Bunga-bunga cinta

469 33 4
                                    

Fika membuka mata, dan melihat jam yang berada di atas nakas. Jarum pendek menuju pada angka 17.30. Fika bergegas mandi setelah tertidur cukup lama.
Fika membuka pintu kamarnya dan berjalan menuju dapur untuk membuat menu makan malam.

Fika memakai apron dan mulai menyalakan kompor, meletakkan panci untuk membuat sop daging. Fika, kemudian membuat empal jagung dan oseng sawi, tidak lupa ia juga membuat sambal.

Setelah semua selesai, Fika menata di atas meja.

Pukul 19.05, Fika duduk di kursi untuk bersantap makan malam namun Aditia dan Ranaya belum juga muncul untuk makan malam.

Fika pun bergegas menuju kamar Ranaya, dan ia pun mendengar suara Aditia yang sedang mengajari Ranaya untuk mengaji. Sunggu keluargka yang harmonis, meski tanpa cinta bukan? pikir Fika. Fika segera mengetuk pintu dan memberi tahu bahwa makan malam sudah siap, ia hanya memberi tahu dari luar pintu dan tidak ingin menyaksikan kehangatan keluarga baru di dalamnya.

Fika duduk di meja makan, dan mengambil SOP dengan sambal yang melimpah. Ia ingin meluapkan gejolak hatinya dengan menikmati sambal.
Aditia datang dengan Ranaya, Aditia menyiapkan Ranaya tempat duduk dan Mengambil makanan.

" Tak perlu repot bang, biar Ranaya sendiri yang ambil". Ranaya tak enak diperlakukan demikian di depan Fika, meskipun Fika tampak santai. Tapi ia juga perempuan sangat tahu isi hati yang berbanding terbalik dengan perilaku.

"Kau belum terbiasa Ranaya" Jawab Aditia dengan santai.

Aditia pun duduk di kursinya, mengambil nasi, ampal jagung, oseng sawi, menyiram kuah sup ke dalam piringnya. Aditia sangat menikmati makan malamnya, tanpa peduli kedua istrinya yang masih canggung.

"Terimakasih, Fika. Masakannya enak sekali". Aditia kembali mengambil nasi dan SOP daging serta empal jagung yg hanya tersisa satu.

"Sama- sama mas". Jawab Fika

" Terimakasih ya mba" Ranaya juga berucap.

"Tidak masalah. Oh y mas, Fika beberapa hari ke depan ingin berlibur sama teman- teman. Jadi nanti kalau mau masak di kulkas sudah ada stok makanan. Atau kalau mau simpel beli saja di luar".

" Berapa lama". Tanya Aditia

"Mungkin empat hari, karena kami sekaligus ingin reunian" jawab Fika

"Ok, nanti biar saya tranferkan uang untuk biaya kamu liburan"

***

Pagi sekali Fika, sudah siap dengan kopernya. Fika melihat Ranaya sedang  sarapan Dengan Aditia. Dia tidak berpamitan langsung munuju taksi yang sudah ia pesan.

Aditia langsung berlari keluar mendengar suara mobil yang menjauh. Kenapa Fika tidak berbasa basi dengannya lagi, sekedar pamit.
Aditia langsung merogoh HPnya dari kantong celananya, menekan nama Fika.
"Assalamualaikum,kenapa mas?" Tanya Fika santai

"Walaikumsalam, Fika sudah berangkat" Aditia pun bertanya

"Ya mas, ada apa?".

"Fika, kenapa tidak pamit". Tanya Aditia lagi

"Loh, tadi malam sayakan sudah bilang saya mau pergi". Sanggah Fika

"Ya, setidaknya ikutlah sarapan dulu". Keluh Aditia, dengan sikap Fika yang terlihat menghindar

"Maaf mas, Fika buru- buru nanti sarapan dijalan". Jelas Fika

"Ya sudah, hati- hati dijalan jangan lupa jaga kesehatan". Pesan Aditia

"Ya, Assalamualaikum" tutup Fika, sungguh hatinya seperti sedang di frekuensi naik turun.

"Walaikumsalam". Jawab Aditia.

Fika menikmati perjalanannya hari ini, menikmati taman kota, menikmati view pantai, dan beristirahat di hotel dalam waktu beberapa hari.

Hari kedua di luar rumah Fika, melakukan perawatan di salon kecantikan. Merelaksasi otot - otot tubuh, agar pikiran lebih rileks dan santai.  Mencoba melupakan sejenak peliknya rumah tangga yang ia jalani saat ini.

Hari ketiga Fika reuni bersama teman masa SMA, disana Fika hanyut dalam canda tawa. Menutupi gejolak dalam hati yang sesungguhnya sedang tidak baik baik saja.

Di rumah Adit menunggu kabar dari istrinya, Fika. Telepon tak ada jawaban, wa tak dibaca, pesan tak dibuka. Adit merasa was- was takut terjadi sesuatu.

Terlepas dari apapun, Adit tentu saja makhluk sosial yang memiliki rasa simpati. Adit berpikir Fika melakukan ini pasti karena kehadiran Ranaya di rumahnya.

***

Adit mengetuk kamar Ranaya
"Ranaya boleh saya masuk" Adit meminta izin.

"Boleh mas, silakan" jawab Ranaya

Adit membuka pintu yang memang tidak terkunci, dan masuk.

Ranaya bangun dari kasurnya memberi tempat Adit untuk duduk disisi Ranjang.

"Ada apa mas?" tanya Ranaya.

"Begini dek, saya minta maaf. Ikut membawamu kedalam peliknya hidup saya. Mungkin besok, kalau adek tidak keberatan adek pindah dari rumah ini" jelas Adit

"ya mas, itu lebih baik. Saya tahu kehadiran saya tidak di sukai oleh mba Fika kan?" Ranaya kembali bertanya.

"Bukan begitu dek, tapi saya tidak ingin kalian merasa saling tidak nyaman, dengan tinggal dalam satu rumah. Besok saya antar adek untuk tinggal di rumah Sintia dan disana sudah asisten rumah tangga yang akan membantumu beraktivias. Itu jika adek setuju?" Jelas Adita

"Sintia itu siapa?" Tanya Ranaya kembali, dia berpikir mungkinkah itu istrinya yang lain.

" Sintia itu adalah istri saya yang pertama, dek. Dia adalah segalanya bagi saya tapi itu dulu sebelum keegoisan memenuhi pikiran ini. Sampai akhirnya saya kehilangan dia dan dua anak kembar kami dalam rahimnya. Dia sudah tenang dialam sana." Terang Adit dengan rasa sedih mengingat kejadian tragisnya dengan Sintia.

"Saya minta maaf, mas. Saya tahu mas, posisi saya disini pasti menambah peliknya hidup mas. Saya akan pindah besok, maaf banget ya mas sudah membuat keadaan jadi lebih buruk dengan kehadiran saya" Ranaya ikut merasa bersalah.

"Nggak dek, ini sama sekali bukan salahmu. Saya yang belum mampu menjalani poligami, dari itu saya tidak bersedia melakukan tapi keadaan memaksa saya untuk terjebak kedalamnya. Saya berharap pengertian adek karena saya tidak bisa adil dalam rumah tangga kita ini, saya minta maaf banget ya dek." Adit meminta maaf sembari memeluk Ranaya entah terbawa suasana atau lebih merasa nyaman.

"Ranaya ngerti mas, makasih sudah tanggung jawab atas hidup saya" jawab Ranaya dengan membalas pelukan Adit.

Entah terbawa suasana atau rasa nyaman dengan sharing perasaan masing- masing , mereka saling memeluk dengan rasa haru.

Ranaya bahkan memeluk erat sang suami, seperti melepas kerinduan. Menikmati dada bidang suaminya yang hangat, ada rasa dalam hatinya ingin dunia berhenti sebantar.

Sepertinya Ranaya sedang berbunga- bunga dalam dekapan Adit cukup lama.

Adit kemudian tersadar dari suasana harunya, dan melepas pelukan dengan tiba- tiba.

" Maaf dek, saya terbawa suasana" Aditia seperti memelas

" Tidak masalah mas, Ranaya istri mas. Mas berhak kok untuk memeluk dan melepas beban yang ada. Ranaya akan berusaha menjadi pendengar yang baik buat mas." Ranaya tersenyum menyembunyikan sedikit kekecewaan melihat ekspresi Adit yang seperti merasa bersalah memeluknya.

Adit pun tersenyum melihat ketulusan dari wajah Ranaya, dia pun mencium kening Ranaya dan mengucapkan terimakasih lalu keluar dari kamar.

Tentu saja gerakan singkat cium kening itu membuat hati dan pikiran Ranaya kembali seperti bertaburan bunga. Hal itu seperti pernikahan impian yang pernah pupus dari harapannya setelah kecelakaan itu.

#Maaf banget reader yang setia setelah vakum hampir tiga tahun dari dunia menulis baru hari ini bisa lanjut lagi part ini. Saya sangat mengharapkan kritik dan saran juga dukungan untuk menyelesaikan tulisan ini
#Love you All

Cinta,Wanita Tak SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang