Prolog

36 7 3
                                    

Hidup itu sulit,
berhentilah menyenangkan hati
semua orang agar menyukaimu.

***
Seorang gadis kecil berlari menyusuri jalan setapak, tampak raut bahagia di wajah mungilnya.

Hari ia mendapat jajan dari mamanya, ia akan memberikan uang itu pada temannya agar di perbolehkan ikut bermain di lapangan.

Sejak kemarin Arunika tak diperbolehkan ikut bermain dengan temannya, sebab ia tak pernah ikut mengumpulkan uang untuk membeli bola.

Arunika tinggal di sebuah gang sempit di kotanya, ia dan teman sebayanya terbiasa bermain di lapangan karena tak ada taman bermain.

Arunika menatap sekumpulan anak lelaki di tengah lapangan, senyumnya merekah.

Angin sepoi-sepoi menerbangkan rambut sebahu dan poni sealisnya.

"Arham!" Teriak Arunika

Semua anak lelaki itu menoleh, Arunika menatap mereka kesal. "Aru cuma manggil Arham tau."

Anak lelaki yang lain hanya memutar bola matanya malas.

Seorang anak lelaki mendekati Arunika. "Kenapa kesini?" Tanya Arham.

Arunika menyengir, menampilkan deretan gigi kecilnya.

"Ini." Arunika menyodorkan uang pecahan lima ribu yang kusut karena ia genggam begitu keras.

Arham menatap uang itu lalu menatap Arunika. "Aru ... kamu itu cewek, main boneka sana, jangan main bola."

Arham kesal, gadis kecil yang berbeda dua tahun dengannya itu tak pernah mau mendengarkan.

Arunika cemberut. "Aru nggak suka main boneka Arham ... karena Aru juga nggak punya boneka." Arunika mendongak, menatap anak lelaki yang lebih tinggi di depannya itu.

"Nanti Arham beliin, tapi Aru harus pulang, di sini panas," bujuk Arham.

"Aru nggak punya temen main."

"Kan anak cewek di deket rumah Aru banyak."

"Aru nggak suka sama mereka Arham, mereka itu jahat, Aru sering diejek, katanya ... Aru nggak punya papa, Aru ... anak miskin, nggak punya mainan, Aru nggak suka mereka Arham!!" Arunika hampir saja menangis, tetapi tertahan saat tangannya digenggam oleh Arham.

"Aru nggak boleh cengeng, ayo beli mainan sama Arham."

Arham menarik Arunika keluar dari lapangan. Cuaca hari itu begitu cerah, terik matahari masih terasa sangat panas di waktu yang menjelang ashar itu.

*****

Setelah berjalan lumayan jauh dari lapangan, Arunika melepas tangannya dari Arham.

"Arham ... Arham nggak usah beliin Aru boneka."

"Kenapa?"

"Aru ... nggak mau dikatain matre."

Arham tertawa mendengar ucapan Arunika, bahkan anak umur delapan tahun sudah tahu apa itu matre.

Arunika menatap Arham kesal, ia ditertawakan saat berbicara serius.

"Aru emang tau apa itu matre?"

"Kata anak di deket rumah Aru, Aru itu matre karena selalu minta dibeliin sama Arham, tapi kan Aru nggak pernah minta."

Arham terenyuh, ia sadar dan tahu bahwa banyak sekali yang tak menyukai Aru karena dekat dengannya.

Arham hanya mencoba melindungi gadis kecil itu, ia tak tahu jika yang ia lakukan justru menjadi bumerang bagi Arunika.

Arham mengelus rambut gadis di depannya. "Aru nggak matre, kan Arham yang mau beliin, bukan Aru yang minta-minta, jangan dengerin omongan mereka lagi ok."

Arunika tersenyum, ia menganguk. "Makasih Arham, Arham selalu baik sama Aru."

"Arham akan selalu jagain Arunika."

Arham akan selalu jagain Arunika.

Arham akan selalu jagain Arunika.

Arham akan selalu jagain Arunika.

***

Arunika menatap rumah minimalis itu, sebisa mungkin ia akan merekam segala hal yang ada di dalamnya.

Masa kecil, tempat bermainnya, kampung halaman, dan juga--Arham.

Kini semua akan tinggal kenangan, Arunika telah memantapkan hati untuk pergi ke rumah neneknya.

Setelah semuanya pergi meninggalkannya, Arunika harap ia akan menemukan sesuatu yang lebih baik di sana.

Arunika menatap boneka beruang yang belum ia masukkan ke kardus.

Boneka itu dulu sebesar dirinya, bahkan Arunika tak sanggup membawanya sendirian.

Kini ia telah beranjak remaja, sebentar lagi akan masuk sekolah menengah atas.

Arunika meyakinkan dirinya, inilah yang terbaik.

Yang harus ia lakukan hanya diam, tak perlu berbicara pada mereka yang hanya ingin tahu.

Jangan pedulikan mereka yang tak memedulikanmu.

Tak perlu sok baik dengan mereka, karena pada akhirnya mereka jugalah yang akan menjatuhkan.

Jangan pernah mengandalkan siapapun  dalam hidup, karena saat ia pergi, semuanya akan terasa buntu.

Hidup mengajarkan Arunikauntuk tak mencampuri urusan orang lain, apapun itu sebabnya.

Arunika tak butuh teman, sama sekali tak butuh, karena pada akhirnya ia hanya akan dikhianati, lalu dibuang layaknya sampah.

***

2 Juni 2020

Twilight

ArunikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang