Lonely
PART : 06•••
Ada begitu banyak hal rumit yang sulit untuk dipahami.
Dulu, yang Suji tahu hanya belajar. Membuat orang tua bangga. Dia sadar, ibunya merupakan seorang CEO ternama. Dan dia tak ingin jadi bodoh. Suji tidak mau menjatuhkan nama keluarga hanya karena nilainya rendah di sekolah.
Kala itu dirinya telah menginjak sekolah dasar. Selepas penerimaan raport, Suji melihat teman-temannya tertawa dengan orang tua mereka. Pujian, kecupan, usapan kepala diberikan oleh ibu atau ayah mereka. Dia dapat mendengar kalau para orang tua mengajak anaknya makan eskrim. Namun satu yang ingin Suji tahu,
Kenapa dia tak mendapatkankannya?
Dia juara kelas. Rangking satu dengan catatan kelakuan yang baik.
Tapi ibunya pergi terburu-buru. Beliau hanya pamit dengan permintaan maaf sebab bilang ada jadwal penerbangan selepas itu. Hal yang membuat hati Suji retak. Namun dia menerima dan mengangguk pelan. Dia diam, semuanya baik-baik saja.
Tahun berikutnya, Suji kembali menempati rangking pertama. Namun yang membuatnya tak merasa puas adalah, ibunya tak ada disampingnya. Beliau harus mengurus pekerjaan di luar negeri. Suji ditemani sang kakak. Dia diam, semuanya baik-baik saja.
Kehadiran Taehyung, sedikit banyak membuatnya cukup senang. Kakaknya selalu mengajak Suji nonton film sembari menikmati popcorn di ruang keluarga pada malam minggu. Saat nilai Suji bagus, Taehyung akan mengajaknya jalan-jalan atau membeli pakaian dan sepatu baru. Lelaki itu juga rajin mengantar jemput Suji ke sekolah.
Taehyung membuatnya lebih berwarna.
Tetapi, ketika kakaknya menginjak usia 20 sebagai anak kuliah, Taehyung mulai tahu memperbaiki penampilan. Pemuda itu mengubah gaya rambut, membeli banyak pakaian keren, mobilnya kini Range Rover putih. Dan Suji baru menyadari rupanya Taehyung keren dan setampan itu. Lelaki tersebut punya banyak teman, para wanita mendekatinya. Yeah, tak masalah. Lagipula Taehyung tak akan melupakannya. Tidak, tidak akan.
Atau, belum.
Taehyung bercerita, dia mengenal seorang wanita. Cantik, dengan surai panjang menutup punggung. Namanya Roseanna Park. Orang-orang menyebutnya begitu sebab Rose pernah tinggal di Australia. Suji tak keberatan. Lagipula dia turut senang kakaknya bisa menjalin kasih.
Hanya saja, segalanya berbeda sejak itu. Taehyung mulai jarang menghabiskan waktu dirumah. Tak ada lagi movie night di hari sabtu. Tak ada lagi jalan-jalan, lelaki itu selalu lupa menjemputnya. Suji mencoba mengerti. Minggu pertama, minggu kedua, dan sebulan penuh gadis itu merasakannya. Dia diam, semuanya baik-baik saja.
Tidak, itu tidak benar.
Katakan padaku, apa kau pernah membohongi dirimu sendiri?
Karena nyatanya, Suji menangis seorang diri di kamar. Suji kesepian ketika makan sendiri. Suji selalu mengguyur diri dibawah shower berjam-jam untuk meluapkan rasa stressnya. Nilainya yang terbaik di sekolah, namun Suji merasa tolol di bidang perasaan sebab menipu pantulan diri di cermin. Dia diam, namun dia tidak baik-baik saja.
Kanapa? Kenapa dunia begitu tidak adil?
Hal buruk pertama, adalah perceraian orang tuanya. Selanjutnya ibunya pindah, pergi, tak lagi disisinya. Dan seolah belum cukup, kini kakaknya tak lagi punya waktu untuknya. Satu-satunya teman Suji hanya Hana, namun gadis itu punya banyak kesibukan. Ia memiliki jutaan penggemar. Hana punya jadwal latihan dan rekaman yang padat, hingga waktunya dengan Suji tak bisa sebanyak yang dia harap.
Semua orang pergi, meninggalkannya sendiri.
Apa kau pernah merasa tak diinginkan? Tak diperlukan? Tak kasat mata?
