BINAR menyisir rambutnya dengan cepat karena waktu sudah semakin siang. Semalaman Binar terus memikirkan Syuja yang sudah lima hari tak ada kabar.
"Binar sarapan dulu." Tawar Sarah dibalik pintu kamar putrinya.
Ceklek
"Ga usah ma, nanti disekolah aja. Binar takut kesiangan, udah jam tujuh." Ucap Binar tergesa-gesa.
Sarah menahan tangan Binar sesaat setelah Binar mencium punggung tangannya.
"Nanti kalau kamu sakit gimana?"
"Mama tenang, Binar nanti sarapan dikantin. Assalamualaikum."
"Ya udah hati-hati, waalaikumsalam."
Setelah pamitan dari Sarah, Binar berlari secepat mungkin menuju halte didaerah tempat tinggalnya. Mata Binar terus melirik jam kulit berukuran kecil ditangan kirinya. Ini menjengkelkan, waktu terasa begitu cepat berjalan seakan mengejar Binar.
"Kalau aku sampai telat, Pa Dito pasti menghukumku."
Binar semakin dibuat cemas, sudah dari tadi dia menunggu bis tapi belum ada satupun bis yang lewat.
Nata Parah
Nat, kayaknya hari ini aku datang terlambat. Tolong kasih tau Pa Dito kalau aku masih nunggu bis.
"Ayo neng cepetan naik!"
Syukurlah bis sudah tiba, Binar memasukan ponselnya didalam saku dan langsung bergegas naik bis. Mungkin keberuntungan sedang tidak berpihak padanya.
Binar berdiri ditiang dekat pintu karena semua tempat duduk sudah dipenuhi penumpang. Bahkan, tidak hanya Binar yang berdiri, seorang remaja masih satu usia dengan Binar berdiri tepat dibelakangnya. Jika dilihat dari seragam yang dipakainya, bisa ditebak dia berbeda sekolah dengan Binar.
"Hai, Lo kesiangan juga??" Tanyanya dari belakang menyentuh bahu Binar.
Binar hanya mengangguk tidak sempat menjawab ataupun menengok kebelakang. Bis yang melaju dengan cepat membuatnya sedikit kesusahan dan semakin berpegangan erat pada tiang.
"Emang Lo sekolah dimana?"
"Ga dianterin apa kesekolahnya?" Lanjutnya lagi yang masih bertanya.
Menyebalkan, kenapa cowok dibelakang Binar begitu cerewet dan kepo seperti perempuan. Binar tak menghiraukan pertanyaan cowok itu dan lebih memilih pokus kedepan dimana halte dekat sekolah Binar sudah semakin terlihat.
"Kiri."
Bus berhenti didepan halte setelah Binar meminta turun. Dia memberikan sejumlah uang pada kenek yang sudah berdiri diluar pintu bis.
"Tarik bang." Perintah keneknya pada supir.
"Oh, jadi dia sekolah diPratama Sakti."
Meski bis mulai melaju, tapi matanya masih berusaha melihat Binar. Dia tersenyum simpul saat Binar tengah berlari dari halte menuju sekolahnya.
"Emang harus banget apa lari? Gue juga yang kesiangan sans ae." Ucapnya terkekeh seraya menggelengkan kepala pelan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Binar Bentala Bianglala (END)
Подростковая литература[SUDAH TERBIT DI GUEPEDIA] Binar Bentala Bianglala, nama yang indah juga puitis tapi, tak seindah itu kisah asmaranya. Dia, cewek yang dianggap paling beruntung karena memiliki pacar seorang Reygan Syuja Pratama, cowok tampan, temperamen dan ditakut...