Entah mengapa, aku mencium sesuatu yang amis di dalam kamar ini. Aku merasakan aura jahat sedang bersembunyi di tempat ini.
Aku mengangkat tombakku menodongkannya ke setiap sudut ruangan tersebut.
"Aku tahu kau ada di dalam sini. Keluarlah!" bentakku mengancam kepada seseorang yang tiada.
Putri Amelia sadar dari kelengarnya, bingung dengan perilakuku itu. Memang orang akan menganggap aneh bila tak tahu apa-apa, tapi aku tahu apa yang aku lakukan.
"Uh, Kak Herman. Apa yang sedang kau la-"
"Ssssshhhtt...." Aku meletakkan telunjukku di bibirnya membuatnya membisu seketika dari melanjutkan kalimatnya. Gadis itu menjulingkan matanya memandang jariku yang aku pasang di atas mulut kecilnya. Wajahnya kembali memerah dan dia terdiam seribu bahasa.
Sementara aku masih tetap siaga membisikkan sesuatu ke telinga Putri Amelia, "Jangan bicara apapun! Ada yang sedang mengincar keselamatan Tuan Putri."
Sang putri mengalihkan pandangannya ke arahku.
"Tapi jangan khawatir! Aku akan melindungimu."
Alis putri Amelia terangkat. Pupil matanya juga membesar. Seolah terjadi letupan kecil uap dari kepalanya.
Gerimis di luar perlahan semakin deras. Hujan yang tadinya turun rintik-rintik, kini telah menjadi badai berangin. Kilat-kilat mulai menyambar dan guntur mengaum mengiringinya.
Kamar merah muda ini menjadi semakin gelap sebab keadaan di luar, walaupun lampu gantung besar di pusat langit-langit tetap menyala.
"Kemarilah. Kurasa kau tidak bisa tidur di kamar ini, malam ini." Aku menarik lengan Putri Amelia turun dari tempat tidurnya.
"T-t-t-tu-tunggu!" Tuan putri melepaskan peganganku. "Ada apa, sih?"
'Syut'
"Awas!" Aku menarik pinggang tuan putri dengan cepat untuk menghindarkannya dari kilatan yang tiba-tiba menyambar dari belakang kami.
"Uuh"
'DUARR!'
Ujung kilatan itu menabrak dinding dan berakhir dengan ledakan listrik. Gosong melingkar muncul di sekitar bagian tembok yang terkena serangan itu.
Sayang, tarikanku terhadap tuan putri berakhir sebuah pelukan. Gadis itu terkikuk dengan tangan terlipat ke dadaku. Sedangkan tangan kiriku memegangi pinggangnya.
Sekarang ia menjadi tomat (lagi). Ekspresinya menunjukkan kaget dan tersipu di saat yang bersamaan. Mulut kecilnya menganga, tetapi entah bagaimana, dia malah terlihat sangat imut seperti ini.
"Aa- wa- a- aaa-...." Entah apa yang ingin dikatakan putri ini, kalimatnya terbata-bata dan sama sekali tidak terbaca. Aku kira itu hal yang wajar bagi seseorang yang tengah terkejut dengan pipinya merona.
Tetapi kini tidak hanya wajahnya, tangan dan seluruh tubuhnya tampak memerah. Suhu tubuhnya juga meningkat drastis dengan keringat dingin yang bercucuran.
Dalam pelukan ini, aku mulai berpikir yang tidak-tidak, mengingat tangan kiriku berada di pinggangnya yang kurus diselubungi piyama sutra merah muda yang sangat lembut. Aku tergoda untuk menurunkan peganganku, turun, dan terus turun, dan....
Tidak! Tidak seyogyanya aku melakukan itu terhadap seorang putri. Sadarlah, Herman! Sadar!
Kenapa aku malah membahas Putri Amelia? Ada yang baru saja menyerang kami dari belakang. Seharusnya ini yang sekarang aku pikirkan. Aku menoleh ke arah asal kilatan yang hampir meledak mengenai kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Isekai : War & Tactics
FantasyHerman Alamsyah, seorang pemuda SMA yang bercita-cita ingin menjadi pemain e-sport profesional tiba-tiba terlempar ke dunia pedang dan sihir yang jauh dari bidangnya. Di dunia barunya, ia tidak akan terlahir sebagai orang yang overpower dan mengalah...