6. Under the Rising Sun

473 110 16
                                    

Matthias mengunci Eleanor di kamarnya. Setelah kejadian tangis menangis yang dilakukan oleh Eleanor malam itu, Matthias memilih untuk meninggalkannya sendiri, tidak lupa mengunci pintu kamarnya dari luar.

Sesuai janjinya, ia kembali ke ruang utama di istana hanya untuk menemukan Fabien yang telah bertekuk lutut di hadapan Edgar.

Tangan Edgar bertengger di leher Fabien, mencekiknya, namun sepertinya Fabien diam saja tak bergeming.

Jujur ia tidak menyangka Fabien akan mengalah semudah itu, tapi kemudian Kevin menghampirinya, membisikkan sebuah kalimat yang membuatnya memahami situasi janggal itu.

"Ethan's under my spell. He won't breath until I said so, Fabien percaya kalau Ethan sudah mati walaupun tadi sempat memberontak, jadi dia terpaksa menuruti kehendak Edgar, demi keberlangsungan kerajaan Wolfgang katanya, ironis sekali," ujar Kevin terkekeh. Matthias mengangguk, ia tidak melihat tubuh Ethan maupun Hayden di ruangan itu. Sepertinya anak buah Edgar yang lain sudah lebih dulu mengurus mereka.

"Dimana Eleanor?" Tanya Jacob yang menepuk pundak Matthias.

"Aku menguncinya di kamar, dia bisa saja kabur jadi aku memilih untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan," ujar Matthias.

"Kalian sudah mengurus mereka?" Tanya Matthias.

"Sudah, ternyata tidak banyak yang memilih untuk dibuang bersama Ethan–" ucapan Jacob terputus.

"Hahah! Tentu saja, siapa yang rela diasingkan seperti itu hanya untuk menunjukkan loyalitas," Kevin menyela ucapannya, lagi lagi dengan kalimat yang pedas.

"Siapa saja yang akan dibuang?"

"Tentu saja Ethan, Hayden, Charles, dan– ah, iya! Adik adik kecilmu juga memilih untuk pergi bersama Ethan! Astaga bodoh sekali hahahahah!" Ujar Kevin terbahak.

"Samael dan Eric?" Matthias memastikan.

"Siapa lagi, bodoh!" Kevin mendengus.

Tidak, Samael dan Eric bukan adik kandungnya. Matthias kebetulan bertemu dengan mereka ketika pelatihan prajurit dan mereka termasuk prajurit yang paling muda diantara yang lainnya. Ia menganggap mereka seperti adiknya sendiri, ia berpikir bahwa biarpun mereka termasuk golongan prajurit yang terpercaya kemampuannya, namun dua bocah itu tetap saja anak kecil, tidak seharusnya mereka repot-repot berjuang mempertaruhkan nyawa demi kerajaan.

"Dimana kalian menyekap mereka?" Matthias menatap Kevin, terdapat kilatan emosi di sorot netranya namun Kevin tidak dapat menangkapnya.

"Jangan bertindak bodoh, Matt," desis Jacob.

"Tidak aku hanya ingin memastikan sesuatu, dimana mereka?"

"In the dungeon," Kevin menaikkan bahunya acuh sementara Matthias pergi meninggalkan mereka berdua untuk menuju ke penjara bawah tanah tempat kawan-kawannya menyekap Samael dan Eric.

Tidak, ia tidak berniat untuk membebaskan mereka karena sekarang dirinya dan kedua 'adiknya' itu sudah berada di pihak yang berbeda.

Matthias mengintip dari sela-sela jeruji tebal yang mengunci mereka.

Semuanya masih dalam keadaan pingsan, yang sudah jelas disebabkan oleh mantra yang diberikan oleh Kevin. Matthias menghela nafasnya, pada akhirnya ia harus melawan kedua 'adiknya' jika mereka berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan rencana Edgar.

