Part 11 [Bodo Amat]

311 79 10
                                    

Sooyoung menghela napas berat saat ia selesai menceritakan kejadian kemarin lusa. Sedangkan Dinda hanya menatap kesal ke arah Taehyung yang sedang asik bersama teman-temannya. Tidak dapat dipungkiri, ia juga dibuat kesal saat membayangkan ia berada pada posisi Sooyoung. Entah kenapa, Dinda juga tidak terlalu suka dengan Taehyung. Namun, yang pasti, tidak separah Sooyoung. Setiap ada kesempatan, ia selalu membicarakan Tasha dan Taehyung bersama Sooyoung. Entah itu, perkembangan hubungan keduanya, alasan Tasha menjauhi mereka, dan masih banyak lagi.

"Din, gue harus gimana?" tanyanya sudah tentu dengan wajah frustasi miliknya. Lantas ia menyenderkan tubuhnya pada bangku miliknya, kemudian melanjutkan, "Bantuin gue ya, Din. Gue bener-bener nggak ngerti. Sedangkan lo tau sendiri si datar kayak apa. Kayak kampret tau nggak!" ucapan Sooyoung dibalas delikan mata oleh Dinda. Lantas ia berseru, "Gue nggak ngerti."

Setelah mendengar jawaban sahabatnya itu, saat jam pelajaran Bu Rena, ia segera mengadu kepada guru berisi tersebut. Mengeluarkan keluh kesahnya tentang Taehyung. Sooyoung menarik nafas sebentar, lantas menoleh ke belakang—lelaki itu terlihat biasa saja, seperti tidak memiliki beban apapun. Berbanding terbalik dengan dirinya.

Kemudian, ia memfokuskan atensinya sepenuhnya pada guru perempuan di depannya ini. Melanjutkan sesi melapornya. Namun, ternyata jawaban guru di depannya ini benar-benar tidak pernah terpikirkan oleh Sooyung.

"Yang sabar ya, nak. Semua kelompok juga gitu. Ibu sengaja mempasangkan yang belum paham sama yang sudah paham. Biar sama-sama paham." jawabnya disertai dengan senyum hangatnya. Guru satu ini, memang terkenal galak. Namun, ia juga memiliki sisi sabarnya sendiri. Tinggal bagaimana murid yang dihadapinya.

Sedangkan Sooyoung, dibuat mati kutu di tempat. Ingin rasanya Sooyoung mengajukan protes, memberitahu guru di depannya ini, bahwa ia juga sama seperti Taehyung—tidak paham. Namun, ia mengurungkan niatnya, saat mengingat satu hal. Guru di depannya ini, tidak akan mengubah keputusan yang ia buat. Maka, senyum dipaksakan adalah satu-satunya jalan. Tidak peduli meskipun hatinya menggebu-nggebu. Senyumnya tetap terbit meskipun tidak setulus biasanya.

Kekesalannya pun bertambah saat ia bersitatap dengan lelaki itu. Lelaki tersebut menatapnya seperti biasa—tanpa ekspresi. Ia pun segera mendudukkan diri pada bangkunya. Dinda, yang berada tepat di depannya hanya meringis pelan seraya menatap sahabatnya.

🐙🐙🐙

Sooyoung menatap ponselnya—yang hanya menampilkan wallpaper ponselnya. Kemudian ia melemparnya di samping tubuhnya. Setelah itu, ia membalikkan posisinya menjadi tengkurap. Berguling kesana kemari sampai akhirnya ia pun berteriak, "Aaargh!"

Seberapapun usahanya untuk melupakan tugas sialan itu, ia tidak akan bisa. tugasnya harus dikumpulkan besok lusa. Sedangkan, ia hanya mengerjakan lima soal dari dua puluh lima soal. Memikirkan itu sungguh membuat Sooyoung frustasi. Ia ingin berteriak—meluapkan amarahnya. Ia ingin membagi kekesalannya pada orang-orang yang ada di sekitarnya. Namun setelah dipikir pikir, dirinya akan terlihat gila apabila melakukan hal tersebut. Hanya satu nama yang terlintas dipikirannya. Yaitu Taehyung.

Ia pun menghela nafas pelan, sebelum akhirnya turun dari ranjang, menuju meja belajarnya. Memaksakan mengerjakan soal sebisa mungkin dengan otak yang dipaksakan. Saat pandangannya sudah memburam karena mengantuk, ia pun berjengkit saat terdengar suara pintu kamarnya terbuka.

"Tumben rajin, lo?"

Sooyoung menoleh sebentar, lantas berseru, "Bantuin dong, kak. Tugasnya dikumpulin lusa, nih." sedangkan sang kakak hanya mengendikkan bahunya, kemudian menjatuhkan tubuhnya ke ranjang sang adik.

"Tau nggak sih, kak. Gue itu dipasangin sama si datar buat ngerjain tugas ini. Terus dia kayak bodo amat gitu, tau." Sooyoung terus menceritakan semuanya, meskipun ia tahu bahwa kakaknya tidak akan merespon. Ia tidak peduli dengan itu. Yang di pedulikannya saat ini, hanyalah mengeluarkan semua yang ada di pikirannya. Namun, ternyata tanggapan kakaknya lain dari apa yang dipikirkannya. Terbukti dari pertanyaan kecil yang keluar dari birai ranum tersebut.

"Si datar?" kedua alisnya menukik tajam, tanda ia sedang berpikir.

Sooyoung mengangguk sambil menunjuk dinding kirinya dengan dagunya. Yoora pun yang mengerti, lantas mengangguk sambil berkata, "Oh, Taehyung."

Sooyoung pun, kembali pada posisi awalnya tadi. Sambil mengapit kembali penanya, ia melanjutkan, "Mana soalnya beda-beda lagi. Yang lain juga ditanyain caranya, pada bilang nggak ngerti semua. Ihh! Kenapa sih, yang namanya matematika selalu ngeselin!" Sooyoung menatap kertasnya seraya menerawang kejadian tadi siang di sekolah.

"Sorry sorry aja, nih. Gue nggak pernah ngerti sama yang namanya matematika." Ujar Yoora setelah menghidupkan ponselnya. Setelah sekian detik, ia mengalihkan atensinya dari ponsel dalam genggamannya ke arah adiknya. Memutar torsonya sebentar lantas kembali menyahut, "Kalo menurut gue, mending lo samperin dia, deh. Paksa biar mau ngerjain. Setidaknya lo nggak mikir sendirian."

"Tapi kak, dia itu nyebelin banget." Sooyoung berdiri dari duduknya, kemudian berjalan ke arah lawan bicaranya seraya memegangi kedua pipinya—menunjukkan betapa menyebalkannya Taehyung."

Sang kakak pun yang memang sudah jengah, akhirnya mendudukkan tubuhnya. Lantas berdiri dan berjalan—berniat akan keluar dari kamar adiknya. Namun sebelum itu, ia sempat mengucapkan beberapa kata, "Mending dia nyebein atau lo mikir sendiri."

Dan rupanya, kalimat tersebut masih terngiang-ngiang di dalam kepala Sooyoung. Bahkan sampai kini—ia berada di depan pintu balkon kamar Taehyung. Ya, ia tahu bahwa ini terbilang kurang atau bahkan tidak sopan. Namun, ia tidak mau mengulur-ulur waktu, dengan dirinya yang datang dari pintu utama.

Maka, dengan keberanian yang ada, ia mengetukkan kepalan tangannya, pada pintu kaca di depannya. Kerap kali ia menghela nafas guna menetralkan detak jantungnya yang melebihi kata normal. Dalam hati, ia terus melafalkan beberapa kalimat penenangnya—Sooyoung berani—Sooyoung bisa ngomong di depan si datar—Sooyoung nggak boleh gugup di depan si datar.

Cklek

Sooyoung memejamkan matanya sebentar seraya menghela nafas pelan sebelum mendongak melihat seseorang yang lebih tinggi darinya.

'Sooyoung bisa!! Go go go Sooyoung!!!' begitulah kalimat kalimat yang ia teriakkan di dalam batinnya.

Sooyoung meringis pelan saat melihat Taehyung yang sedari tadi hanya menatapnya seperti biasanya—datar sambil mengangkat sebelah alisnya. Sooyoung pikir, setelah satu menit berlalu dan tidak ada yang membuka percakapan terlebih dahulu, lelaki di depannya ini sedikit memiliki kesadaran untuk membuka percakapan—sebagai pemilik rumah tentunya.

"Ekhm!" Sooyoung berdehem untuk memberitahu lelaki dalam balutan kaos hitam di depannya ini, bahwa sekarang di depannya ini ada Sooyoung. Namun, yang diterima Sooyoung lain dari perkiraannya. Lelaki di depannya ini justru semakin menaikkan alis tebalnya tersebut.

'Nggak peka banget sih, njir!' runtuk Sooyoung dalam hati.

Jika sudah seperti ini, Sooyoung pun bingung harus melakukan apa. Bagaimana tidak? Sang pemilik rumah hanya diam saja melihat kedatangannya. Maka, ia tersenyum lebar saat mengetahui apa yang harus ia lakukan saat ini. Ia pun, menurunkan tas ranselnya. Kemudian membuka dan mengeluarkan beberapa lembar kertas dari sana lamtas menyodorkannya ke depan Taehyung.

Taehyung pun yang memang benar-benar bingung dengan apa yang sedang gadis di depannya ini lakukan. Maka, ia menurunkan alisnya, lantas berganti mengangkat sebelahnya, setelah menatap kertas-kertas itu.

'Gue cukur lama-lama alis lo, anjir!' sedangkan Sooyoung sudah benar-benar mendidih sekarang. Dalam hati ia terus berguman, 'Lo aj, masih de depan pintu, Soo. Masa udah nyerah! Ayo, dong! Demi tugas matematika sialan ini.'

"Kerjain," ucap Sooyoung seraya tersenyum guna menetralkan amarahnya, yang secara perlahan mulai memuncak.

"Hah?" Taehyung menatap Sooyoung dengan tatapan bertanya.

Sedangkan, Sooyoung memberikan paksa beberapa lembar kertas yang ada di genggamannya. Lantas berujar dengan penuh penekanan. Tidak lepas pula dari tatapan tajamnya.

"Bodo, anjing!" setelah mengumpat demikian, ia kembali ke kamarnya, lalu membanting pintu dengan keras, bermaksud Taehyung dapat mendengarnya.

—TBC—

Haii haii~
Jaga kesehatan semua
Love you💚💜

1 Juni 2020~

Certainly ☆☞ VjoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang