5

2K 406 48
                                    

Mereka semua sangat terkejut dengan kejadian seperdetik lalu itu.

"Anjir, Fis. Untung kagak noleh tadi kepala lo."

Alen dan Adrian yang mulai kesal pun berdiri dan mengumpat.

"Apaan lagi ni anjing!"

"Siapa sih yang ngelempar!"

"Woy! dimana lo, kaga usah ngumpet lo!"

"Kenapa mesti pisau sih?!"

Sedari tadi Adrian dan Alen celingukan sana sini untuk mencari pelaku yang hampir menghilangkan nyawa temannya. Kedua bocah itu tidak bisa diam, karena mereka yakin ini ulang manusia.

"Fis, lo kaga kenapa-napa kan?"

"Kan, ini semua nggak bener, ada yang nggak beres."

Setelah itu Alen dan Adrian kembali bergabung karena tak ada hasil dari pencariannya. Setelah itu Arkan mengambil pisau yang tergeletak di tengah-tengah mereka.

Namun saat pisau itu sudah berasa di tangan Arkan, "Ntar deh, Len. Itu lengan baju lo kok merah?"

Semua pasang mata pun langsung beralih menatap Alen dan beralih ke lengan bajunya yang sudah merah.

Alen yang saat ini sedang mengenakan hoodie warna putih, lantas menggulung lengan hoodie nya ketika mendengar teguran Hafis. Jujur, ia juga bingung kenapa jadi memerah.

"Aduh! perih banget!"

Semua pun kaget saat tau jika noda merah tadi adalah darah dari luka sayatan di lengan Alen. Lebih kagetnya, ia baru merasakan perih saat menyadari lukanya sendiri.

"Lah lu kok ngerintihnya telat anjir?"

"Bentar gua ambil tas gua dulu."

"Ahh bang, sakit banget sumpah, dari tadi gue juga nggak ngerasain apa-apa, perihnya waktu udah gue buka nih, aaaaaaaa!"

Semua terdiam sibuk dengan asumsi masing-masing. Disusul Adrian yang sudah tiba dengan tasnya, ternyata dia juga membawa perlengkapan P3K.

"Sayatannya nggak dalem kok, tapi panjang banget ini buset."

"Eh, dri..."

"Ha?"

Awalnya hanya Alen yang terkejut, namun saat Refan memanggil, bocah itu langsung menoleh dan itu sukses membuat semua melotot tak percaya.

"Kenapa bang?"

"Jidat lo kesayat juga bego!"

Dan setelah Hafis mengatakan itu, Adrian reflek meraba dahinya dan,

"Aduhh! Perihh!"

***

"Kita pulang aja."

"Sekarang?"

"Iyalah bego, ya emang lo mau kena hal misterius lagi, serem banget ih."

"Bener juga."

"Eh bentar deh."

"Paan lagi?"

Refan memotong ucapannya dan malah celingukan, jelas itu mengundang penasaran semua orang.

"Nenek lu mana, Kan?"

Sontak kelima laki-laki yang barusan mendengar pertanyaan Refan pun tersadar dan kaget, termasuk Hafis yang pergerakan tangannya ikut berhenti mengobati luka di dahi Adrian.

Benar juga bagaimana tidak sedari tadi mereka berembuk, rumah menjadi sepi seperti tak ada tanda-tanda kehidupan kecuali mereka berenam.

Jangan tanya keadaan Arkan saat ini, jelas ia stress karena semua terasa asing baginya. Terlebih lagi ia tak pernah mempercayai hal-hal mistis seperti ini.

"Kan, jangan-jangan ini semua ngga asli."

"Lo ngomong apasih!"

"Iyanih bang Hafis sembarangan."

"Kok nggak ada sinyal sih?!" Celetuk akmal kesal sendiri.

"Lah, lo ngapain?"

"Ini niat gua tadi mau nelfon polisi, tapi nggak ada sinyal."

"Lah masa sih?"

Lantas semua juga mengecek ponsel masing-masing, berbeda dengan Adrian yang malah heboh sendiri.

"Eh bang, hp gue kok nggak ada ya?"

"Udah lo cari belom?"

"Udah!"

"Di tas deh di tas coba."

"Udah bang, ish."

"Tapi tadi pagi lu bawa kan?"

"Bawa lah bang, gila kali gue ninggalin hp."

Di saat semua bingung, apalagi ditambah Adrian yang udah panik dan rewel banget, tapi celetukan Refan bisa nngontrol situasi di situ.

"Dri... itu hp lo bukan tuh?"

Grandma House ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang