Sorak-sorai di lapangan terdengar membahana, memekakkan gendang telinga. Para suporter tiada hentinya bernyanyi yel-yel sebagai bentuk dukungan penuh pada tim sekolah masing-masing.
Kemeriahan semakin merajalela kala drum dan kelengkapan alat musik ditabuh liar oleh beberapa murid, demi mengiringi gerakan pemain yang bertanding di area tengah. Kerumunan anak-anak sekolah memadati tribun, sampai semua tempat terlihat penuh. Tanpa menyisahkan bangku kosong. Pekan olahraga selalu ditunggu bagi kalangan siswa-siswi.
Di samping Jasmine ada seorang siswi berkaus putih, plus rok mini selutut tengah berteriak kencang. Saking antusiasnya, suara cewek itu serak. Kendatipun begitu, dia terus berkoar menyerukan satu nama.
"Geren! Go ... Go, semangat! Gue sumpahin kita jadian!" pekiknya keras dengan dua tangan membentuk huruf 'O' di bibirnya. Setelah itu, Misel terbahak sendiri bersama dua siswi lain.
"Cewek, gila," desis Jasmine menaikkan sebelah alis mata. "Zin, lo denger barusan. Amit-amit kalo lo bakal punya kakak ipar kaya dia."
Zinni hanya mesem saja. Kelakuan Misel sungguh menarik Jasmine untuk mencibir gadis menel itu.
"Gue suka heran deh sama orang kaya gitu."
"Kenapa?" tanya Zinni tetap menyorot ke area lapangan, memerhatikan Geren yang tengah menggiring bola.
"Orang bisa gila mendadak, buta tuh bocah karna suka someone."
"Gue juga."
Makki ikut menyela setelah menyimak dari tadi. Namun, buru-buru meralat omongannya sendiri, "ehm, kenapa liatin gue segitunya?"
"Wooho, temen kita baru puber guys," sindir Ziko seraya melingkarkan lengan ke leher Makki. "Zin, kode ini bah. Apa perlu gue ajarin gimana cara jadi laki?"
"Apaan sih lo. Lepasin woi." Makki mendengkus sebal karena keceplosan tanpa sadar. Hingga membuat teman-temannya menoleh bersamaan.
"Sikat, Makki."
"Berisik. Mending lo pergi aja sono, Zik. Eh itu cewek lanang bukan?"
"Mana, mana!? Man?" tanya Ziko menyapu ke arah yang ditunjuk Makki. "Sorry, bro. Gue kudu ke sana dulu. Nyapa my Yura."
"Bodo amat. Pergi yang jauh," suruh Makki pada Ziko yang lebih dulu melesat ke deretan tribun depan. Cowok itu benar-benar lupa tempat.
"Gue dukung, gimana Zin?" Jasmine ikut mengompori obrolan yang sebenarnya tak bisa Zinni dengar karena suasana riuh.
"Apa, Jas? Nggak denger ...."
Dari tadi ia membagi fokus ke arah jalannya perlombaan dengan kegaduhan teman-temannya. Biarpun, Zinni tak menangkap pembicaraan mereka. Ia terus menebar senyuman, terutama pada Makki yang bersikap kikuk juga salah tingkah di sampingnya.
"Gol! Yes! Bunga Bangsa, jos!" teriak Misel yang menyentak kegirangan. "Sialan. Woi, Sandi kiwil guys yang ngegolin."
"Boleh juga tuh, anak," gumam Makki menyunggingkan senyum. Begitupun, dengan Jasmine yang malah terkekeh keheranan menyaksikan temannya yang ternyata lumayan jago bermain futsal.
Zinni diam sesaat. Menarik napas dalam, dan mengembuskan perlahan. Ia ingin ikut bersorak, meski suaranya kalah saing, Zinni setengah ragu menyebut nama dengan lirih.
"Semangat, Kakak."
"Geren!" teriak Makki dan mengejutkan Zinni, sampai bola matanya melebar, "bego! Lo harus cetak gol, jangan mau kalah."
Di bawah sana, intuisi Geren aktif seolah mampu mendengar hardikan Makki. Dari kejauhan sambil berlari mengejar bola, diangkatnya tangan kiri, melipat jemari dan menyisakan jari tengah.
"Liat, Zin. Abangmu."
"Makki," ucap Zinni menatap Makki dengan alis bertaut.
"Jangan khawatir, dia bakal berubah perlahan," tuturnya seraya menepuk ujung kepala. Kini Zinni terlihat seperti anak kucing, tak bergeming.
Tuhan begitu baik, memberi sesuatu di luar ekspektasi. Sekalipun, ia sering mendapat kesulitan selama ini. Nyatanya, dibalik itu semua terselip bagian terindah dari kepingan luka yang pernah ia terima. Tidak ada kesakitan yang akan berlangsung seumur hidup. Semua akan berbalik dan berakhir pada kebahagiaan dalam waktu yang tak pernah terprediksi.
MiHizky💕
2 Juni 2020Perlukah ada sequel dari cerita ini?
Boleh komen di sini. Kepikiran sih pengen buat cerita ZikoxYura atau SandixJasmine, atau GerenxMisel? :vSalam semangka🍉
KAMU SEDANG MEMBACA
ZINNIA ✔
Fiksi RemajaSelama nyaris 17 tahun hidupnya Zinni merasa diabaikan oleh Geren--kakaknya yang punya julukan Bon cabe. Sumpah pedes banget kalau lagi sewot. Bikin Zinni jantungan tiap waktu. Tapi namanya saudara, Zinni nggak bisa benci sama Geren. Meski sering di...