Chapter 11 . Sepotong Cinta untuk Tuan Putri

19 3 15
                                    

Dan di sinilah kita berlabuh. Seorang anak SMA yang hidupnya sudah nyaman dengan permainan strategi warnet dekat rumahnya, harus berganti nasib, berakhir mengurusi seorang putri pemalu sebagai majikannya.

Memang tugas yang disematkan kepadaku tidak begitu berat, kelihatannya. Tetapi menangani putri manis ini adalah suatu kerepotan tersendiri.

Tuan Putri Amelia adalah sosok yang gampang tersipu. Itu membuat segala sesuatu menjadi canggung saat aku harus mengawalnya.

Boleh saja, sih, kalau tugasku normal. Tetapi orang yang harus aku jaga ini aku rasa sedikit kurang normal. Tidak, dia memang unik daripada putri kerajaan di dongeng-dongeng klasik yang pernah aku baca. Di mana para putri yang seharusnya anggun dan cantik, putri yang satu ini justru suka melakukan hal-hal imut yang tak terduga.

Bayangkan saja. Baru beberapa hari yang lalu kami bertemu, kami belum mengenal detil satu sama lain, aku tiba-tiba ditugaskan untuk menjadi penjaga pribadi Putri Amelia.

Dan selama aku menjadi penjaga pribadinya, aku sudah diundang masuk kamarnya untuk menemaninya belajar. Dan ini telah terjadi tiga kali selama tiga hari sejak hari pertama aku mengurusi gadis ini. Itu artinya, setiap malam saat ia belajar sebelum tidur, aku diperintahkan masuk ke dalam kamarnya.

Suatu hal yang wajar bila pengawal berjaga di depan kamar seorang putri. Tetapi mempersilakan si pengawal masuk, bukankah itu hal yang sedikit ... berlebihan?

Sebenarnya aku tidak begitu masalah dengan hal ini, untuk diajak masuk ke dalam ruangan besar dengan dominan warna merah muda dengan ranjang super besar yang juga merah muda di salah satu sisi ruangan.

Aku memiliki kesibukan sendiri saat berada di kamar Putri Amelia. Aku membaca literatur klasik tentang dasar-dasar strategi yang disusun sendiri oleh guru Sir Alexandre.

Putri Amelia yang imut-lah yang membuat segala menjadi salah tingkah saat ia duduk menghadap meja belajarnya, sesekali melirik diriku yang berdiri bersandar dinding di dekat pintu masuk. Begitu aku meliriknya balik, cepat-cepat ia memalingkan pandangannya dan segera menjadi tomat. Berkali-kali seperti itu.

Keadaan ini membuatku sangat was-was. Barangkali di balik kepolosan dan sifat malu gadis anggun itu, tersembunyi jiwa yang memiliki hasrat besar untuk menyantap diriku yang suci ini.

Tidak! Itu tidak mungkin. Dia terlalu pemalu untuk menyembunyikan ular di balik kepolosannya. Rona merah yang biasa tiba-tiba muncul di pipinya itu tidak mungkin dibuat-buat.

Malam ini hujan rintik-rintik membasahi daun-daun pepohonan di taman istana. Dewi Luna dan jutaan berlian langit bersembunyi di balik tebalnya mendung. Langit sedang murung, pikirku.

Dan saat ini, seperti hari-hari yang sudah-sudah, aku berada di kamar Putri Amelia menunggui anak itu belajar di bangku tulisnya sambil membaca buku guru. Putri Amelia duduk manis menghadap bukunya di dekat jendela, sedangkan aku berdiam di seberang ruangan. Arah hadap tuan putri tegak lurus dengan diriku sehingga tiap kali ia menoleh ke kanan, ia akan menemuiku.

Keadaan di luar sangat gulita sebab temaram rembulan terhalang awan hitam sebelum menyentuh permukaan bumi. Ruangan ini pun terasa lebih gelap dibandingkan bila saat langit cerah.

"Kak Herman," panggil sang putri mencuri konsentrasiku dari buku yang kupegang.

Sejak aku diamanati untuk menjadi pelindung sang putri, Tuan Putri Amelia memanggilku dengan sebutan "Kakak". Kesannya agar lebih dekat, begitu.

"Ya?"

"Anu, umm, aku mau tanya. Tapi Kakak jangan marah, ya," ujar Putri Amelia masih menatap bukunya, tidak berani memandang ke arahku.

Isekai : War & TacticsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang