23• Kesempatan Kedua

635 45 1
                                    

"Terima kasih Tuhan telah mendatangkan dia untukku seseorang yang mampu mengubah poros hidupku."

¤¤¤

Azka menatap tak percaya ke arah Nafisa,  gadis itu sadar. Dia membuka matanya sekarang. Ketakutannya tidak terjadi, Allah mendengar doanya.

"Dokter Azka di sini juga," tanya Nafisa tersenyum bahagia tak menyangka Azka ada di sini.

David yang baru saja tiba berhenti di belakang Azka, dia kembali menarik kakinya mundur merasa perlu waktu membiarkan dua orang ini berbicara.

Azka melangkah ragu ke arah ranjang pesakitan Nafisa. Matanya mengerjap menyakinkan diri bahwa apa yang dilihatnya nyata.

"Dokter kenapa?" Nafisa menatap heran Azka yang mengedip-edipkan matanya.

Azka menggeleng bukan dia yang harusnya ditanyai keadaan.

"Apa keadaan kamu sudah baik-baik saja, kepalamu masih pusing? Apa yang kamu rasakan," ucap Azka mencerca Nafisa dengan banyak pertanyaan, matanya memindai mengamati seluruh tubuh Nafisa.

"Saya baik-baik saja Dok, Dokter kenapa jadi bawel gini sih?"

Jika tidak ingat gadis ini pantang bersentuhan dengan yang bukan muhrim, Azka ingin sekali merengkuhnya dalam pelukan, mengatakan betapa dia beryukur Nafisa masih membuka matanya.

"Dok?" Nafisa menggoyangkan tangannya di depan wajah Azka menyadarkan Azka dari lamunannya.

"Dokter kok ngelamun, mikirin apa sih?" tanya Nafisa merasa aneh dengan Azka yang tidak seperti biasanya.

"Ya Allah saya lupa, saya udah nemuin fakta tentang Rania,  Dokter harus tahu saya..."

"Sttt..." Azka mengangkat tangan menyela pembicaraan Nafisa, dia tidak ingin mendengar tentang perempuan itu lagi,  bahkan menyebut namanya Azka enggan.

"Saya sudah tahu, David sudah cerita semuanya. Maaf, kamu jadi seperti karena saya." Azka menundukkan kepalanya, dia yang bersalah di sini.

"Ini bukan salah Dokter Azka kok, serius. Ini tub musibah, gak ada yang harus disalahkan."

"Keluarga kamu kemana?  Kenapa kamu ditinggal sendiri?" tanya Azka menyadari bahwa kamar rawat Nafisa sepi, hanya ada mereka berdua.

"Lagi makan siang, kasihan mama saya kecapekan kayaknya."

"Eh kalau gitu, saya juga keluar dulu, ada yang mau saya bicarakan sama David." sebenarnya bukan itu yang ingin Azka akan katakan,  namun kalimat yang memenuhi kepalanya rasanya susah sekali dia utarakan.


"Dok," panggil Nafisa saat Azka di ambang pintu.

"Iya?" Azka menoleh namun tangannya masih memegang handel pintu.

"Apa besok Dokter akan menjenguk saya lagi?" entah kenapa Nafisa masih ingin melihat Azka.

"Tentu saja, kamu kan asisten saya."

Nafisa tersenyum setelah kepergian Azka, meski dia merasa Azka seperti canggung berbicara kepadanya namun Nafisa senang, Azka terlihat lebih peduli padanya sekarang.

Dear Doctor (Complete) [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang