Sebelum baca klik bintang dulu yuk!^_^
Happy Reading🌻
^
^
^
^
^
^
^"Fyuuhhh, selamat..." Bel masuk berbunyi bertepatan saat ia sudah sampai di parkiran. Dhisty kini turun dari motor sport hitam milik- ya siapa lagi kalau bukan Arvan. Dikarenakan motornya sedang berada di bengkel, jadilah sekarang ia ke sekolah bersama Arvan. Itu pun karena cowok itu yang memaksanya, alasannya supaya tidak telat.
Dhisty akhirnya mengalah, kalu dipikir-pikir ucapan cowok tadi ada benarnya juga."Gue titip helm ya," ujar Dhisty yang dibalas anggukan singkat Arvan.
Dhisty mendadak merasa sedikit canggung, tetapi ia berusaha untuk bersikap seperti biasa, "Makasih sekali lagi udah nolongin gue."
"Hm." Arvan menatap cewek yang berdiri di depannya ini sebentar, setelah itu ia berjalan menuju koridor meninggalkan Dhisty yang masih diam di sana dengan raut wajah yang tidak bisa di artikan. Ingin rasanya ia mengumpat dan berteriak memaki cowok itu. Tapi apa lah daya, Arvan sudah hilang dari pandangannya.
"Sebaik apa pun dia tetap ngeselin!" gerutunya dalam hati.
~🌻~Maurel menyeruput es jeruknya dengan nikmat, "Gue kira lo nggak masuk tadi."
Saat ini ketiga gadis cantik itu tengah berada di kantin menikmati pesanan mereka. Dhisty sudah menceritakan tentang kejadian tadi pagi atas desakan Nishwa.
"Kayak nya Arvan suka deh sama lo."
"Uhuk uhuk!"
"Eh, nih minum air putih dulu." Maurel menyodorkan sebotol air mineral.
Setelah merasa lega, Dhisty kembali bersuara, "Apaan sih lo, ya nggak mungkin lah!"
"Nggak ada yang nggak mungkin, Dhis."
"Ya udah sih, nggak penting juga. Lagian gue nggak suka tuh sama dia," balasnya cuek.
"Hati nggak ada yang tau, Dhis. Hati bisa berubah kapan pun," timpal Maurel serius.
Dhisty terdiam beberapa saat, mencerna perkataan Maurel.
"Gue lagi nggak ada suka sama siapa-siapa," sambungnya lagi dengan nada pelan. Ia teringat kembali pada sosok Delan, sahabatnya.
Maurel yang melihat perubahan raut wajah sahabatnya itu merasa sedikit bersalah, "Maaf, Dhis. Gue nggak bermaksud-"
"Nggak apa-apa, Rel." potongnya cepat dan tersenyum yang sedikit dipaksakan.
Nishwa yang menyadari situasi, berusaha mengembalikan suasana seperti semula.
"Eh, nanti sore kita berdua main ke rumah lo ya," ujar Nishwa dengan nada riangnya.
Di antara mereka bertiga, Nishwa lah yang paling ceria. Sifatnya yang kadang-kadang seperti anak kecil, suka teriak-teriak nggak jelas, heboh sendiri jika ketemu cogan, dan sedikit tidak waras, mebuat Dhisty ingin bersahabat dengannya.
Begitu juga dengan Maurel yang sikapnya lebih dewasa dari mereka berdua, selalu menjadi pendengar yang baik, lebih waras dari Nishwa tetapi suka terang-terangan kalau berbicara , membuat Dhisty nyaman bersahabat dengannya."Emm kayak nya nggak bisa deh, Wa. Soalnya gue nanti ada ekskul," tolak Dhisty halus. Seketika senyum cantik di bibir Nishwa luntur dan berganti dengan wajah cemberut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Terakhir (HIATUS)
Teen FictionApa sih istimewanya senja bagi dia? Kata-kata itu seperti tak asing lagi baginya. Dhisty,si gadis pengagum senja yang setiap harinya duduk di halaman rumah ketika sudah petang hanya untuk melihat langit yang jingga itu.Kenangan masa lalu itu kembali...