Koko tahu, Keke pasti marah kepadanya. Buktinya saat sidang selesai, dia tidak kunjung datang. Bahkan Pak Lubis dan yang lain menanyainya. Dan Koko pun tidak berani untuk mencarinya dan meminta maaf. Karena perasaannya masih sama. Dia mencintai adiknya. Dan tidak mau ada pria lain dalam hidupnya selain dia. Memang terdengar egois. Koko akui itu.
"Adek lo mana, sih? Ditelepon gak diangkat-angkat!" kesal Raka.
Koko melirik ke arah pria tersebut, tiba-tiba perasaan bersalah menggerogoti dirinya.
"Padahal tadi dia yang semangat, buat buktiin kalo Johar nggak bersalah. Dasar emang, si Mak Erot!" lanjut Raka. Pria itu membuka kemasan permen lollipop dan menyodorkannya kepada Koko. "Mau gak?" tawarnya.
Koko menggeleng, menolak. Raka mengangkat bahunya tidak peduli dan memasukkan lollipop tersebut kedalam mulutnya.
Koko terdiam beberapa detik, hingga akhirnya dia tersadar sesuatu. "Tadi lo bilang apa? Johar Malik gak bersalah? Kan hasil sidangnya dia terbukti salah." Koko bertanya. Berusaha melupakan masalahnya dengan Keke sejenak.
Raka mengangguk, pria itu mengeluarkan lollipop dari mulutnya. "Iya, dia sempet nerawang si Johar. Katanya dia cuman kaki tangan doang. Pelaku utamanya ternyata ... Geraldi Sujono." Raka tiba-tiba memelankan suaranya. Seketika Koko teringat ucapan Aksa.
'Kalo gue kasih tahu lo sekarang, gue yakin lo pasti gak bakal percaya.'
"Dia serius ngomong begitu?" tanya Koko. Raka mengangguk antusias. Lantas membuat Koko bangkit dari duduknya dan berlari menuju ruangan private yang disewakan untuk pertemuan pak Lubis dengan Geraldi. Raka ikutan berdiri dan berlari mengejar Koko.
"Woy! Lo mau kemana?! Tungguin!" teriaknya. Tapi Koko tidak menghentikan langkahnya. Bahkan dia tidak sengaja menabrak seorang pria hingga terjatuh. Terpaksa Koko berhenti dan membantunya berdiri dengan mengulurkan tangannya.
"Sori. Tadi buru-buru. Lo gak apa-apa?" tanya Koko kepada pria yang sepertinya seumuran dengannya. Pria itu menerima uluran tangannya kemudian berdiri.
Saat tangan mereka bersentuhan. Koko dibuat terdiam. Potongan-potongan kejadian memenuhi kepalanya.
Pria ini bukan sembarang orang. Dia barusan menaruh sebuah benda berupa bom granat di kolong sofa sebuah ruangan.
"Permisi, bisa tolong lepas tangan gue?" pinta pria itu. Raka yang baru saja sampai, lantas terbelalak kaget kala melihat sohibnya memegang tangan seorang pria tulen.
"Woi! Lo berniat jadi kaum pelangi, bukan?!" seru Raka.
Tapi Koko masa bodo. Pria itu mengambil borgol di balik jaketnya dan tanpa ambil pusing memborgol tangan pria teroris tersebut.
"Lo—lo ngapain borgol dia, Ko?" tanya Raka.
"Hubungi kantor polisi. Bilang atas nama Pak Lubis. Orang ini udah menaruh bom di salah satu ruangan di gedung ini." Koko menepuk pundak pria teroris itu, lalu sedetik kemudian dia melayangkan bogem mentahnya. Membuat pria itu oleng dan refleks tubuhnya langsung di tahan oleh Raka.
"Yang bener lo?!!" Raka kaget bukan main.
Koko hanya mengangguk sekilas dan melanjutkan larinya menuju ruangan yang terdapat bom tersebut. Instingnya mengatakan bahwa ruangan itu adalah ruangan private yang disewa oleh pak Lubis.
BRAK!
Tanpa mengetuk, pria itu langsung membuka paksa pintu ruangan tersebut. Menampilkan sosok Geraldi yang sedang duduk berhadapan dengan pak Lubis.
"Nicho? Ada apa kamu kemari?"
* * *
"Saya gak nyangka. Dalam sehari kalian sudah menemukan pelakunya."
KAMU SEDANG MEMBACA
yang baik belum tentu baik
ActionDisclaimer dikit: ini hampir 2 tahun lebih di-unpublish karena gaya penulisannya yang menurutku kurang. Sengaja dipublish lagi untuk mengenang perkembangan gaya penulisan gue yang dulunya suka sok ke-jaksel-jakselan. Aslinya mah orang Bogor wkwkw. *...