Ia hanya duduk terdiam di depan jeruji tebal, menatap Samael dan Eric yang masih dalam keadaan tidak sadar. Sudah hampir tiga jam ia duduk di sana tanpa melakukan apapun, hanya sesekali menghela nafas berat. Sampai akhirnya Jacob tiba-tiba datang, membuat Matthias menoleh ke arah pintu kayu berat nan tebal yang mengunci penjara bawah tanah ini.

"Sebentar lagi matahari terbit, sudah waktunya membawa mereka pergi," ujarnya.

Matthias hanya mengangguk, mau bagaimana lagi? Ia cuma bisa menuruti perintah Edgar.

Tak berapa lama muncul beberapa prajurit kerajaan yang memilih untuk berpihak pada Edgar. Mereka membantu Matthias dan Jacob untuk membawa para tahanan yang sudah mulai tersadar karena efek mantra Kevin sudah mulai hilang. Para tahanan tampak linglung saat para prajurit menutupi wajah mereka menggunakan kain hitam yang tebal, mencegah mereka untuk melihat dunia luar.

Para prajurit memaksa mereka berbaris kemudian mengikat tangan mereka semua ke depan menggunakan satu tali, mencegah mereka untuk kabur.

Sebelum corak hijau kebiruan muncul dari ufuk timur diikuti warna jingga penanda matahari mulai terbit, para prajurit dan tahanan sudah berada setengah perjalanan menuju tempat pengasingan.

Ethan memimpin di barisan terdepan, diikuti oleh Charles, Samael, Eric dan beberapa prajurit lain yang memilih untuk menunjukkan loyalitasnya kepada Ethan. Hayden berada di barisan paling belakang, luka bekas tebasan pedang di belakang lututnya sama sekali belum sembuh, ia kesulitan berjalan biarpun lukanya sudah dibalut kain guna menghambat pendarahan.

Mereka terus berjalan dan berjalan sampai akhirnya mereka tiba di sebuah lahan luas yang kosong di tengah hutan.

Tanpa perbekalan apapun, Ethan beserta prajuritnya ditinggalkan begitu saja di sana. Masih dalam keadaan tangan terikat satu sama lain, hanya saja sudah tidak ada kain hitam yang menutupi wajah mereka.

Hanya ada sebilah pisau yang Ethan sembunyikan di dalam sepatunya. Dan benda itu sangat membantu, ia melepaskan ikatan prajuritnya terlebih dahulu menggunakan pisau itu dengan kedua tangan yang masih terikat, setelah itu Charles melepaskan ikatan tangannya.

Ia mendapati pisau itu tergeletak di dekat kakinya sesaat sebelum para prajurit menarik mereka secara paksa untuk dibariskan dan diikat. Ia memastikan tidak ada yang memperhatikannya sebelum menyembunyikan pisau itu didalam sepatunya.

Sebuah pisau berukuran tidak terlalu besar dengan ukiran indah huruf M di ujung gagangnya.

Sebuah pisau berukuran tidak terlalu besar dengan ukiran indah huruf M di ujung gagangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ethan terduduk, menumpukan kepalanya di telapak tangan, tampak frustasi.

Hari itu, disaat matahari mulai terbit, Ethan berteriak sekencang-kencangnya. Meluapkan segala emosi yang ia pendam.

Hari itu, disaat matahari mulai terbit, Ethan kehilangan takhtanya, kekuasaannya, kerajaannya, dan juga istrinya.

Hari itu, disaat matahari mulai terbit, upacara penobatan untuk Edgar mulai dipersiapkan.

Hari itu, disaat matahari mulai terbit, bulan dengan cahayanya yang lembut tenggelam, menghilang di sisi lain bumi, tergantikan oleh cahaya matahari yang memancarkan warna jingga dengan sombongnya.

Hari itu, disaat matahari mulai terbit, bulan dengan cahayanya yang lembut tenggelam, menghilang di sisi lain bumi, tergantikan oleh cahaya matahari yang memancarkan warna jingga dengan sombongnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Full Moon • The Boyz [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang