Zahra kembali mematut penampilannya di cermin. Tekadnya sudah bulat, mulai hari ini Ia akan menggunakan pakaian yang memang semestinya digunakan oleh seorang muslimah.
Celana jins yang biasa Ia gunakan kini berganti dengan rok panjang bermotif batik, sedangkan untuk atasannya Ia memilih untuk menggunakan
kemeja lengan panjang lalu dilapisi
oleh cardigan berwarna abu-abu,
berhubung Ia tidak memiliki koleksi
kerudung yang besar dan lebar,
jadi mau tidak mau Ia meminjam
kerudung Ibunya."Gimana bu, aneh gak keliatannya?"
tanya Zahra meminta pendapat
ibunya."Nggak kok sayang, kamu keliatan tambah cantik kalau pake baju kaya gini.""Kalau temen-temen kampus aku pada ngeledek gimana? Aku pasti malu banget bu."
"Insyaallah nggak akan ada yang
ngeledek penampilan kamu. Bukannya Fiona juga pakaiannya kaya gini yah?""Kalau Fio mah cocok bu pake
pakaian begini toh diakan emang udah islami banget penampilannya, lah akukan baru mencoba untuk pake baju ini bu" terang Zahra, lagi-
lagi ia kembali mematut tampilannya dicermin."Udah jangan banyak ngeluh. Baca
Bismillah insyaallah semuanya lancar, udah cepet siap-siapnya entar kamu telat lagi.""Oke deh bu"
***
Bismillah, mudah-mudahan hari ini lancar, nggak ada yang ngeledekin dan semoga aja tidak ada yang ngomenin penampilan aku.
"Zahra! Mau ikut pengajian dimana?"
"Tuhkan, baru aja tadi berdoa, eh doaku nggak terkabul. Baru tiga langkah masuk gerbang kampus mulut nyiyir Citra dah asal jeplak aja" garutuku dalam hati
Nyebelin!"Siapa juga yang mau ikut pengajian." jawabku malas.
Mata Citra terus naik turun memperhatikan apa yang hari ini aku pakai.
"Biasa aja kali ngelihatnya!" celetukku saat Citra terus memperhatikanku.
Setelah mata kuliah udah habis aku berjalan untuk menuju ke kantin karena mau menemui temenku Mika karena aku mau balikin buku miliknya yang aku pinjam kemarin.
Pada saat aku tiba dikantin, Mika, Sinta dan Alsa sedang asik ngobrol dan menyebutkan namaku.
"Eh si Zahra mana, kok dia jarang keliatan sih sekarang?" kata temanku Sinta
"Hmm, dia itu udah beda sama kita, sekarang tuh dia mainnya sama kerudung panjangnya" jawab Alsa.
"Kerudung mah boleh panjang, tapi kelakuannya sama aja sama kita" tambah Sinta.
"Lagian ya menurut gue, mending hati dulu yang dijilbabin. Lagian apa bedanya sih dia yang dulu sama yang sekarang. Jadi sok alim kalo menurut gue" gerutu Mika.
Dan setelah itu Sinta menoleh kearah sampingnya dan melihat aku yang tidak jauh dari posisi mereka duduk. Ia melihat aku sedang berdiri dari tadi mendengar semua ucapan yang mereka berikan untukku. Lalu aku pun menghampiri mereka bertiga.
"Ehhh stttttt" Sinta memberikan kode kepada Mika dan Sinta untuk berhenti bicara.
"Hai Zah makan yuk sini" Kata Mika menyapaku karena sudah melihatku menghampiri mereka.
"Sorry, aku cuman mau balikin buku Mika yang pinjam kemarin" kataku sedikit menahan muka kesal akibat ucapan mereka tadi.
"Wih ini buku yang aku cari-cari dari kemarin, kok baru dibalikin sekarang sih" jawab Mika
"Ya udah ya aku duluan, dah"
Tanpa menjawab pertannyaan dari Mika aku pergi meninggalkan mereka bertiga dan segera pulang kerumah."Assalamualaikum bu" kataku sambil membuka pintu rumah.
"Waalaikumussalam Zah, Eh kamu udah pulang ya" jawab ibuku yang baru habis dari dapur kayaknya.
"Iya bu" sambil masang muka bete
"Kok muka nya cemberut gitu sih" timbal ibu.
"Gak papa bu" masih dengan muka melasku menjawab peratanyaan ibu.
"Ya udah kalo Zahra masih belum mau cerita sama ibu, kita makan aja yuk sekarang, pasti udah lapar kan seharian dari kampus" kata Ibu membujukku untuk makan sambil menggandeng tanganku menuju meja makan.
Dengan lahap aku menghabiskan makanan yang dimasak oleh ibu, karena emang aku udah laper banget dan masakan ibuku ini emang super-super enak. Sangking enaknya aku gak pernah beli masakan dari luar.
"Makannya pelan-pelah zah nanti keselek loh" kata Ibu sambil geleng-geleng kepala karena melihat tingkahku saat makan.
"Hehe iya buu"
Setelah selesai makan aku menuju kamarku untuk mandi dan bersiap-siap untuk shalat.
Tak lama setelah selesai shalat, Ibuku mengetuk pintu kamarku.
Tok.. Tok.. Tok...
"Zah ini Ibu" Ibu berkata setelah mengetuk pintu kamarku.
"Iya bu masuk" sahutku sambil membuka mukena dan merapikan sajadah.
"Boleh Ibu bicara nak"
"Boleh dong bu apasih yang gak buat ibu" candaku
"Kamu tadi pulang kuliah kenapa, kok muka nya masem gitu, kayak habis di putusi pacar aja" goda ibuku.
"Apa sih bu" sambil tersenyum malu
"Gak kok bu, jadi ceritanya tu gini, aku kan mau balikin buku nya sih Mika terus aku samperin dia ke kantin, dan ternyata dia disana lagi sama Sinta dan Alsa. Pas aku mau nyamperin, eh taunya mereka lagi ngomongin aku bu"
"Terus emangnya mereka ngomong apa"
"Mereka bilang aku sekarang itu udah banyak berubah, dari segi tampilan lah, sikap juga. Lebih parah nya lagi bu mereka ngomongin aku sok alim" kataku sambil memasang muka kesal karena teringat dengan perkataan mereka bertiga di kantin tadi.
"Jadi itu toh masalah anak gadis ibu ini" Ibu berusaha mencairakan suasana agar tidak tegang
"Iya itu masalahnya bu"
"Sekarang Ibu mau tanya sama kamu ra, Zahra berubah gini itu karna apa?"
"Karena biar Allah sayang sama Zahra, Seperti Allah Sayang sama Fatimah Az-Zahra bu" aku menjawab pertanyaan ibu dengan lantang dan penuh semangat.
"Terus apa yang membuat kamu sedih kalau jawaban kamu seperti itu, kita hidup ini hanya Allah yang bisa memandang yang kita lakukan itu baik atau gaknya. Kalau kita mendengarkan apa yang orang bilang khususnya perkataan yang negatif kapan kita mau majunya nak, omongan orang diluar sana itu gak ada habis nya ra, jadi bisa-bisa kita menahan diri agar tidak terpancing omongan mereka" jelas Ibu
"Hmm iya, apa yang Ibu bilang itu bener banget bu. Tapi, gimana ya bu kesel aja gitu diomongi sama temen sendiri dari belakang lagi"
"Udah Zahra yang sabar, berdoa sama Allah minta kekuatan sama doain temen-temennya Zahra agar bisa dapat hidayah juga"
"Amin, pasti nanti Zahra bakal doain bu, terima kasih banyak ya Ibuku tersayang, Ibu paling terbaik dah pokoknya" Kataku sambil memeluk Ibuku dengan sangat erat.
"Yaudah ini udah malem Zahra tidur ya biar besok bisa bagun untuk tahajud" jawab ibu sambil mengelus kepalaku dengan lembut.
"Oke siap bu, Ibu tidur yang nyenyak ya"
Ibu menoleh ke arah ku sambil tersenyum dan membuka pintu kamar untuk keluar dari kamarku. Aku pun tertidur dengan sangat pulas tanpa ada yang mengganjal lagi di dalam pikiranku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Lebih Baik
Short Story"Saya tidak sebaik yang kalian pikirkan, namun juga tidak seburuk yang terlintas di hati kalian" -Ali bin Abi Thalib-