Chandra masuk ke kamar mandi dengan hati yang berkecamuk. Tumpukan pikiran pekerjaan, kebohongan menghamili, rencana untuk menghamili dan sikap Prita yang moody membuatnya tertekan. Entah kenapa bayangannya tentang pernikahan, memiliki keluarga seperti keluarganya sirna dan menguap begitu saja. Belum ada satu purnama berganti, tetapi pernikahannya sudah diwarnai banyak pertengkaran.
Chandra hanya bisa menghela napasnya berulang. Jemari tangan kanannya sibuk mengurai seragam khaki sementara tangan kirinya memijat tengkuk yang terasa penat. Rasa menyesal menyusup dalam dirinya saat ia menghardik Prita. Baru sekali itu ia memberikan ujaran keras pada gadis keras kepala, semau sendiri dan egois itu.
Beberapa menit lalu, rasa cinta itu berubah menjadi sesuatu yang memuakkan. Cinta yang dulu membuat hatinya berdebar kini menjadi sesuatu yang menghimpit dadanya.
Ya Tuhan, jangan sampai aku mengingkari janji pernikahanku. Dimana cinta itu? Kenapa setelah menikah aku merasa tertekan?
Chandra masih berdiri di balik pintu yang tertutup itu. Dinyalakannya kran air untuk memenuhi bak mandi yang berkeramik biru muda. Suara gerojokan airnya menemani pikiran Chandra yang kusut.
Cinta? Kamu mencintai Prita, 'kan? Pasti! Kamu sangat mencintai segala hal tentangnya ... kecantikannya, senyumnya. Ya Tuhan, tapi aku tidak bisa menerima keegoisannya! Baru kali ini aku marah! Batin Chandra bergemuruh.
"Kalau Papa sedikit-sedikit marah, bisa bubar rumah tangga Papa ...." Tiba-tiba ingatannya kembali pada peristiwa makan pagi beberapa hari yang lalu, saat Papanya berkomentar tentang masakan Prita.
"Chandra, kendalikan dirimu! Kamu bukan lelaki beringas yang menindas istri!"
Buru-buru Chandra melepas semua bajunya. Ia segera meraih gayung dan bergegas mengguyur badan untuk mendinginkan kepala dan hatinya yang panas. Air yang dingin itu menyegarkan tubuh Chandra dan melunturkan kotoran dan debu yang melekat.
Chandra membalut tubuh bawahnya dengan handuk dan keluar dari kamar mandi dengan membawa baju kotornya. Dilemparnya begitu saja baju itu ke keranjang cucian. Lelaki itu melenggang menuju ke dalam kamar dengan rambut yang helaiannya masih meneteskan bulir bening.
Saat pintu kamar terbuka, didapatinya Prita terbaring bergelung di atas ranjang. Air mata yang membasahi pipi seputih porselen itu membiaskan kilatan akibat diterpa cahaya lampu kamar. Lagi ... Chandra mendesah panjang saat mengamati Prita yang baru seminggu menjadi istrinya itu juga sama tampak tertekan seperti dirinya.
Chandra mendekati Prita. Dia naik ke atas ranjang, bertumpu pada lututnya. Dengan satu tarikan napas, Chandra membopong Prita untuk memosisikan tubuh gadis itu di atas bantal. Saat Chandra memperbaiki kepala Prita, kelopak gadis yang sempat terlelap itu terbuka. Netranya langsung disuguhi dada telanjang Chandra dan ....
"Kyyyaaa ...." Prita menjerit menutup matanya dengan kedua telapak tangannya saat ia melihat adik kecil Chandra terkuak karena handuknya terlepas saat tertarik di bawah lutut yang menumpu di kasur.
"Kenapa, Ta? Ini aku ...."
"Hih ... Mas Chandra jorok! Tutup dulu napa?" Prita menunjuk ke arah bawah perut Chandra. Lelaki itu mengurut arah telunjuk lentik Prita dan tersenyum simpul saat menyadari handuknya sudah jatuh.
"Sekalian yuk, Ta!" ajak Chandra.
"Sekalian apaan?" tanya Prita.
"Unboxingnya." Chandra menutup kembali bagian bawah tubuhnya dengan membetulkan handuknya.
"Hih ... Mas Chandra, ya! Ga tahu apa aku marah!" Prita membuka tangkupan tangannya.
"Ta, jangan marah-marah yuk. Kita yang happy-happy aja gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled (Completed)
RomanceChandra Pradipta, pemuda selengekan yang enggan berkomitmen. Di usianya ke 28 tahun, Prita kekasihnya meminta agar Chandra segera menikahinya. Namun, adik Chandra - Cinde, yang enam bulan lagi menikah membuat Chandra tidak bisa langsung menyetujui n...