1 - Protes Pertama

1.2K 194 197
                                    

Tok tok tok

Suara ketukan pintu terdengar heboh hingga membuat laki-laki itu terbangun dari tidurnya. Walau sekarang masih pukul delapan malam, namun ia sudah nyaman berbaring di ranjangnya sejak siang. Bukannya pemalas, dirinya hanya sedang tidak enak badan akibat begadang untuk mengolah nilai akhir mahasiswanya sebanyak empat kelas.

Tok tok tok

Tok tok tok

Ketukan pintu terdengar semakin ribut.

"Doy! Buka, woy!"

Suara nyaring itu bahkan terdengar jelas dari lantai dua. Sedikit cempereng dan bernada penuh emosi. Sepertinya ada seseorang yang sedang marah-marah di luar sana. Yang pasti, sepertinya orang itu akan marah-marah pada Doyoung jika ia muncul di hadapannya.

Doyoung tidak mau ambil pusing. Karena dirinya sudah pusing sejak kemarin. Alih-alih bangkit dan menemui orang itu, Doyoung justru mengambil ponsel di nakasnya dan mencari sebuah nama. Lalu menekan tombol panggilan di sana.

Ketukan pintu terhenti, sang pelaku merasakan ponsel yang ada di tangan kirinya bergetar.

"Woy, anjir. Buka pintunya!" ucapnya tepat di lubang mic ponselnya. Ia berucap dengan menggebu.

"Ngapain malam-malam gedor pintu rumah orang? Gue pusing."

Ia hanya mendengus mendengar balasan di seberang sana dan beralih menggedor pintu alih-alih pergi dari situ.

"Gue nggak bakal pergi sebelum lo bukain pintu!"

Lagi-lagi menggedor, sampai seorang tetangga muncul menegurnya. "Mbak Bina ngapain gedor-gedor pintu rumah Mas Doyoung?"

Bina menoleh, ia langsung kikuk ditanya seperti itu oleh tetangganya.

"Doyoung nyulik kucing saya, Pakdhe," ucap Bina asal. Tetangga itu menggeleng tidak percaya dengan tingkah konyol mereka.

"Jangan keras-keras, Mbak. Cucu saya lagi belajar ngaji."

"Maaf, Pakdhe."

Belum. Telepon belum terputus. Doyoung masih bisa mendengar perkataan Bina melalui sambungan telepon. Bahkan samar-samar perkataan Bina dapat di dengar olehnya. Ketahuan 'kan, seberapa kerasnya Bina berkata, seperti berteriak.

Bina masih berdiri di depan pintu rumah Doyoung. Ia tidak bisa lagi menggedor-gedor pintu rumahnya karena nanti pasti Pakdhe Suman akan menegurnya lagi. Kali ini ia hanya bisa mendengus dengan sumpah serapah yang ia tujukan pada Doyoung.

Tidak lama pintu akhirnya terbuka. Doyoung dengan tampilan yang sama sekali tidak rapih itu menyapa Bina dengan senyum mengembangnya. "Hai, Bin."

"Berantakan banget, lo." Bina menelusuri penampilan Doyoung dari ujung kaki hingga ujung rambut. Ia mengrenyit ngeri melihat penampilan laki-laki itu. "Udah kayak mayat hidup."

"Masuk dulu." Doyoung mempersilakan masuk. Ia membuka pintu lebih lebar.

"Ogah." Bina berdecih. "Nggak usah pake masuk segala. Gue cuma mau protes. Kenapa gue bisa dapet D, ha?" Perempuan itu berkata sedemikian kasar tepat di depan Doyoung.

"Maksud lo apaan?" tanya Doyoung santai, seolah-olah tidak tahu apa-apa. Padahal dirinya sangat paham apa yang dimaksud Bina.

"Nggak usah sok bego, anjir. SMP-SMA lo itu akselerasi. Nggak bakat lo sok bego begitu."

"Ya gue mana paham kalo lo ngomongnya sambil marah-marah?" Kini Doyoung balik berucap dengan ketus.

"Ck. Nilai AKM 3 gue kenapa D, sedangkan temen-temen yang lain lulus semua!"

Dosen Young | Doyoung✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang