❌Sisi lain Hiro ❌

328 69 9
                                    

Kinanti telah sampai di asrama, gadis muda itu langsung menghempaskan bokong sintalnya ke ranjang susun. Kinanti mendesah berat, dirinya sadar betul benih cinta mulai tumbuh di hatinya. Lelaki Jepang itu... lelaki yang berhasil memporak porandakan perasaannya kini telah bersemayam di hatinya.

serius?? aku jatuh hati kepadanya hanya karena gombalan murahan nya?

Namun Kinanti akan tetap mempertahankan sikap cueknya seolah tak suka, bahkan jika bisa ia ingin mengeyahkan benih cinta itu sebelum tumbuh semakin subur. Bagaimana bisa gadis bangsawan sepertinya jatuh hati kepada penjajah? Apa kata romonya? Apa reaksi mas Dhanu? Kinanti memijit pelipisnya yang semakin pening.

"Huhhh letnan Yamada, kau curang! dengan mudahnya kau telah berhasil membuatku jatuh cinta!" Tukas Kinanti kepada diri sendiri.

"Kau bilang apa Kinanti???"

Suara cempreng diatasnya menyahuti gerutuan Adjeng Kinanti. Upsss.. Kinanti lupa bahwa diatas ranjangnya, sedang bersemayam ratu gosip yang siap membeberkan rahasianya.

"Ehmm tidak." Kinanti berdehem agar tak terlihat mencurigakan. Beruntung Ananda tak mendengar jelas gerutuanya.

❌❌❌

Hiro telah usai membasuh tubuh indahnya dalam air hangat. Suatu kebiasaan pemuda itu yang sulit dihilangkan adalah tidur tiduran di ranjang sebelum memakai pakaiannya, hanya berbalut boxer tipis yang lebih mirip celana dalam. Hiro akan bermalas malasan sambil melanjutkan membaca novel romantis koleksinya.

Ya... Siapa yang menduga bahwa Letnan itu suka novel romantis? Setelah selesai dengan kegiatan anehnya pria itu akan membuat masker wajah dari bahan alami seperti masker madu dicampur minyak zaitun agar wajahnya tetap terhindar dari jerawat meskipun selalu kotor.
Baginya, jerawat adalah salah satu penyakit kulit yang paling menyiksa sekaligus mematikan. Maka dari itu Hiro selalu memakai masker anti jerawat yang diajarkan oleh ibunya sejak menginjak usia remaja.

Selesai memanjakan wajahnya dengan minyak zaitun dan madu, Hiro menyambar kaos polos hitam dan celana pendek alakadarnya. Barulah Hiro akan melanjutkan membaca marathon novel romancenya. Hiro bergegas turun untuk makan malam setelah puas membaca novel.

Malam ini, mbok Damini memasak nasi goreng sesuai permintaan Hiro tadi pagi. Semenjak dipindahtugaskan ke Indonesia, Hiro langsung jatuh cinta dengan masakannya. Terutama nasi goreng yang di buat dengan rempah rempah.

Bau nasi goreng yang menguar dari meja makan minimalis itu menggugah selera makan Hiro, aroma khas rempah rempah memanjakan indera penciumannya dan membuat cacing diperutnya berdemo meminta makan.

"Silakan dinikmati den."

Mbok Damini menyajikan sepiring nasi goreng yang baru dimasaknya. Lelaki itu dengan gesit memasukkan sesendok nasi goreng kedalam mulutnya. Kebanyakan orang Jepang selalu makan dengan sumpit, namun Hiro berbeda, menurutnya sendok lebih praktis ketimbang sumpit. Lidah Hiro dimanjakan oleh gurihnya nasi goreng yang dibuat oleh wanita tua itu.

"Bi, besok pagi buatkan aku masakan indo yang lain! Aku ingin mencicipi semuanya." Ujar Hiro dengan mulut penuh. Hiro memang lebih suka memanggil pembantunya dengan sebutan 'bi' daripada 'mbok'.

"Baik den." Mbok Damini terkekeh mendapati sikap majikannya yang berbinar-binar seperti anak kecil yang mendapat mainan baru.

Setelah menyelesaikan makan malamnya, Hiro bergegas menuju kamarnya di lantai 2. Hiro kembali disibukkan membuka koper besar bawaannya. Mata sipit itu membelalak tatakala mendapati barang yang ada di dalam koper, Hiro memang tak tau menahu apasaja isi koper pribadinya karena sang ibu yang mengurusnya.

8 lusin celana dalam
15 pasang kaus kaki
5pcs gel rambut
10pcs makanan instan cepat saji
3 ikan tuna segar yang dibungkus plastik.

Sisanya adalah kaus santai, celana, dan seragam. Letnan muda itu tersenyum kecut, ibunya memang selalu tau apasaja yang pemuda itu butuhkan. Sebenarnya ini adalah kali pertama Hiro jauh dari sang ibu, jika saja sifat keras ayahnya tak memaksa Hiro untuk terjun kedunia kemiliteran, mungkin Hiro tak akan sudi berjibaku dengan dunia peperangan.

Cita cita Hiro sejak kecil adalah menjadi seorang arsitek, agar kelak bisa mendesain rumahnya sendiri untuk ditinggali bersama keluarga kecilnya.

Keluarga kecil....

Memikirkan kata itu membuat bayangan wajah eksotis Kinanti melintas. Belum apa apa Hiro sudah memikirkan yang tidak tidak. Membayangkan menikah dengan Dewi Adjeng Kinanti dan memiliki banyak anak.

"Astaga!" Hiro menepuk dahinya sendiri merasa bodoh.

"Kita lihat saja nanti nona Brawijaya! Kau akan menjadi milikku." Senyum miring terpampang di wajah tampan Hiro. Lalu ia bergegas tidur, dan bergelung nyaman dibawah selimut.



-Kediaman keluarga Brawijaya, September 1943

Pagi itu seisi rumah terlihat sibuk karena kedatangan tamu penting. Raden Gusti Pradana datang bersama istinya, Raden ayu pramusita. Mereka datang dari Djogjakarta selatan, mereka adalah putra dan menantu penguasa daerah Djogjakarta selatan. Raden Gusti Adibrata Brawijaya menyambut rekan sekaligus sahabat lamanya dengan suka cita.

"Selamat datang Pradana. Bagaimana kabarmu?" R.G Adibrata menjabat tangan tamunya.

"Baik Adibrata, bagaimana kau dan keluarga?" Mereka tampak berbincang hangat diruang tamu milik keluarga Brawijaya yang sangat luas. Sofa empuk dengan ukiran kayu kuno mendominasi setiap kepala kursi yang mereka duduki.

"Seperti yang kau lihat, kami sangat sehat." Jawab R.G Adibrata seraya memamerkan senyumnya yang berkharisma.

"Silakan dinikmati jamuan seadanya Raden Gusti, Gusti ayu." Tawar Adjeng Andriyani dengan ramah kepada tamu kebesarannya. Mereka mulai menikmati jamuan mewah ala bangsawan ditemani secangkir teh hijau melati berbau semerbak sampai keluar ruangan.

Empat orang diruangan itu berbincang akrab, sesekali diselingi tawa. "Jadi apa yang membuat kalian berdua bertandang kemari?" Tanya R.G Adibrata sembari meletakkan cangkir teh nya.

"Ah kebetulan kami lewat sini, jadi sekalian saja menyampaikan maksud kedatangan kami kemari." Gusti Pradana melirik istrinya sekilas lalu mengaggukan kepala.

"Kami ingin mempersunting putri kalian, Dewi Adjeng Kinanti Brawijaya untuk putra pertama kami, pangeran Mahardika."

Pasangan Brawijaya sedikit terkejut, namun seperdetik senyum mereka kembali muncul.

"Adjeng Kinanti?" R.G Adibrata menaikkan sebelah alisnya.

"Anak itu sedang belajar di Batavia. Masa kelulusannya berkisar antara 1,5 tahun lagi dari masa tempuh 7 tahun pendidikannya. Apakah tidak jadi masalah jika kalian menunggu?" Tanya Adibrata.

"Tentu tidak jadi masalah." Senyum Raden Gusti Pradana mengembang sempurna.

"Dewi Adjeng Kinanti adalah gadis yang cerdas. Aku yakin dia mampu menjadi menantu yang sempurna untuk keluarga kami." Gusti ayu pramusita menimpali.

"Baiklah nanti kami sampaikan kepadanya. Anak itu adalah gadis yang penurut." Jawab Adjeng Andriyani. Lalu mereka melanjutkan jamuan dengan perbincangan ringan sore itu.

"Terimakasih atas jamuan nya Raden." Tutur pramusita saat mereka hendak beranjak meninggalkan kediaman Brawijaya, yang dijawab anggukan oleh tuan rumah.

"kami tunggu kabar baiknya." Timpal Raden Gusti Pradana.

Pasangan Brawijaya mengantar tamu merka sampai di beranda rumah. Kemudian R.G Pradana dan istrinya mulai beranjak pergi menaiki dokar (delman/kereta kuda) pribadi.

"Beruntung ya pak, anak gadis kita dilamar oleh keluarga terhormat seperti keluarga pangeran Mahardika.." ucap Andriyani tanpa menatap suaminya. Senyuman Adibrata menjadi jawaban. Tak terasa putri bungsunya sudah sebesar ini.




















Yah gimana nih ko malah dijodohin? :(😂 Biar ga penasaran ikuti terus kisahnya! Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca 🤭

𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐢𝐧 𝐖𝐨𝐫𝐥𝐝 𝐖𝐚𝐫 𝐥𝐥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang