O 1 ·

418 43 5
                                    

Nielwink short fanfic 🍫

×××

Derit kayu penyangga sofa yang hendak diduduki seorang pria muda membuat atensi seluruhㅡsebenarnya hanya duaㅡorang lain di ruangan itu beralih padanya. Setelah bahu besar yang dibalut jas itu nampak lebih rileks dari dua menit sebelumnya, sang ibu memulai pembicaraan mereka.

"Pekerjaan kamu di kantor udah selesai?" mulai wanita itu dengan senyum khasnya.

Yang ditanyai dengan begitu lembut oleh orang tuanya balas tersenyum, "Aku kasih stafku, Ma. Tinggal dikit lagi juga."

"Bagus deh. Aman aman aja kan di kantor?"

Memang inilah yang Daniel suka pada ibunya. Meski di telinga orang lain ucapannya terdengar basa basi, menurut Daniel justru basa basi mengenai perasaanmu sebelum berbicara itu bagus. Terasa seperti lawan bicara menghargai suasana hatimu supaya ia dapat memilah kata-kata selanjutnya.

"Aman, banget malah. Aku cuma di ruangan dan anak-anak juga semangat kaya biasa."

Lantaran reaksi Daniel yang ceria, sang ibu memutuskan untuk langsung saja menyuruh suaminya mengutarakan maksud mereka.

"Daniel, kamu punya pasangan gak?"

Diikuti setitik rasa curiga Daniel menjawab dengan ringan, "Papa kan tau, aku lebih suka menikmati masa-masa mudaku sendiri."

"Tapi kamu ga bisa selamanya sendiri kan, Daniel?"

"Aku punya Mama sama Papa."

"Bentar lagi tugas Mama sama Papa di dunia bakal selesai."

Mendengar itu tentu saja bibir Daniel melengkung sedih. "Mama jangan ngomong gituan ah, ngeri tau."

"Makanya, wujudkan keinginan kami. Lagipula ini untuk kebaikan kamu juga." Tuan Kang menghela napas, tidak habis pikir dengan pola pikiran anaknya yang berprinsip 'Walaupun kita makhluk sosial, sendiri lebih baik.'

Karena Daniel tak kunjung bersuara, Nyonya Kang berusaha memancing lagi.

"Mama denger dari Naeun, kamu sering diikutin sama perempuan-perempuan ga jelas. Terus juga sekretaris kamu yang terakhir kali itu kamu pecat karena sikapnya."

Daniel mengangguk-angguk membenarkan, "Iya, kayanya mereka perempuan-perempuan kurang kasih sayang makanya gencar banget deketin aku. Tapi aku kemana-mana sama Bang Wooseok kok. Jadi aman Ma."

Dengan bibir dikulum karena sebuah rencana tergambar di pikiran, Nyonya Kang menyipitkan matanya serius, "Kamu pasti risih kan?"

"Huh?" sahut Daniel bingung. Kerutan di keningnya menandakan otak yang biasanya pintar itu bekerja sedikit lambat sore ini.

"Kamu risih, kan, ada perempuan ga jelas kaya gitu nempelin kamu tiap hari? Pasti mereka sering kedip-kedip genit ke Daniel, atau ngasih kecupan jarak jauh?" tembak Nyonya Kang percaya diri.

Refleks Daniel membulatkan matanya terkejut. Ia lalu mengangguk-angguk patuh seperti anak anjing. Dengan nada takjub yang sebenarnya berlebihan, Daniel bertanya cepat, "Wah, kok Mama bisa tahu? Dulu sebelum ketemu Papa Mama kerjanya dukun, ya?"

Nyonya Kang tertawa. Wanita itu menyikut perut suaminya tidak main-main, "Udah, jelasin cepet. Aku ada arisan abis ini."

Berdehem untuk menetralkan suaranya sehabis meringis, Tuan Kang menatap Daniel tepat di mata. "Daniel, menikahlah."

Daniel tak bersuara, memberi protes ataupun melayangkan komentar. Matanya hanya berkedip tiga kali sementara air wajahnya tak terbaca.

"Kapan?"

Nyonya Kang hampir berteriak karena terkejut. Suara dalam Daniel ditengah keheningan terkadang membuat bulu roma naik. Tak disangkanya Daniel justru bertanya 'kapan' dibanding mengatakan pendapatnya terlebih dahulu atau protes, atau apalah selain kata 'kapan'.

Tuan Kang tampak lebih tenang dibanding istrinya, maka ia menjawab, "Terserah kamu, tapi tentu makin cepet makin baik."

"Dengan siapa?" sahut Daniel tak lama.

"Papa menyerahkan keputusannya sama kamu, Nak. Kalau kamu punya pacar, kamu mau nikahin dia boleh. Kalau kamu mau Papa cariin calon, tentu akan Papa lakuin juha."

"Kenapa Papa yakin sekali dengan pilihanku?"

"Papa tahu kamu ga bodoh, Nak."

Tentu Daniel tak boleh melewatkan kesempatan yang telah berikan. Sebelum pertemuan ini pun Daniel telah memikirkan segala kemungkinan percakapan yang akan terjadi, termasuk pernikahan. Namun yang meleset sedikit adalah jawaban ayahnya. Ia kira dirinya akan dijodohkan dengan keputusan secara sepihak oleh orang tuanya.

Tetapi siapa sangka Kang Daniel diberi hak untuk membuat kesempatannya sendiri?

"Oke, aku udah mutusin." Daniel tersenyum lebar dan bertepuk tangan dua kali.

"Kami harap kamu memilih yang terbaik, Sayang." Nyonya Kang tersenyum lembut dan mengamit lengan suaminya.

Perhatian sepasang suami-istri itu tertuju sepenuhnya pada Daniel, terutama ketika belah bibir berisi itu bergerak, "Aku ingin diadakan pesta dansa."

×××

pokonya kalo di chapter2 selanjutnya ada yg aneh/ga nyambung, lngsung komenin aja ya :')! daku suka ga fokus sama alur sendiri :')

loveyouu💙

frequency. ㅡnielwinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang