R A D I O

54 10 0
                                    

Di zaman yang serba digital ini, radio mungkin adalah salah satu hal klasik yang mulai terpinggirkan. Bahkan sejak kemunculan televisi, orang-orang mulai berpaling darinya. Bahkan saat ini televisi pun harus sekuat tenaga bersaing dengan platform lain seperti YouTube. Radio pun semakin terlupakan. Dimulai dengan kemunculan MP3 player, iPod, dan yang sekarang sedang menjadi primadona, Joox, Spotify, dan kawan-kawannya. Ya, saat ini banyak hal yang lebih menarik daripada "hanya sekedar radio". Meskipun radio menjadi salah satu aplikasi bawaan dalam sebuah handphone, baik yang "sedikit agak kuno" maupun smartphone terbaru dengan koneksi 4G LTE atau 5G, tetapi radio seperti hanya menjadi pajangan yang bahkan kecil kemungkinannya untuk dibuka meskipun hanya satu kali dalam enam bulan.

Ketika mendengarkan radio dari handphone pun, radio seperti kehilangan jati dirinya. Dia menjadi "egois" karena untuk menyalakannya harus mengunakan earphone. Meskipun earphone hanya berfungsi sebagai antena dan kita bisa mengaktifkan mode loudspeaker untuk mendengarkan radio.

Barang yang sederhana, tapi kini berubah seolah-olah menjadi barang yang mewah karena tak banyak yang memilikinya, tak banyak yang menggunakannya.

Radio. Mungkin bagi generasi sekarang, apalagi generasi yang jauh di bawah saya seperti ponakan-ponakan saya, radio adalah hal yang cukup asing untuk mereka yang lebih familiar dengan Youtube dan game online. Bagi generasi saya pun, mungkin tak banyak yang sampai saat ini masih sering mendengarkan radio karena jarang sekali saya melihat teman seusia saya bermain gadget sambil mendengarkan radio, entah dari gadgetnya itu atau dari media lain. Mereka hanya akan fokus pada apa yang ada di gadgetnya. Banyak juga yang saat ini suka mendengarkan musik, tetapi bukan dari radio melainkan dari music player yang ada di handphone atau melalui platform tertentu seperti yang sudah saya singgung tadi.

Akhirnya, sekarang radio seperti kehilangan daya hidupnya. Dia kehilangan peminat dan mulai ditinggalkan. Seiring radio ditinggalkan oleh pendengar, "air" yang menjadi topangan hidup radio pun ikut pergi. Ya, Iklan.

Saya ingat, dulu zaman saya SD sekitar 15 tahun yang lalu, di radio masih sering terdengar iklan-iklan dari produk-produk ternama mulai dari sabun mandi, deterjen, makanan, minuman, dan banyak produk lain. Tapi kini setelah sekian tahun berlalu, iklan dari produk ternama sudah tak terdengar lagi di radio. Yang terdengar kini hanya iklan-iklan lokal saja, yang jenisnya pun tak seberapa beragam. Kalau saya boleh mengklasifikasikan, iklan radio saat ini adalah produk obat/jamu herbal, pupuk pertanian, dan iklan toko lokal. Bahkan secara umum, bisa dikatakan bahwa iklan radio saat ini hanyalah iklan jamu herbal. Mengapa saya dapat berkata demikian? Jika mendengarkan radio saat ini, terutama radio lokal yang masih bisa didengarkan di tempat saya, dari enam jam siaran radio yang saya dengarkan kurang lebih satu setengah jam siarannya adalah siaran tentang iklan sebuah produk jamu herbal.

Saya pun sempat bertanya-tanya. Kenapa radio menjadi sangat menyebalkan seperti ini? Ibu saya pun memberikan jawabannya, mungkin produk tersebutlah yang membuat radio itu masih bisa mengudara sampai saat ini. Dan saya pun tidak bisa lagi mempertanyakannya, karena itu adalah hidup dan mati sebuah radio.

Meskipun bagi orang kebanyakan saat ini radio menjadi satu hal yang cukup asing, bagi keluarga saya radio menjadi satu bagian dari hidup. Dulu kami pun sama seperti kebanyakan keluarga lainnya yang mempunyai televisi yang menjadi media pemersatu kami. Menggelar karpet di ruang tengah di depan televisi, menonton televisi bersama, saling mengobrol satu sama lain. Saya pun masih ingat acara-acara favorit kami yang benar-benar kami semua suka, meskipun dulu tak jarang saya dan bapak sering berebut remote TV juga. Tetapi sejak saya kelas 2 SMP (sekitar 10 tahun yang lalu), kami sudah tidak punya lagi televisi di rumah.

Vita's Journal: What I Thought TodayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang