Urata menatap langit yang menghitam itu dengan wajah sedih.
Hujan kembali mengguyur kerajaan Atsumori. Padahal katanya pihak kerajaan sudah mengundang seseorang yang memiliki kekuatan sihir air yang bertugas untuk menghentikan hujan ini. Tapi mengapa hujannya masih tidak berhenti? Hujannya malah semakin deras.
Semua tamu undangan masih banyak yang belum hadir, termasuk ketiga temannya. Kalau begini terus Urata tidak akan bisa menepati perkataannya kepada Senra.
Siapapun tolong hentikan hujan ini!
"Aku benci hujan." Urata menyeka air matanya yang mulai turun dengan menggunakan tangan kecilnya itu.
Di balik dinding koridor istana, seorang anak lelaki yang sepantaran dengan Urata berdiri, mengamati Urata dari beberapa menit yang lalu. Pandangannya tampak tidak suka dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut Urata.
Anak lelaki itu memutuskan untuk menghampiri Urata.
"Apa kamu ingin hujan ini berhenti?" Tanyanya, tersenyum kecil.
Urata menoleh, terkejut. "Da-re?"
Anak lelaki itu berdiri disamping Urata, manik matanya menerawang jauh kedepan sana.
"Jawab dulu pertanyaanku!" Dia melirik sekilas pada Urata. "Apa kamu ingin hujan ini berhenti?"
Urata merasa kesal, karena pertanyaannya diabaikan dan lagi anak dengan pakaian mirip pelayan itu malah mengulangi pertanyaan yang sama.
Bukankah jawabannya sudah sangat jelas? Siapapun yang mendapat pertanyaan itu di situasi seperti ini pasti akan menjawab dengan jawaban yang sama dengan yang akan dia katakan. "Tentu saja, siapapun pasti ingin agar hujan ini berhenti."
Anak lelaki itu menatap langit yang menghitam, hujan semakin deras disertai dengan gemuruh petir.
"Lagipula siapa yang menginginkan hujan penyebab banjir ini?" Kata Urata pelan.
Ucapan Urata itu masih dapat terdengar oleh anak lelaki disebelahnya. Suara berisik yang ditimbulkan hujan tidak dapat mengganggu percakapan mereka berdua, mungkin karena dirinya telah berteman dengan hujan. Ada rasa marah didalam hatinya ketika mendengar perkataan yang diucapkan Urata itu.
Jadi pada akhirnya semua orang mengira bahwa banjir yang sering terjadi itu adalah akibat dari hujan yang membasahi bumi?
Omong kosong macam apa itu? Tanpa bukti apapun, mereka malah menyalahkan hujan?
Banjir itu bukan disebabkan karena hujan. Dia sangat tahu itu, karena hujan adalah sahabatnya. Berkat hujan ia bisa keluar dari ruangan penuh sesak itu. Berkat hujan dirinya bisa ada disini, menghirup udara bebas tanpa ketahuan oleh para penjaga. Dia menyukai hujan. Sejak kecil ia selalu menyukainya. Dan saat ini didepannya ia harus mendengar kalimat seperti 'aku benci hujan, hujan pembawa bencana' itu benar-benar membuat hatinya terluka.
Anak lelaki itu marah.
"Banjir itu bukan disebabkan oleh hujan. Jangan menyalahkan hujan, jangan membenci hujan." Teriaknya.
Sedetik setelah ia mengatakan itu, Urata bisa merasakan hawa dingin disekitarnya semakin terasa menusuk kulitnya. Hujan bertambah deras dari sebelumnya, gemuruh dan petir ikut meramaikan suasana.
Urata menggosok-gosokan kedua telapak tangannya. "Kamu ini bicara apa sih? Aku sama sekali tidak mengerti. Jika memang kamu bisa menghentikan hujan ini, maka buktikanlah! Jangan hanya bicara omong kosong terus."
Dia menoleh, lalu tersenyum dingin pada Urata.
"Apa? Jangan memasang wajah seperti itu didepanku. Kamu sekarang jadi terlihat seperti Senra dimataku. Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu. Tapi tidak seharusnya kamu bersikap seolah baik-baik saja. Jika kamu tidak suka, katakanlah! Jangan bohongi dirimu lagi. Jalanilah hidup sesuai dengan keinginanmu, jangan sampai hidupmu diatur oleh orang lain." Tanpa sadar Urata telah berbicara panjang lebar kepada anak lelaki berpakaian pelayan itu. Urata jadi seperti tengah menasehati Sakata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akademi Sihir -Misi di Kota Kematian- [END]
Short StoryKisah ini dimulai saat kepala akademi tiba-tiba saja menambah hukuman kepada Urata, Shima, Sakata, dan Senra akibat kejadian kebakaran yang berlokasikan di asrama sihir putra beberapa waktu lalu. Mereka berempat harus pergi ke kota yang dijuluki den...