Bunga-bunga itu memang cantik dan indah. Sayangnya bunga-bunga itu terkadang hanya untuk menaklukkan para dewi-dewi yang bertebaran hampir di seluruh permukaan bumi ini oleh para playboy . Tapi berbeda dengan cowok satu ini, hem........cowok?? Kurang cocok mungkin, ya?. Lebih tepat disebut pria dewasa. Setiap hari dia datang ke florist ini, entah jam berapa? Tapi dia pasti datang untuk memesan satu rangkaian bunga mawar merah dengan terselip setangkai lily putih di dalamnya. Kenapa aku tahu begitu detail? Alasannya mudah karena kebetulan aku pemilik florist ini dan dia pelanggan setia ku sejak awal aku membuka florist ini. Walau begitu aku nggak pernah tahu untuk siapa dia memesan bunga yang sama setiap hari.
Hari ini cuacanya mendung, mungkin aku akan tutup lebih cepat dari biasanya. Dan dia belum datang. Ya.......mungkin dia lagi sibuk. Gerimis mulai datang membasahi tanah hitam bergaris putih itu. Lalu datang mengiringi, tukang pos mengirim surat untukku. Ya.........siapa lagi kalau bukan Hendra si tukang pos itu, dia selalu datang setiap seminggu sekali untuk mengirim surat dari sahabatku yang jauh di sebrang. Mungkin aneh, di jaman yang udah secanggih ini masih silaturahmi pakai surat?? Memang aneh tapi itu yang membuat kami berbeda dengan yang lain. Selain surat, Mila juga sering menyelipkan foto dalam surat-suratnya. Tetapi aku masih menunggu dia, pria itu datang. Dan hujan sudah mulai reda. Dengan rasa penasaran “kenapa dia tidak datang?”, aku menutup florist ini.
Berminggu-minggu dia tidak melangkahkan kaki tegaknya ke dalam florist ini. Rasanya aneh jika ia tidak datang. Saat aku termenung, datanglah lagi Hendra si tukang pos membawa surat untukku. Anehnya surat itu bukan dari Mila, entah dari siapa namun kata-katanya begitu menyejukkan hati “Astaghfirullah.....ampuni aku ya Allah, karena lebih mengagumi tulisan makhluk-Mu”, tersadar dari buaian kata-kata surat itu. Hingga minggu berikutnya tiba dan yang ku harapkan datang, walau dengan penampilan yang sedikit berbeda aku tetap masih mengenalinya. Dia lebih tampan dari sebelumnya dengan rambut yang terpangkas rapi dan kumis tipis yang bertengger di atas bibir di bawah hidungnya.
“Syifa, tolong rangkaikan bunga dengan komposisi seperti biasanya.”
“Oh....Rangkaian bunga mawar merah dengan satu bunga lily?”
“Ya...tepat sekali”
“Baiklah, tunggu sebentar”. Aku yang sengaja telah merangkainya sebelum ia datang, langsung saja mengambilkan rangkaian bunga itu untuknya. “Ini Pak.....Ngomong-ngomong beberapa hari belakangan ini bapak kemana ja, kok nggak pernah beli bunga. Heem... tidak usah jawab nggak pa pa kok”.
“ Hem..... ada urusan kerja ke singapore.”
“Oh... Ni pak hargnya masih sama seperti biasanya”
“ Thanks ya, aku duluan”.
“Sama-sama pak”.Entah mengapa hati ini begitu tenang ketika pelanggan setia ku itu datang lagi. Seperti separuh hidup ku tidak jadi pergi. “Astagfirullah....ada apa dengan ku ini. Profesional....profesional syifa, jangan berharap lebih dari sebatas penjual dengan pembelinya”. Lalu ku lihat jam di tangan ku, sudah waktunya sholat dzuhur. Dan bergegaslah aku membasahi wajah ini dengan sejuknya air wudlu. Ku tunaikan kewjiban ku sebagai seorang muslim, dengan hati yang tenang dan tidak berburu-buru aku menjalankan sholat ku. Setelah itu kembali lagi ke depan meja ku. Tak selang begitu lama ku dapati dari jauh datang Hendra dengan membawa sesuatu yang harum berwarna merah menawan setiap kaum hawa.
“Ada kiriman surat untuk ku Hen?”.
“Ada mbak, malahan ni suratnya pakek plus.”
“Plus apa? Paling foto dari temenku?”
“Enggak mbak kali ini beda, plusnya itu ini (sambil memberikan rangkaian bunga itu kepada ku)”.
“(Dengan perasaan penasaran) Bunga ini? Dari siapa Hen?”
“ Pengirimnya sama dengan yang ngirim surat ini.” Ya udah mbak aku langsung ja masih banyak yang belum aku kirim.”
“Oh......ya makasih Hen”.Hendrapun berlalu dan ku bawa rangkaian bunga ini dengan heran plus bingung, “Siapa yang kirim bunga ini?!?!” . Lalu ku baca dengan cermat surat itu. Ku cari petunjuk tentang siapa yang mengirim semua ini. Anehnya kenapa dia harus kirim bunga kenapa nggak yang lainnya ja, misalnya ja coklat atau apa gitu. Masak penjual bunga diberi bunga sama orang lain. Tetapi memang ku akui dia pandai dalam merangkai kata-kata, seperti dia tahu begitu banyak tentang ku. Seperti pernah bertemu dan ngobrol sama aku. Sudah ku baca berulang kali namun tidak ku temukan petunjuk satupun. Hingga tiba waktu ku menutup toko. Ku tinggalkan bunga dan surat itu di atas meja kerja ku.
Malam itu aku tetap terjaga dengan gelisah. Ku bolak balikkan tubuh ini, dan ku coba pejamkan mata ini. Tetapi mata ini tidak mau tertutup dengan tenang. Dan aku beranjak dari peraduan ku, ku teguk segelas susu putih hangat. Lalu ku bawa kaki ini ke peraduanku, hingga aku terbuai ke dalam mimpi. Dalam mimpi itu aku bertemu dengan laki-laki yang tampan bagai nabi Yusuf a.s, dia datang membawa sebuah surat dan bunga lily untukku. Dalam mimpi terasa begitu nyata dengan kelembutan wajahnya, seakan-akan dia adalah pemuda yang di kirim Allah untukku. Dan semua mimpi itu sirna dengan datangnya fajar.
Meskipun hari masih pagi, aku tak mau bermalas-malasan ku kayuh sepeda ku dengan sekuat tenaga. Sesampainya di depan florist ku temukan setangkai bunga lily dengan sepucuk surat yang indah dalam peraduannya. Ku parkir sepeda ini, lalu ku baca surat itu di depan meja kerja ku.
Dear Syifa
Assalamu’alaikum w.w
Dengan basmalah ku tulis dan ku kirim sepucuk surat ini untukmu
Aku yang selalu mengagumimu dalam setiap rangkaian bunga yang kau rangkai
Aku yang selalu mengagumimu dengan kelembutan bahasamu
Aku yang tak mampu berterus terang kepadamu tentang apa yang ku rasa
Tentang rasa yang datang karena Sang Pencipta rasa ini yang menjatuhkannya
Yang mampu merubahku menjadi makhluk-Nya yang lebih baik dari waktu dulu
Ku kumpulkan keberanianku tuk mengungkapkan rasa yang tertanam dalam singgasana hati
Dengan setangkai bunga lily bersama surat ini.
Wassalammu’alaikum w.w
From, Pemilik rasa ini
Ku mulai menerka nerka siapa pengirim surat ini, dan tertuju pada sosok dia pelanggan setia ku. Oh.........tapi tidak mungkin, dia terlalu sempurna untuk bisa melihat ku dengan semua rasa yang selama ini ku pendam. Tinggallah di sini aku dengan harapan yang tak berujung balasan. Ku sudahi ratapan ini, ku buka toko bunga ini dan ku lihat mobil yang sudah bertengger di depan florist. Dengan penuh bunga mawar merah menghiasi mobil itu dan ku lihat serangkai bunga lily putih yang merenggut perhatianku di atas mobil itu. Kaki ini melangkah dengan sendirinya keluar dari florist. Tepat di depan mobil itu ada sepucuk surat untuk ku. Tak lama kemudin ku melihat semua karyawan ku berkumpul mengelilingiku dengan membawa bunga lily putih.
Dengan berdandan layaknya karyawan dan menyatu dengan karyawan lainnya. Dengan satu persatu mereka memberikan bunga lily yang mereka bawa, dia mengambil rangkaian bunga lily putih yang bertengger di atas mobil. “ Syifa maukah engkau menjadi makmum ku? Dalam sisa hidup ini...” . Aku terpaku seperti mimpi yang ku kira tak pernah menjadi nyata. Ya....Rabb jika Engkau yang telah membawanya kepadaku maka ijinkanlah kami menyatukan tali silaturahmi ini. Dengan bismillah ku terima lamarannya untuk dia menjadi mahromku.