Aku masih belum bisa menerima kenyataan bahwa hari ini aku kehilangan satu temanku. Meski berkali-kali ku bilang tingkahnya begitu menyebalkan, tapi dia adalah salah satu anggota tim detektif yang paling care kepada kami, mungkin karena pembawaannya yang seperti oma-oma, rambut panjang agak keriting dan memakai kacamata besar adalah ciri khasnya. Seketika lamunanku menjadi buyar ketika aku menyadari tepat di depan wajahku sebuah tangan melambaikan dengan cepat.
"Sopan!"
"Oitt, iya ada apa?" tanyaku menyadari.
"Apa kabar?" tanya seorang siswa di depanku, namanya Andika Tri Bagaskara, akrab disapa Dika, dia teman sekelasku sewaktu kelas 11. Aku masih sangat ingat bahwa Dika adalah orang yang memberitahu keburukan rencana Ambon dan Sandro semester lalu. Dia sedikit banyak sudah membuka pandanganku bahwa sedekat apapun berteman, tidak menutup kemungkinan bahwa kita adalah musuh. Ambon adalah salah satu contoh musuh dalam selimut karena di depan kami dia baik, tetapi di belakang ia memiliki rencana lain, termasuk menghancurkan tim detektif ini.
"Eh, baik."
"Lo sendiri gimana?" tanyaku balik.
"Baik nih," jawabnya dengan begitu semangat.
"Pan, apa kabar tim detektif?"
"Sorry banget ya, karena gua kalian jadi kehilangan satu anggota" lanjut Dika dengan merasa bersalah.
"Nggak perlu minta maaf, Dik. Justru harusnya gua yang ngucapin terima kasih banyak karena lo udah bantu gua."
"Dan gua rasa Ambon tim detektif akan lebih baik tanpa dia, tapi..." ucapanku terhenti seketika.
"Tapi kenapa, Pan? Ambon ada rencana lain lagi?" tanya Dika.
"Bukan, gua sedih karena kehilangan satu anggota lagi" jawabku dengan nada pelan.
"Tenang, Pan. Hillary pasti ketemu kok!" kata Dika menyemangatiku.
"Dik, kok lu tau?" tanyaku yang begitu heran mendengar perkataannya tadi.
"Pan" tiba-tiba terdengar suara Yudha memanggil. Aku langsung saja mencari sumber suaranya.
Aenun dan Yudha datang menghampiri kami yang tengah mengobrol sedari tadi. Aku menyudahi obrolan ku dengan Dika karena Yudha menyeretku untuk segera keluar menuju parkiran motor. Hari ini kami memang sudah berencana untuk pergi ke rumah Hillary. Kami ingin memastikan keberadaannya.
Berada di tempat parkir motor membuatku teringat kembali saat kami berlima menjadi detektif. Saat itu bagaimana lucunya kami menyaksikan pasangan remaja yang mengakhiri hubungannya disini dengan begitu dramatis.
.....
"Ris, maafin gua. Cewek yang di chat itu cuma mantan gua." Ucap sang laki-laki.
"Tapi, Do. Elo itu udah janji sama gua buat ngga chatan lagi sama dia."
"Terus pake jalan bareng lagi berdua." Lanjut Ristya.
"Iya, maaf. Gua lupa." Ucap sang pacarnya yang bernama Aldo itu.
"Lupa? Elo lupa sama gua? Elo lupa dengan hubungan kita? Dan elo lupa untuk jaga perasaan gua, gitu? Maksud elo gitu? Udah ah, gua tuh nggak bisa diginiin terus." Ku lihat Ristya sudah mulai menahan air matanya.
"Udah-udah, malu diliatin banyak orang."
"Biarin, biar semua orang tau. Biar elo nggak seenaknya mempermainkan perasaan cewek. Gua punya hati,Do. Gua punya harapan, Do. Dan kenapa lo hancurin semua itu?"
"Weh, elo nggak usah pada ngeliatin! Mau nyari ribut lo disini semua?" teriaknya sambil melihat ke semua orang.
"Ayo, ayo ambil motor!" ajak Yudha. Kami berlima berjalan ke motor yang jaraknya dekat dengan dua orang tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
5 DETEKTIF PE'A [SEKUEL(PART2)]
غموض / إثارةRank #46 in #Detektif [06/06/2020] Rank #35 in #Detektif [14/06/2020] Petualangan Sopan, Yudha dan Aenun sebagai detektif di sekolah masih berlanjut, namun di awal semester baru ini mereka kehilangan Hillary anggota mereka yang masih menjadi misteri...