, tapi tetap membalas pelukan cucunya.

"Aku sayang banget sama Opa. Tapi Opa tahu kan, dari kecil pengin jadi penyanyi kayak mama."

Pramudra menarik napas panjang saat entah untuk yang kesekian kalinya mendengar kalimat mimpi yang diutarakan sang cucu. Jika saja Kean—putranya, masih hidup, Pramudra yakin kalau Kean pasti akan menyetujui mimpi Raira. Hanya saja, sejak Kean dan menantunya meninggal dalam kecelakaan, Pramudra tak memiliki pilihan lain selain mendidik Raira untuk menjadi penerusnya. Sayangnya, cucunya itu menolak dan membantahnya saat memilih keluar dari rumahnya untuk menggapai mimpi menjadi seorang penyanyi.

"Opa sayang sama Raira."

Raira mengangguk. Matanya terasa memanas. Karena sekalipun sempat berselisih dengan opanya, Raira tak menampik kalau hatinya sangat menyayangi laki-laki tua yang sudah mengurusnya sejak kematian kedua orangtuanya belasan tahun lalu. "Kalau Opa sayang aku, Opa harus sehat terus. Sampai aku nikah, punya anak, dan bahagia. Opa harus terus ada buat aku."

Perlahan, Pramudra menepuk-nepuk punggung cucunya dengan pelan. Mengaminkan kalimat Raira dalam hati, dan memohonkan hal yang sama pada Tuhan. Karena Pramudra hanya ingin melihat Raira bahagia. Termasuk memilih laki-laki yang tepat untuk menjadi pendamping cucunya itu. Sebab, hanya Raira satu-satunya keluarga yang tersisa dalam hidupnya. Pramudra hanya ingin Raira bahagia, tanpa perlu ketakutan memikirkan siapa yang akan meneruskan perusahaannya, saat Tuhan memanggilnya nanti.

=•=

salam,
yenny marissa

19 November 2020

Here Waiting [Completed] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang