"Shashaa!" Dinda berteriak dari ujung lorong di pinggir lapangan.
Gadis yang di panggil namanya berhenti dari jalannya. Ia tampak memasang tampang datar sesaat sebelum berbalik menatap teman yang memanggilnya itu.
"Sumpah Sha, lo gapapa?" gadis yang berlari akhirnya berhasil menyamai langkahnya.
"Gue gapapa ko tenang aja," Shasha tersenyum simpul.
Dinda bergerak gelisih mengecek seluruh pakaian Shasha. Pasalnya gadis itu baru saja tidak sengaja terkena siraman Mia, yang sebenarnya di tunjukkan ke Dinda.
Bel pulang akhirnya berbunyi, memancing suara lenguhan lesu dari mulut para pelajar. Shasha sudah membereskan bukunya dan hendak bergegas pulang jika saja tidak di tahan oleh Dinda. Gadis itu merengek meminta Shasha untuk menemaninya ke kantin membeli jajanan favoritnya untuk persediaan di rumah.
Dalam hatinya, Shasha sudah menggerutu kesal karena ingin cepat-cepat beristirahat. Tapi, demi mempertahankan citranya, ya apa boleh buat. Gadis itu akhirnya berujung menyetujui permintaan Dinda dan berjalan menuju kantin.
Pada jam pulang sekolah, suasana kantin memang terbilang sepi dengan beberapa orang yang terlihat mengisi meja.
"Gue duduk aja ya Din," gadis itu bersuara seraya menarik kursi yang tak jauh darinya.
Ia menyibukkan diri dengan melamun, menatap apa saja yang bisa di perhatikan.
"Udah Sha, ini buat lo sebagai tanda terima kasih," Dinda memberikan Shasha sebotol minuman rasa.
Sial adalah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi Shasha. Pandangannya terhalang oleh Dinda sehingga ia tidak dapat memperhitungkan apa yang akan terjadi.
Mia tiba-tiba datang dan menyiram air dari tempat minum yang ia sambar dari meja sebelah. Gadis itu tidak ada dendam pada Shasha, rencananya ia akan menyiram Dinda namun meleset.
Entah perasaan darimana, tapi Dinda merasa harus bergeser dari posisinya berdiri, walhasil air tadi berhasil membasahi wajah dan sweater Shasha, mengingat posisi gadis itu sedang duduk.
"Maksud lo apaan cewe gila?!" Dinda menatap marah Mia.
Mia yang sempat terkejut berhasil mengatur ekspresinya kembali, "Lo cewe gatel! Bisa-bisanya lo permaluin gue di depan Eric?!"
Perdebatan itu berlangsung cukup lama dan berisik. Kesabaran Shasha benar-benar akan habis, maka ia memilih untuk beranjak pergi dari sana. Masalah akan menjadi lebih panjang bila Shasha ikut meledak, ia muak dengan semuanya. Mia yang tidak meminta maaf dan Dinda yang lebih memilih bertengkar daripada peduli padanya.
Shasha mengerling kesal karena Dinda yang tak kunjung berhenti mengecek kondisi pakaiaannya. Bahkan semenjak temannya itu lebih memilih untuk adu mulut, akan lebih baik bila ia tidak menemuinya dulu sampai besok hari. Paling tidak Shasha sudah akan berhasil mengatur ekspresi dan emosinya.
"Sumpah Sha maafin gue banget, emang tuh Mia sialan dasar cewe gila," gadis itu memaki kesal, "lo mau ganti pake hoodie gue aja ga?"
"Ga perlu ko, ini baju gue ga basah banget," Shasha menjawab pelan.
"Lo malaikat banget si Sha, gue pusing," Dinda menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Udahlah Din lo pulang aja, kasian loh itu ka Daniel udah nungguin," Shasha berkata yang langsung diangguki oleh Dinda.
"Gue duluan ya Sha! Kalo ada apa-apa kabarin!" gadis itu berbicara keras seraya berlalu.
Muka datarnya kembali terpasang seiring dengan punggung temannya menggilang dari pandangan. Ia sengaja mengusir temannya itu secara halus. Ia sedang tidak ingin diganggu oleh ocehan siapapun saat ini, demi menjaga emosinya. Gadis itu akhirnya menghela nafas pelan, ia berusaha kengatur ekspresi dan kembali tersenyum. Harus selalu diingat bahwa ia berkewajiban menjaga citra di lingkungan sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter Punch
Teen FictionFrom stranger to partner. Beratnya keadaan terus memaksa Shuhua (Shasha) untuk hidup mandiri dengan kenangan buruk yang selalu menghampirinya tiap malam. Bertahan hidup dengan dengung lonceng, peluh, dan sorakan. Renjun (Juna) dengan hobinya akan se...