1

27 6 0
                                    

BRAK!!

Tabrakan beruntun di jalan utama kota Seoul tersebut tidak dapat dicegah. Sedetik kemudian, menyusul ledakan yang tidak kalah menakutkan bagi siapapun yang melihatnya.

Tanpa seorangpun tahu, ada anak kecil yang terlempar dari salah satu kendaraan yang menjemput maut.

Adalah seorang gadis kecil yang kini menangis karena melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana keluarganya hangus terbakar bersama api yang kian membubung tinggi.

"Huhu... Ibu... Ayah... Kakak..." Sedu tertahan terus keluar dari bibir kecilnya.

"Astaga, nak! Kau baik-baik saja?"

Suara itu terdengar di telinganya, tapi tubuhnya yang terlalu sakit dan pemandangan mengerikan yang baru saja dilihatnya mencegahnya untuk bergerak.

Hingga kemudian, ia merasakan tubuhnya terangkat oleh sepasang tangan.

Setelah itu, gelap.

***








Dua hari kemudian, di rumah sakit terdekat dari tempat kejadian.

"Huhuhu... Mau ibu..." Gadis kecil tersebut masih terus menangis kendati telah ditempatkan dalam ruangan khusus anak-anak yang sarat akan hiasan tokoh kartun sejak ia sadar dari pingsannya sekitar sepuluh jam yang lalu.

Ia mencari ibunya, tentu saja. Siapapun tidak akan heran jika mengetahui bahwa apa yang gadis itu lihat kemarin lusa akan menjadi mimpi terburuknya selama hampir sepanjang hidupnya.

"Gadis manis, sayang, mau sampai kapan menangisnya? Ayo makan dulu ya, kakak suapi." Ucap salah satu suster yang bertugas menjaganya.

"Tidak mauuu...! Huhuu... Mau ibuuu..."

Suster itu menghela nafas. Anak ini jelas tidak bisa disalahkan. Kehilangan kedua orangtuanya di usia sekecil ini benar-benar akan membuat kesehatan mentalnya terganggu, pikirnya.

Sejenak, ia berpikir. Setelah terpikirkan apa yang seharusnya mungkin bisa berguna untuk menghentikan tangisan anak itu, ia pun bangkit.

"Gadis manis, coba lihat sini." Ia menyodorkan cermin kecil yang diambilnya dari laci meja pasien. "Ini cermin ajaib lho, ia akan membuat siapapun yang bercermin padanya menjadi secantik putri kerajaan."

Gadis kecil itu mengangkat kepalanya dan perlahan menatap bayangan dalam cermin.

Berhasil. 

Tapi...

"Huweee...!"

"Eh, kenapa, sayang? Kenapa menangis lagi?" Suster itu mengusap lembut kepala anak kecil dihadapannya.

"Kakak bohong! Aku tidak cantik disitu! Huweee..."

Suster dengan name tag bertuliskan 'Im Yoona' itu tersenyum diam-diam. Anak ini polos sekali, membuatnya harus menahan diri untuk tidak memeluk demi menenangkannya karena sekujur tubuhnya masih penuh luka yang pasti akan sakit jika tersentuh benda lain selain pakaian katun khas rumah sakit.

"Memangnya bagaimana wajahmu disini?" Ia sengaja menjauhkan cermin itu dari hadapan gadis kecil itu.

"Je-jelek sekali pokoknya, ma-mataku... Mataku besar dan merah, seperti monster... Huweee..."

Yoona tersenyum lagi. "Tahu tidak itu artinya apa?"

Gadis itu menggeleng tidak mengerti.

"Itu artinya, kau sudah terlalu banyak menangis, sayang. Tidak ada putri di dunia ini yang suka menangis. Kalau kau ingin secantik putri kerajaan, maka kau harus tersenyum! Seperti ini," Ia menunjuk bibirnya yang melengkung keatas membentuk sebuah senyuman termanis yang pernah gadis kecil itu lihat.

"Bagaimana? Kakak cantik, kan?"

Gadis itu mengangguk antusias. Tapi sedetik kemudian, wajahnya kembali keruh.

"Tapi ibu..." Matanya mulai berkaca-kaca lagi.

"Ssshh... Jangan menangis lagi... Hei, dengarkan kakak. Dimanapun ibumu berada, ia pasti tidak akan senang melihat putrinya yang paling cantik ini menangis. Apa kau mau membuat ibumu ikut sedih karena kau selalu menangis dan tidak mau makan? Hm?"

"Ti-tidak,"

"Baiklah. Kalau begitu, berhentilah menangis dan ayo makan. Makanan ini sangat enak dan akan mempercepat penyembuhan lukamu, jadi makan yang banyak, ya!"

Gadis kecil itu mengangguk samar, membuat Yoona tersenyum dan meraih wadah makanan untuk menyuapi nya.

"Omong-omong, namamu siapa, sayang? Kau belum memberitahu kakak karena terus menangis,"

"Emm... Namaku? Namaku... Aahhh!" Tiba-tiba gadis kecil itu meremas kepalanya.

Yoona terksiap. Apa jangan-jangan, anak ini...

Ia dengan sigap menekan tombol pemanggil dokter di sisi tempat tidur.

Sambil menunggu dokter datang, ia berusaha menenangkan gadis kecil itu yang kembali menangis karena rasa sakit di kepalanya.

***

_TBC_

Hola! Wahai kalian yang menemukan cerita ini— baik saat baru dipublish atau di hari² berikutnya, aku minta maaf banget, belum bisa lanjutin. Ini sebenernya project aku dari tahun lalu sebelum hiatus karna aku gemes banget sama MinKkura tapi gapunya ide, dan pembuat cover cerita ini alias azifarai_ nawarin idenya (bahkan sampe dibikinin cover juga kan wkwk) lantas aku pun nyoba nulis. Tapi yah, seperti yang kalian tau, nulis pake ide orang lain lebih susah karna beda kepala, beda isinya juga wkwk. Jadi gabisa aku lanjutin. Udah gitu kepotong hiatus juga setahun. Cuma karena sekarang aku gatel ngeliat draftku penuh, jadi mau gamau aku keluarin. Toh udah lumayan buat satu part.

Kemaren sih aku udah beneran publish cerita MinKkura hasil oleh-oleh ku selama hiatus, judulnya Sunflower. Yang ini nih:

Jangan lupa mampir, ya wahai kalian penggemar minkkura! Tapi jangan ketipu juga, itu sebelas part yang udah kuketik, tapi baru satu part yang ku publish ;)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jangan lupa mampir, ya wahai kalian penggemar minkkura! Tapi jangan ketipu juga, itu sebelas part yang udah kuketik, tapi baru satu part yang ku publish ;)

Udah deh, gitu aja. Thanks yang udah mampir apalagi sampe ngasih vote! ^^

_Minerva_

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 12, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

As Hell On Heaven [HIATUS]Where stories live. Discover now