Sejak kejadian batu giok menyala dan mediasi dengan Buto raksasa bertanduk berakhir, si kembar tak identik itu dilarikan ke rumah sakit tempat Keke dulu dirawat. Mereka tidak sadarkan diri hampir 8 jam. Beruntung eyangnya hadir dan dapat menetralisir energi jahat yang masuk ke dalam tubuh cucu-cucunya.
Tapi karena masalah pernyataan perasaan yang dilakukan oleh Koko, membuat keduanya saling diam di bangkar masing-masing.
"Woy! Diem bae!" Nanda menjentikkan tangannya di depan wajah Koko. Bahkan saat teman-teman mereka hadir pun mereka masih saling diam-diaman.
"Tau tuh, apa jangan-jangan masih kesurupan?" tanya Raka, yang langsung Nanda cubit pinggangnya. "Jangan sompral deh lo, Mujaer!" kesalnya.
Keke tersenyum tipis kala Raka akhir-akhir ini sering dibilang 'Mujaer'. Padahal walau bibirnya sedikit dower, tapi hal itu justru menambah kesan seksi.
"Bibir seksoy begini lo bilang mujaer!" gerutu Raka.
"Kalian gimana kabarnya? Udah rada sehat kan?" tanya Dewata. Hanya pria itu yang masih memiliki kadar kewarasan. Keke mengangguk. Tapi Koko justru tidak menjawab dan lebih memilih untuk menutup kepalanya.
Dewata melirik sekilas ke arah Koko, kemudian menatap Keke. "Kalian lagi marahan?" tanya Dewata.
Keke langsung menggeleng. "Nggak kok."
Dewata memicingkan matanya, lalu tak lama kemudian menghela napasnya. "Yaudah deh, kita gak bisa lama. Kita harus membuat laporan ke Kapolres. Cepet sembuh ya, marahannya jangan lama-lama. Entar gak gue kasih voucher gratis makan di Choptix." Dewata menyengir, lalu mengacak-acak rambut Keke lalu meninju pundak Koko. Setelahnya mereka pun pergi. Meninggalkan mereka berdua.
Setelahnya, hanya senyap yang terjadi di ruangan tersebut. mereka berdua saling dia, sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Gue minta maaf."
Koko tiba-tiba inisiatif membuka pembicaraan. Pria itu mengubah posisi tidurnya menjadi duduk lalu menoleh ke arah adiknya yang berada di bangkar samping. "Gue tau perasaan gue salah. Gue minta maaf," katanya lagi. Terlihat rasa bersalah di raut wajahnya.
Keke menghembuskan napas panjang, gadis itu pun bangkit dari tidurnya dan mengubah posisinya menjadi duduk. "Perasaan lo emang salah. Karena mau sampai kapan pun lo tetap kakak gue. Cowok pertama yang ada di hidup gue. Tapi lo gak seharusnya menganggap gue lebih dari seorang adik." Keke turun dari bangkar dan berdiri.
"Lo marah?" tanya pria itu.
"Gue gak pernah bisa marah sama lo. Tapi gue kecewa. Gue harap lo bisa melupakan gue, dan mencari gadis lain yang lebih pantas," ucap Keke. Gadis itu mendekat dan berdiri di samping bangkar Koko.
"Ini mungkin terkesan jahat. Tapi gue minta lo untuk melupakan kejadian ini dan memulai semuanya dari awal. Tujuan lo, mimpi lo, dan dunia lo. Itu semua enggak hanya harus berpusat kepada diri gue."
Koko terdiam. Lalu dia tertawa. "Ternyata gue segoblok itu ya?" ucapnya. Keke tersenyum samar, kemudian mengangguk. Dia mengambil duduk di samping bangkar.
"Emang. Lo itu goblok!" katanya. Lalu tertawa.
Koko tersenyum getir. "Gue bakal usahain. Sori, kalo gue jadi sempet incest." Kemudian dia ikut tertawa. "Oh ya, ngomong-ngomong soal ibu—"
"Gue tau. Aksa udah cerita." Keke melanjutkan ucapan kakaknya. "Gak ngerti lagi deh, itu orang baik banget. Gue harus bales dia pake apa coba."
Koko diam-diam tersenyum. Dia menatap adiknya dari samping. "Lo cukup ketemu dia aja. Dia pasti bakal seneng," ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
yang baik belum tentu baik
AcciónDisclaimer dikit: ini hampir 2 tahun lebih di-unpublish karena gaya penulisannya yang menurutku kurang. Sengaja dipublish lagi untuk mengenang perkembangan gaya penulisan gue yang dulunya suka sok ke-jaksel-jakselan. Aslinya mah orang Bogor wkwkw. *...