Twenty

109 24 9
                                    

Duk duk duk duk!!!

Rasanya tidak benar jika keadaan saat ini akan baik-baik saja. Buktinya Leon mengetuk pintu rumah Rey dengan penuh amarah yang sejak tadi dipendam olehnya.

Tak menunggu waktu lama, pintu itu pun terbuka.

"Ada apa, hah?" tanya Rey emosi.

"KAU..." Bentak Leon sambil melayangkan kepalan tangannya.

"Ck! Sial. Kau beruntung, tapi di saat ini saja." Namun Leon membatalkan niatnya untuk mendaratkan pukulannya itu.

"Apa maksudmu?" tanya Rey sambil melipat kedua lengannya ke depan.

"Aku tidak menyukai orang seperti mu, orang yang tidak bisa menghargai perasaan perempuan. Sehancur-hancurnya perasaanmu saat ini, Juni jauh lebih tersiksa darimu," ucap Leon sambil menunjuk Rey.
"Tapi sudahlah. Bagiku, Juni terlalu berharga untuk jatuh ke hati orang sepertimu. Dan hari ini terakhir kalinya kau melihatnya. Aku akan membawanya pergi," lanjut Leon seraya mengakhiri pembicaraan.

Merasa ucapannya telah cukup sampai di situ, Leon pun pergi. Namun,

"Hanya waktu yang tau aku masih bisa bertemu Juni atau tidak, bukan kau yang menentukan," ucapan Rey itu menghentikan langkah Leon yang baru saja melewati gerbang rumah Rey.

Saat Leon berbalik badan, Rey langsung saja menutup pintu rumahnya tanpa ada tambahan kata lainnya.
.
.
.

Leon kembali menghampiri Juni yang masih menunggu di teras rumahnya dengan sebungkus gummy.

"Pfft..."

"Kenapa?"

"Aku senang melihatmu masih suka memakan gummy."

"Apa yang kau bicarakan dengan Rey?"

"Aku hanya pamit untuk membawamu pergi, hanya itu," jelas Leon
"Ayo, dua jam lagi waktu keberangkatan kita." Lanjutnya.

"Baiklah."

Muram, itulah wajah Juni dengan langkah kakinya yang amat berat dalam melangkah. Pandangannya hanya tertuju pada bangunan berwarna putih tiga meter dari rumahnya itu. Sesekali ia juga menoleh ke arah jendela tepat dimana lelaki blasteran korea itu sering berkomunikasi dengannya.

Set!

"Eh?" Juni sedikit terkejut.

"Pakai ini!" Leon mengenakan earphone pada Juni.

"...." Juni hanya terdiam menatap lelaki di hadapannya itu.

"Berikan kopernya!" pinta Leon.

"Ng." Menyerahkan koper.

Leon menderek koper Juni ke mobil. Lelaki itu menghela nafas panjang saat melihat Juni yang masih saja melamun. Sedikit kesal, namun ia berusaha untuk membuat suasana hati sahabatnya itu kembali lebih baik.

"Ayolah Juni, apa kau tega wajah tampanku ini berubah menjadi jelek hanya karena melihat wajah murung mu itu?"

Juni hanya memperlihatkan wajah datanya pada Leon.

"Juni~ya," ucapnya dengan nada manja.

"Leon~a," balas Juni.

"Nah, seperti itu." Leon cukup puas dengan senyuman itu. Entah hanya terpaksa, namun lelaki itu terlihat cukup bahagia.

"Hm, ayo berangkat," ajak Juni sambil menatap ujung sepatunya.

"Oke, let's go." Meraih tangan Juni dan mengajaknya ke mobil untuk menuju bandara.

I'm sorry [Complete ✓️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang