Jadian (Gue & Dia)

77 10 0
                                    

Veyza menatap Debby yang hari itu berdiri di hadapannya, tepat di dekat jalan keluar rahasia milik Difta seperti waktu itu. Pria itu tersenyum sangat manis, hingga Debby merasa paru-parunya butuh asupan oksigen tambahan agar tak merasa sesak.

"Gue sempat dengar salah satu curhat lo waktu gue masih dalam keadaan koma," ujar Veyza.

Debby terperangah beberapa saat. Benarkah? Veyza mendengar semua curhatnya selama dia tidak sadarkan diri.

Veyza menggenggam kedua tangan Debby dengan lembut.

"Saat itu lo nanya ke gue, apakah gue ingat waktu pertama kali kita kabur dari asrama lewat jalan rahasianya Difta? Dan lo bilang, kalau waktu itu gue ganteng banget lebih dari biasanya. Lo suka diri gue yang apa adanya. Walaupun cuma pakai jaket dan kaos oblong sekalipun, bagi lo, gue tetap ganteng. Lebih ganteng dari Lee Min Ho. Benar nggak?," tanya Veyza.

Wajah Debby bersemu merah jambu karena ditanya seperti itu oleh Veyza. Ia benar-benar tak menduga kalau Veyza akan mendengar semua yang ia katakan saat dia dalam keadaan koma.

"Iya, benar," jawab Debby.

Veyza menyentuh kedua pipi Debby dan membuat gadis itu menatapnya. Ia dapat melihat semburat merah jambu di kedua pipi Debby yang halus. Hal yang menjadi favorit bagi Veyza!

"Saat itu, gue nggak bisa banyak mikir mau pakai baju apa dan mau bergaya seperti apa. Sama seperti hari ini, gue tetap nggak tahu mau pakai baju apa dan mau bergaya apa. Yang gue ingat ketika bangun tidur adalah gue akan pergi berdua sama lo dan gue nggak akan buat lo kecewa dengan pilihan tujuan yang gue buat. Apakah itu nggak membuat lo merasa keberatan?," tanya Veyza lagi.

Debby tersenyum sambil menatap kedua mata berwarna cokelat bening yang Veyza miliki. Mata yang selalu saja persis dengan sebuah cermin di mana Debby bisa melihat pantulan dirinya melalui mata itu. Mata yang selalu membuatnya merasa, rindu!

"Ke manapun lo bawa gue pergi, maka gue akan ikut. Karena gue meyakini satu hal sejak gue mengenal diri lo, yaitu di mana lo berada maka di sana akan ada rasa bahagia yang menanti untuk gue. Jadi, gue nggak keberatan sama sekali dengan pilihan tujuan yang lo buat," jawab Debby, jujur.

Veyza mengecup kening gadis yang ia cintai itu dengan sepenuh hati. Ia menggenggam tangannya dan kembali menuntunnya seperti pertama kali ia mengajaknya kabur dari asrama melalui jalan rahasia milik Difta. Dan Debby benar-benar mengikuti langkahnya.

Di atas laju motor yang tak terlalu kencang, Debby melingkarkan lengannya di pinggang Veyza dengan erat. Pria itu membawanya menikmati terpaan angin pagi yang begitu segar dan sejuk. Rambut panjangnya yang berwarna cokelat tua terurai dan melambai-lambai pelan sehingga menambah pesona kecantikan di wajahnya yang sederhana. Veyza menyaksikan semua itu dari kaca spionnya. Ia bahagia karena akhirnya bisa benar-benar bersama dengan Debby yang menerima kehadiran dan hatinya tanpa syarat apapun.

Malioboro.

Veyza memarkirkan motornya di pelataran parkir Pasar Beringharjo, katanya agar mudah diambil ketika mereka akan pulang nanti. Debby hanya menurut saja dan ikut berjalan di samping Pria itu.

"Kita mau belanja di Pasar sini?," tanya Debby.

"Nggak. Kalaupun iya mau belanja, paling beli kain batik di Toko Hamzah Batik buat kita jadiin baju couple," jawab Veyza.

Debby tersenyum.

"Beli batik dulu deh ya, biar nggak perlu bolak-balik?," Veyza meminta saran.