Sebab kebohongan Taehyung tempo hari membuat Suji tak lagi bisa percaya pada apapun.
"Kau tahu apa yang lucu?" Bibirnya mengulas senyum. "Kakak terlalu sering berkata maaf."
Taehyung sudah lupa kapan terakhir kali melihat adiknya tersenyum. Dan saat ini, senyuman Suji mengembang pada kondisi yang salah. Dia bisa merasakan getir pada sang adik. Maka Taehyung mencoba menjelaskan.
"Suji, kemarin—"
"Kemarin kau pergi dengan kekasihmu. Kalian berjalan-jalan dan makan daging panggang bersama. Aku tahu."
Taehyung tercekat. Mendengar hal itu dari bibir Jimin terasa rupanya sangat berbeda jika Suji mengucapkannya secara langsung. Itu membuat Taehyung merasa brengsek.
"Rose ingin aku menemaninya. Aku sudah berjanji, dan—"
"Oh, begitu?" Sebelah alis terangkat. "Kau telah berjanji?" Suji menunduk sesaat, tawanya mengudara. Namun beberapa detik selepanya dia mendongakkan wajah tanpa raut.
"Aku—"
"Kau, mencintai kekasihmu. Aku tahu." Kepala mengangguk pelan. "Kau tak bisa mengabaikannya. Aku tahu. Kakak juga tak akan mengingkari janji sebab tidak ingin membuatnya kecewa. Aku tahu."
Jeda, Suji membuang pandangannya sesaat. Suaranya bergetar ketika berkata, "Dan aku tak lebih penting dari kekasihmu. Aku tahu."
Taehyung terkesiap. Dia menggeleng cepat. "Tidak Suji, itu tidak benar." Tangan Taehyung terangkat, menangkup kedua pipi adiknya. "Jangan pernah berpikir begitu, aku menyayangimu!"
Suji merasa tercekik mendengarnya. Kakinya goyah, hatinya sesak. "Aku juga kak." Suji menarik tangan Taehyung dari wajahnya.
"Namun kau pergi begitu saja. Dulu, aku cukup baik saat kau disisiku. Kehadiranmu membuatku merasa berharga." Air mata jatuh membasahi pipi Suji. Bibirnya gemetar. "Namun itu dulu, karena seiring waktu berjalan aku tak lagi merasa kau membutuhkanku. Maksudku—lihat kita. Kita seperti dua orang asing yang tinggal di bawah satu atap. Sarapan tanpa suara, tak lagi saling menyapa ketika berpapasan, dan aku tak lagi mampu mengingat kapan terakhir kali kita menonton bersama seperti yang selalu kita lakukan dulu."
Ada jeda yang diisi keheningan.
Suji mengusap air matanya. "Aku tak bisa memberi maaf secara terus-menerus. Aku tak bisa memberi kepercayaan yang selalu diabaikan. Aku tak lagi dapat tersenyum saat sakit mendominasi perasaanku. Aku—" Napasnya tercekat. "Aku tak bisa melihatmu untuk saat ini. Kumohon biarkan aku sendiri."
Taehyung terhenyak. Suji? Tak ingin di dekatnya?
Tidak, Taehyung menggeleng keras. "Suji, tolong jangan begini. Maafkan aku."
Suji hendak pergi, namun Taehyung kembali mencekal tangannya. Gadis itu menggeleng pelan. "Tidak, kumohon."
"Suji, jangan begini sayang."
"Please?"
"Suji-ah—"
"Tolong."
Taehyung menyerah. Tangannya perlahan merosot dari lengan Suji. Pada detik yang sama, adiknya berjalan cepat menaiki tangga. Suara pintu menutup adalah yang terakhir bisa didengarnya.
Ponselnya berbunyi. Nama Rose terpampang disana.
Seseorang, katakan. Apa yang harus Taehyung lakukan?
Atau tepatnya, hati mana yang harus dia jaga?
TBC
udah, gitu aja
–V–
KAMU SEDANG MEMBACA
Lonely [end•]
RomanceAda begitu banyak hal rumit yang sulit untuk dipahami. Katakan padaku, apa kau pernah membohongi dirimu sendiri? ♡ ××× Ps; saya tidak mengambil keuntungan apapun dalam membuat cerita ini. Pss; bahasa baku dan teratur. Psss; tidak menerima plagiat...