24 | epilog

203 39 9
                                    

Jum'at 16 Maret 2019.

Sumpah gue bingung mau nulis apa. Pak Bambang kadang emang suka error sih. Moga aja nanti pas ujdian akhir semester dia gak ngadain tes yang aneh-aneh. Tapi salut deh sama pak Bambang, yang masih suka traktir baso satu angkatan. Luv you, Pak. Semoga dompet Bapak gak kekurangan nutrisi. Heheheh...

Tapi serius, gue bingung mau nulis apa ini. Surat cinta?—yakali—nanti yang ada gue malah diteror sama istri Bapak. Tapi yaudah lah ya. Mari kita tulis sesuatu yang berfaedah.

Akhir tahun kemaren. Pasti kalian udah pada tahu kalo gue, Koko, Nanda, Raka, Dewata, dan juga Radit—dia anggota BIN termuda, nanti kalo lo udah lulus, gue ngasih saran buat hati-hati kalo ketemu sama ini orang, songongnya keterlaluan, buset dah!—melakukan uji coba dalam misi tingkat C. Kalian juga pasti udah denger kalo pelaku serangan terorisme tersebut telah tertangkap. Jadi, jawabannya kita berhasil. Dan kabar baiknya, Raka dan Dewata udah lulus duluan bulan lalu. Sedangkan gue, Koko dan Nanda akan lulus tahun depan. Jadi kayak siswa akselerasi gitu.

Tapi kabar buruknya. Gue berpisah dengan seorang cowok yang gantengnya keterlaluan yang hidup di dunia gelap sana—buset, bahasa gue gini amat. Maksudnya berkecimpungan dengan undercover kota Jakarta yang bebas dan liar itu, loh! Lo yang baca jangan mikir yang aneh-aneh. Dia orang baik kok, gue dan Koko berhutang budi deh sama dia.

Tapi sayang, gara-gara dia di Jakarta dan gue di Bogor plus ditambah gue sibuk jadi taruni akselerasi, kita jarang ketemuan. Hape gue aja mana sempet gue cek.

Tapi intinya, terakhir kali kita ketemu, dia ngomong gini ke gue. "Nanti, di saat lo udah lulus dan menjadi agen intelijen. Pasti ada kalanya kita tidak sengaja akan bertemu. Lo harus janji, untuk tidak pernah berpura-pura enggak saling kenal. Karena gue akan langsung mengenali lo, walau mungkin lo bakal menyamar nantinya. Janji ya, Ken?"

Begitu. Dia bilang begitu. Dan setelahnya kita udah gak saling bertemu lagi. Gue kembali ke rutinitas gue, dan dia kembali dengan pekerjaannya yang gak bisa dibilang bersih itu.

Kemudian apa inti dari catatan ini? Gue gak tahu. Kayaknya gak ada faedahnya, deh.

Tapi ada satu hal yang berhasil gue dapat dari pertemuan gue dengan cowok itu. Dia mengajarkan sesuatu yang gak pernah gue lakukan dalam hidup gue. Dia pernah memberikan gue nasehat tentang masa lalu dan juga pemahamannya dalam memandang seseorang.

Masa lalu hanyalah masa lalu. Dengan masa lalu gue menjadi belajar untuk lebih menjaga orang-orang yang gue sayangi di masa depan. Dulu gue lemah, tapi karena masa lalu, sekarang gue kuat. Dan pada akhirnya gue perlahan bisa melupakan masa lalu gue yang suram dan juga memaafkan orang-orang yang menghancurkan hidup gue. Karena mau bagaimanapun mereka manusia, pemeran utama dalam panggung sandiwara di dunia ini. Ada tokoh protagonis, antagonis, dan juga tritagonis. Kita semua memerankan ketiganya. Ada kala di mana orang lain memandang kalian sebagai tokoh protagonis. Namun ada juga yang menganggap kalian sebagai antagonisnya. Atau bahkan kalian dianggap hanyalah tokoh tritagonis, yang merupakan tokoh netral. Kita tidak tahu.

Karena sesuatu yang terlihat baik tidak selamanya menjadi baik. Sesuatu yang terlihat buruk tidak selamanya menjadi buruk. Tergantung posisi kita yang berada di sebelah mana memandang hal tersebut. Baik kah? Buruk kah? Itu tidak pasti.

Ah, elah, pulpen gue mau abis. Kayaknya segini aja dari gue. Bye!

Jum'at 16 Maret 2019

Kenari Sri Kemuning.

* * *

MASIH ADA PART BONUS. SILAHKAN SCROLL KE BAWAH

Have a nice day...

yang baik belum tentu baikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang