AL ; 4

49 3 0
                                    

Fredella POV

"Anjir, sial banget gue hari ini. Abis nontonin gebetan berangkat bareng sama si cabe, telat, nyusup ke gua hantu, dekilan, sampe harus ketemu lagi sama para manusia laknat itu. Mimpi apa gue semalam."

Aku terus mengomel dan mengumpat, meskipun gak ada yang bakal dengar. Tapi setidaknya aku cuma ingin meluapkan kekesalanku hari ini. Kesialan yang bertubi-tubi datang melandaku.

"Ini semua tuh, gara-gara si cabe itu."

Aku menatap cermin besar di atas westafel, memperbaiki penampilanku dari ujung rambut sampai ujung sepatu. Setelah kurasa cukup baik, aku mengeluarkan ponsel yang berlogo apel tergigit dari dalam tas ku. Mencari angle yang tepat, kemudian berselfie ria.

Setelah menemukan satu foto yang kurasa paling baik diantara yang lain, dengan tangan kanan memegang ponsel yang menutupi bagian wajahku dan tangan kiri yang mengacungkan jari tengah. Aku menghapus seluruh foto yang baru saja ku ambil beberapa menit yang lalu, yang jumlahnya mencapai 147 foto. Dan hanya menyisakan satu foto yang telah ku posting dengan caption " worst day ever :( ".

Kurasa semua wanita akan melakukan hal yang sama sepertiku saat menemukan cermin didalam toilet. Entah apa alasannya dan siapa yang memulainya. I don't fucking care about that. Dan gaya yang ku tampilkan, kurasa seluruh wanita dibelahan bumi ini yang mengerti cara mengoperasikan smartphone pasti pernah melakukannya. Jangan bilang kalian eksis kalau belum pernah berpose dengan gaya seperti itu. Aku tidak perlu menjelaskannya dengan lebih detail, anak insta pasti sangat paham maksudku.

Belum cukup lima menit aku mempost foto itu, hp ku terus berdering yang menampilkan pop up notifikasi dari para pengikut ku yang sudah memiliki huruf didepan tiga deret angka.

Aku mematikan hp ku dan mengambil botol parfum untuk menutupi bau yang kudapatkan di lobang tikus, yang sialnya baru saja kulalui itu.

Aroma parfum yang segar memenuhi setiap celah dari ruangan dengan enam bilik itu. Karena upacara masih berlangsung, membuatku kelimpungan memutar otak untuk mencari cara agar keluar dari sini dan masuk ke kelas dengan tenang. Demi apapun, aku benar-benar lelah.

Seandainya saja aku tidak memikirkan kebebasan Athena si Cabe itu bermesraan dibelakangku, dengan senang hati aku akan membolos saja dan berjalan-jalan sambil menghabiskan uang jajan yang baru saja diberikan oleh Daddy pagi ini, yang jumlahnya lebih dari cukup untuk beli jajanan dan tentu saja, shopping.

Author POV

Cahaya matahari pagi yang terbit dari ufuk timur mengiringi upacara bendera hari ini. Paparan sinar matahari, ditambah dengan celotehan tidak penting dari kepala sekolah yang sudah hampir setengah jam berbicara panjang lebar mengenai tata tertib sekolah dan lain-lain, membuat ubun-ubun siswa semakin terpanggang.

"Duhh... itu pak Hendi ngomong apa, sih? Gak kering apa, tuh bibir celoteh mulu?" Keluh Calista, gadis manis dengan senyum menawan dan rambut panjang gelombangnya.

"Tau, tuh mulut ampe berbusa juga gak bakal berenti juga, dia." Sahut Adifa, cewek cantik dengan rambut ombre khasnya.

"Mana gak ada tempat lagi buat berteduh, aduh capek bet, sumpah." Athena menyahut menanggapi.

"Sabar aja, ntar juga kelar, kok." Ansel, cewek dengan tinggi semampai dan rambut lurus sepinggang nya itu menenangkan teman-temannya.

Sementara di bagian paling ujung lapangan, terdapat barisan yang memisahkan diri dari barisan lain. Namun, kali ini berbeda. Biasanya mereka membuat barisan yang terdiri dari sembilan orang, yang dikenal seantero sekolah sebagai tim utama Hexagon, yang terdiri dari Ares, Ando, Azka, Reyhan, Fero, Arsen, Nico, Nizam dan Lio. Dan yang berbeda, barisan itu kini hanya terisi oleh enam orang. Yah, tiga orang lainnya sudah diketahui dimana keberadaannya.

ALARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang