O.9

3K 353 19
                                    

Mungkin terdengar mustahil, tapi ini benar-benar kali pertama Jeongin mencecap dunia luar. Ia masih awam dengan matahari yang menembus langsung permukaan kulitnya, masih awam dengan banyak orang berlalu lalang hingga membuatnya sedikit takut, masih awam pula dengan aroma kopi dan croissant dari dalam cafe. Ternyata terlalu banyak hal menakjubkan diluar sini. Begitu menyenangkan namun mengerikan disaat yang bersamaan.

Jeongin tak pernah tau orang lain selain Bangchan dan Jane, serta Felix yang baru beberapa jam lalu dikenalnya. Lalu tiba-tiba ia dihadapkan dengan kondisi seperti ini, berjalan ditempat terbuka dengan banyak orang asing yang terkadang menatap kearahnya membuat ia takut sendiri.

"D-dad, b-bisakah k-kita ke-kembali k-ke mobil?" Kedua tangan Jeongin meremas lengan jas milik Bangchan. Badannya ia sembunyikan, berlindung dibelakang tubuh yang lebih besar.

Kini mereka berdua tengah berjalan-jalan di salah satu pusat perbelanjaan yang ada di kota. Suasana ramai jelas adalah hal umum yang bisa ditemui, namun bagi Jeongin itu adalah sumber ketakutannya.

"Aku sedang berbaik hati membawamu pergi kemari dan kau dengan mudahnya meminta kembali? Bukankah itu terdengar tidak tau malu?"

Jeongin menunduk, rambut panjangnya jatuh menjuntai membelai pipi. Ucapan Bangchan sukses membuat matanya memanas. Padahal dia hanya takut dan ingin kembali, apa harus menggunakan ucapan seperti itu?

"Katakan apa yang mau kau beli. Kita tak punya waktu banyak."

"T-tidak a-ada, h-hanya i-ingin k-kembali." Rengek Jeongin dengan gusar. Ia merasa risih ditatapi oleh kebanyakan ibu-ibu maupun bibi-bibi, walau pada kenyataannya mereka melihat Jeongin dengan pandangan terpana.

"Baik jika itu maumu. Tapi aku ingin ke toilet terlebih dahulu."

"A-aku akan m-menunggu D-dad di s-sini."

"Tidak, ikut denganku."

Nadanya tak bisa dibantah. Jeongin terpaksa berdiri di depan toilet pria dengan canggung. Hanya bisa meremas tali mini bagnya saat beberapa pria yang keluar dari dalam toilet menatapnya aneh.

"Kakak, hiks.." Jeongin bisa merasakan dress floralnya tertarik pelan.

Manik Jeongin menoleh kebawah, mendapati seorang bocah laki-laki berumur sekitar 4/5 tahun terlihat menangis.

"H-hey m-manis, k-kenapa m-menangis?" Tanya Jeongin lembut. Ia berjongkok guna mensejajarkan tingginya dengan sang bocah.

"M-mommy Tae h-hilang.. hiks.."

"O-oh, K-kamu t-terpisah d-d-dari I-ibumu y-ya?"

Si kecil mengangguk. Jemari mungilnya mengusap kedua mata yang memerah.

"A-akan k-kubantu m-mencari M-mamanya T-tae, t-tapi m-masalahnya a-aku juga t-tidak t-tau d-dimana M-mommy k-kamu."

"Kalau begitu ayo cali cama-cama." Ucap bocah itu dengan penuh harap.

Jeongin melirik kebelakang, menatap gusar kearah tempat dimana Bangchan tadi masuk. Pria itu belum juga keluar dari toilet. Tapi ia juga tak tega membiarkan anak itu sendirian lebih lama. Ia menggenggam lembut jemari bocah kecil di depannya, membawanya menjauh dari toilet pria.

"S-siapa n-namamu, j-jagoan?"

Si kecil mendongak, tersenyum dengan giginya yang berbaris rapi namun dihiasi beberapa ompong, "Taeoh, hehehe. Kalau kakak cancik?"

"J-jeongin."

"Namanya aneh tapi Tae cukaaa." Si bocah tak lagi menangis. Sedari tadi nampak antusias menggeret tangan Jeongin.

despacito | chanjeong ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang