18. Pulang Adalah Padamu

4.3K 518 188
                                    

"Kunamai kau rumah, bukan sekadar singgah. Kaulah pulang dari segala datang."

Abraham menatap Galih yang berdiri di ujung pintu. Dia menutup map yang berisi laporan keuangan perusahaan. Kalau Galih sudah mengunjunginya begini, pasti ada hal penting yang sedang terjadi. Apalagi wajah kusut itu terlihat jelas. Abraham menyilakan duduk.

“Jao memang sialan! Otaknya itu terbuat dari apa sih? Gue heran.” Galih sudah mengomel panjang tentang Jao. “Lo tahu proyek kawasan Bandung Teknopolis? Gue punya lahan di Rancaekek. Rencananya, mau gue buat perumahan. Lo bisa bayangin berapa keuntungan lima atau sepuluh tahun yang akan datang. Tapi, Jao tiba-tiba datang. Dia menawar tanah gue di sana. Gue udah pasang harga tinggi, dia nggak gentar sama sekali. Sialnya, gue nggak bisa berkutik ketika dia mengancam akan menghentikan kucuran dananya untuk proyek di Kepulauan Seribu.”

Abraham terkekeh, “elo akhirnya menjual tanah itu karena takut proyek yang sudah finishing 50% itu gagal. Benar?”

Galih mengumpat lagi, “ketika gue tanya apa motivasinya melakukan ini, dia bilang begini, ‘Galih, manusia selalu dipenuhi sifat rakus dan tamak pada harta. Jika sudah mendapat satu gunung emas, maka ingin gunung emas kedua.’ Elo tahu, selain merampas kesempatan emas milik gue, dia juga menjejali gue dengan ceramah-ceramahnya yang membosankan.”

“Tenang, kita akan memberi pukulan telak.” Abraham menepuk pundak Galih. Rencana-rencana baru memenuhi kepalanya.

“Caranya?” Galih memicingkan mata, kesal. Di saat tanahnya melayang hanya untuk habitat Blekok, Abraham menyuruhnya tenang. Dia ingin mencekik Jao, bukan diam saja seperti sekarang ini.

Senyum Abraham mengembang, mengetukkan penanya sekali pada permukaan meja.

“Jangan lupa, kesepakatan kita. Gue butuh bukti valid kalau Kejora memang menginginkanmu. Bukan bukti yang mengada-ada atau elo memanfaatkan kelengahannya. Gue pengin, dia dalam keadaan sadar,” Galih sudah melepas salah satu proyeknya di Bandung karena Jao, untuk alasan menjaga keseimbangan ekosistem, kali ini dia tidak akan merelakan apartemennya dimiliki orang lain. Selain itu, jika Abraham gagal, dia akan punya saham di Unilever tanpa susah payah dan mengeluarkan dana. Hei, dia bukan pria lugu dan gampang dimanfaatkan. Sebaliknya, Galih sangat cerdas mengambil keuntungan, benar?

“Apa yang kalian rencanakan?”

Suara itu nyaris membuat Galih terjatuh dari kursinya.begitu juga Abraham. Mereka menatap pria yang tiba-tiba muncul dan mendengar obrolan mereka. Pria yang sama dengan yang mereka bicarakan. Jao tersenyum miring sembari berjalan menghampiri dua orang yang selama ini ia anggap sahabat. Dua orang yang cukup dekat bukan atas alasan bisnis, keuntungan, atau hal lain yang bersifat materi. Tapi, dua sahabat yang mengkhianatinya. Sekaligus. Amarah menyuruhnya datang dan menghajar mereka. Barangkali pukulan-pukulan mampu memberi pelajaran jera. Namun, kekerasan bukan solusi. Banyak masalah yang bertambah rumit karena penyelesain yang keliru.

Jao berhenti tepat di depan meja Abraham, “akan kuperbaiki pertanyaanku. Sebulat apa tekad kalian menghancurkanku?”

Abraham masih mengamati, begitu pula Galih. Dua pria itu sedang mengira-ngira apakah Jao memang tahu rencana mereka untuk menghancurkan Jao. Atau Jao sedang bercanda seperti biasa.

“Aku dan Hye Jin memutuskan untuk berpisah beberapa hari sebelum akad nikah kami. Dia mengaku hamil anakmu, Abraham, dan dia tidak ingin menipuku atas hubungan palsu. Dia tidak memiliki perasaan padaku. Hubungan yang ia jalin denganku hanyalah upayanya untuk mendekatimu. Tetapi, dengan tanpa malu dia kembali datang berkat bantuan Kejora dan istriku yang lugu itu mempercayai bahwa Hye Jin hamil anakku.” Jao berhenti dengan mata menajam. Dengan mata itu pula ia telah menguliti keberanian Abraham. Galih sudah gemetar di tempatnya. Tanpa dia duga, rencana Abraham hanya serupa fatamorgana. Begitu indah dalam dendamnya, namun menyeramkan dalam nyatanya. “Ah, sebenarnya bukan itu poin pentingnya. Hasud itu lebih mengerikan daripada dendam. Karena sikap itu sudah membuatmu salah perhitungan. Kau berpikir untuk menghancurkanku?” Jao tertawa, membuat udara di sekitar berubah kering dan terik. Galih pikir saat Jao berhenti tertawa, suasana mencengkram akan berubah sedikit bersahabat. Tapi dugaannya keliru, saat hening dan Jao tak bersuara, ruangan kerja Abraham telah berubah menjadi hutan angker yang dihuni hantu apa saja. Benar-benar mengerikan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pria Gerhana Yang Membawa Cinta Untuk SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang