Lonely
PART : 10•••
Mobil sedan itu berhenti tepat di depan gedung. Suji keluar dari dalamnya. Ini sudah pukul 9 malam, dan keduanya baru pulang dari mall. Jalan-jalan mereka tadi, diakhiri dengan makan ice cream bersama.
"Terimakasih atas waktunya hari ini." Zeyu tersenyum didalam mobil.
Suji terdiam sejenak. Bukankah seharusnya dia yang berterima kasih sebab ditraktir hari ini? "Ya, tak masalah." Zeyu mengulurkan sesuatu dari jendela yang terbuka. Suji menerima dengan alis tertukik bingung. "Jepit rambut?"
Yah, itu jepitan merah berbentuk pita. Penyebab dari hal memalukan di mall tadi. Tolong, Suji ingin menghapus itu dari memorinya.
Zeyu mengangguk, "Aku serius saat bilang itu cocok denganmu. Jadi, kusempatkan untuk membelinya tadi."
Ah, begitu. Dia tak memperhatikan.
"Sampai jumpa." Zeyu melambaikan tangan pelan, masih dengan senyum.
Suji tak membalas. Rautnya datar, namun ada sedikit senyum mampir di ranum. Dia berbalik, hendak melangkah masuk menuju kedalam gedung. Namun sekali lagi berbalik saat suara lelaki itu terdengar.
"Besok.. kau mau? Maksudku yeah—" Zeyu menggaruk tengkuknya. "Soal ajakan jogging pagiku tadi."
Suji diam, berpikir sejenak.
"Entahlah." Dia mengendikkan bahu sekilas, lalu berbalik. "Aku tak begitu yakin. Nanti kukabari."
Zeyu tersenyum. Matanya mengawasi dari jendela mobil, ketika Suji berjalan masuk kedalam gedung.
Bibirnya terbuka, tawa kecil mengudara. Lelaki itu menepuk dahi. "Sesulit itukah untuk berkata iya?"
__________
Begitu melangkah masuk, nampak Taehyung yang tengah duduk bersandar di sofa ruang tamu. Suji meletakkan sepatunya dengan rapi di rak, sebelum mendekati kakaknya.
"Sudah pulang?" Taehyung bertanya, sambil meliriknya sebentar. Dari suara tembakan, Suji langsung tahu pemuda tersebut sibuk main game. Tidak tahu apa, yang jelas game itu sedang sangat trend di AppStore.
Suji mengangguk tanpa suara. Tangannya membuka kantongan yang tadi ia bawa. Disodorkan ke Taehyung.
"Oh, apa itu?" Dia bertanya, sesekali melirik. Namun mata dan jemarinya lebih banyak fokus ke layar pintar di tangan. Takut kalah.
"Kentang goreng." Jawab Suji pelan. Dia meletakkan di meja depan mereka. Melirik TV yang menyala, ada saluran kartun yang tayang disana. Pantas saja tak ditonton. "Teringat, kakak suka itu. Jadi aku mampir dan membeli."
Taehyung berbalik dan tersenyum kotak. Gamenya total terabaikan. "Astaga, aku terharu."
Suji tersenyum tipis, lalu memutar bola mata jengah. "Terserah katamu."
Taehyung tertawa pelan. Tangannya mencomot sepotong kentang. Mata melirik jam dinding, "Sungguh, aku tak sangka kau akan pergi selama ini."
Suji bersandar pada sofa. "Aku bukan anak kecil, memang apa yang kakak takutkan?"
"Bukan, maksudku—" Taehyung mendekatkan wajah. Alisnya naik turun jahil. "Lelaki mana yang berhasil mendekati adikku?"
Gadis itu mendengus pelan. Merogoh tas, lalu mengeluarkan ponsel dari sana. "Tidak seperti itu. Kami hanya—" Terdiam sejenak, Suji mulai berpikir. Dia dan Zeyu apa? Teman? "Entahlah, aku juga tak mengerti."
"Hah? Apanya?" Taehyung mengeryit keheranan. Suara tembakan membuatnya terkaget, sebelum dengan cepat menatap ponsel di tangan. Dia knock. "Ahh, sial." Umpatnya pelan.
Tanpa sadar, Suji tertawa kecil melihatnya. Astaga, kelimpungan gara-gara game.
Dasar lelaki.
__________
Yu Zeyu kalang kabut.
Dia sudah persis orang tolol kasmaran. Gundah gulana. Di ranjang, berbaring menatap langit-langit kamar.
Lee Suji memenuhi semua ruang di kepalanya. Matanya yang bulat, bibir merah basah, cara menatap, bulu mata seringan kapas terlihat indah ketika berkedip, intonasi tenang, dipadu dengan wajah rupawan. Segala berputar di memori Zeyu seperti kaset rusak.
TIDAK BISA!
Ini gila sob.
Awalnya Zeyu hanya ingin mencari tahu. Namun perkataan Minjae di kantin tempo hari benar. Semakin banyak kau mengorek, semakin dalam kau jatuh. Dia terlalu antusias mendekati Suji. Tanpa sadar, sebuah tali mengikatnya sangat kuat. Dia terjerat. Zeyu jatuh hati.
Suji sangat berbeda.
Dia tidak akan melirik padamu hanya untuk satu senyuman. Dia tidak akan memberi kepercayaan, untuk satu kebaikan. Dia tak akan berucap iya, jika merasa belum saatnya. Semakin banyak gadis itu menolak, semakin besar keiinginan Zeyu untuk memilikinya. Dia penasaran.
Debaran anomali itu mulai ada.
"Aku pasti sudah sinting. Bagaimana bisa senyumnya membuatku kacau?!" Zeyu berteriak, lalu mengacak rambutnya.
"Heh, ge. Kau kenapa?"
Secepat kilat, dia berbalik. Adiknya sudah berdiri di depan pintu dengan komik di tangan. Mata Zeyu melebar.
"Sejak kapan kau disana hah?"
Zeya mengendikkan bahu. "Sejak tadi. Sejak kau terus merubah posisi tidurmu, duduk, berbaring, duduk, berbaring lagi, tengkurap, dan berteriak sendiri seperti pasien rumah sakit jiwa." Ucapnya sarkastik. "Kau kenapa? Apa saat jalan-jalan tadi kepalamu terbentur sesuatu dengan keras?"
Bangsat.
"Diam kau! Aku sedang malas adu mulut dengan burung beo."
Zeya tergelak keras. Tawanya terdengar menyebalkan di gendang telinga kakaknya.
"Tunggu, tapi serius. Gege kenapa?" Kali ini, dia serius bertanya. Penasaran juga omong-omong. "Apa seseorang membuatmu tertarik?"
Zeyu melirik adiknya sekilas, sebelum menatap lampu kecil di nakas. Kenapa juga tebakan Zeya harus tepat sasaran? "Jangan banyak tanya. Keluar sana! Aku mau tidur."
Zeya mencebik. "Dasar kejam." Dia berbalik begitu saja.
"Hoi, tutup pintunya!"
"Tidak mau, tutup saja sendiri."
"ZEYA!"
TBC
:))
–V–
KAMU SEDANG MEMBACA
Lonely [end•]
RomanceAda begitu banyak hal rumit yang sulit untuk dipahami. Katakan padaku, apa kau pernah membohongi dirimu sendiri? ♡ ××× Ps; saya tidak mengambil keuntungan apapun dalam membuat cerita ini. Pss; bahasa baku dan teratur. Psss; tidak menerima plagiat...