"Boleh juga, kalau mau lebih efisien sebaiknya memang begitu," ujar Debby.

Veyza pun menggandeng tangan Debby menuju Toko Batik Hamzah yang pernah Difta katakan padanya saat membeli kain batik, hadiah untuk Hendri. Mereka berdua menemukan toko itu dengan mudah, dan mulai memilih corak-corak kain batik yang tidak banyak di pasaran alias tidak umum.

"Mau warna apa?," tanya Veyza.

"Yang jelas jangan cokelat, karena lo nggak akan suka dan nggak akan pakai," jawab Debby.

"Jadi..., warna pink?," tebak Veyza.

Debby tersenyum geli.

"Lo boleh buat gue bahagia, tapi tidak dengan cara menjatuhkan harga diri lo sebagai seorang Pria. Memakai warna pink akan membuat lo di ejek banyak orang, dan gue nggak mau itu terjadi. Bagaimana kalau warna dasarnya hitam dan coraknya putih atau kuning gading?," saran Debby.

Kini Veyza tersenyum lebih lebar dari yang tadi. Ia merangkul Debby dengan erat agar gadis itu tak jauh-jauh dari dirinya.

"Oke, dasar hitam coraknya kuning gading!," putus Veyza.

Setelah mendapatkan kain batik yang mereka suka, mereka berdua pun keluar dari toko itu dan berjalan keluar dari Pasar Beringharjo.

"Sekarang kita kemana?," tanya Debby.

"Benteng Vredeburg, tapi sambil naik sepeda. Aku akan bonceng kamu biar kaya' Ibu-ibu asli Yogyakarta," jawab Veyza dengan tampang konyolnya.

Debby terkekeh. Ia sudah tahu bagaimana hari itu akan berjalan saat melihat ekspresi Pria kesayangannya. Veyza benar-benar menyewa sebuah sepeda onthel dan membonceng Debby di belakang yang duduk menyamping seperti Ibu-ibu asli Yogyakarta.

Debby tertawa bahagia saat terpaan angin mengenai wajahnya. Ia melingkarkan lengan kanannya di pinggang Veyza, dan membiarkan lengan kirinya bebas merentang menembus angin segar.

"Lo bawa kamera kan?," tanya Veyza sambil mengayuh sepeda.

"Nggak. Gue cuma bawa dompet aja di dalam tas," jawab Debby.

"Loh..., kenapa nggak di bawa kameranya?," Veyza terdengar bingung.

Debby tersenyum lalu melingkarkan lengan kirinya di pinggang Veyza agar pegangannya sempurna. Ia bersandar di punggung Pria itu dengan nyaman.

"Karena gue nggam mau egois Vey. Gue nggak mau lo terus-menerus berusaha melawan trauma lo terhadap gambar yang ada di dalam sebuah foto, kalau lo lagi berdua sama gue. Gue mau lo juga nyaman saat ada di dekat gue, bukan diam-diam menahan rasa gelisah karena trauma. Hubungan ini adalah kisah antara lo sama gue, jadi kita nggak butuh sudut lain yang akan membuat salah satu dari kita merasa nggak nyaman. Itulah alasan kenapa kita nggak memilih persegi empat. Benar kan?," Debby mencoba mengingatkan Veyza.

Veyza tersenyum dan menghentikan laju sepedanya tepat di depan Benteng Vredeburg. Debby pun turun dari bagian belakang sepeda itu. Veyza langsung menangkap sosoknya ke dalam pelukan yang hangat dan lembut.

"Thank's ya sayang, karena selalu berusaha untuk menerima apapun yang ada dalam diri gue meskipun gue nggak sempurna. Lo benar-benar hal terbaik yang Tuhan kirim dalam kehidupan gue, dan gue nggak akan pernah menyia-nyiakan kehadiran lo," ungkap Veyza.

Debby membalas pelukan itu dengan erat.

"Gue juga Vey, gue nggak akan pernah menyia-nyiakan kehadiran lo dalam hidup gue. Sampai di masa depan nanti, gue akan tetap selalu berada di sisi lo. Gue janji," balas Debby.

'Ini cinta, di mana bukan hanya ada aku atau kamu. Melainkan kita.'

* * *

DeZa ; Ketika Cinta Terpendam Mulai TerungkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang