04 : tidak percaya

563 59 2
                                    

Rissa duduk di kelasnya sembari mengunyah permen karet dengan bosan. Rissa merasa kesal sebenarnya, karena guru Bahasa Inggrisnya tiba-tiba mengadakan kuis. Untung saja Rissa bisa menjawabnya, jika saja kuis pagi ini adalah Matematika bukannya Bahasa Inggris, mungkin Rissa sudah menangis karena tidak bisa mengerjakannya.

"Pss, Rissa. Bagi permen karet." Emma menyodorkan tangannya pada Rissa. Cewek itu segera memberikan permennya pada Emma.

Emma juga sudah menyelesaikan jawaban kuis Bahasa Inggris nya. Sekarang tengah menunggu yang lain juga selesai.

"Em, lo mending duduk sama gue aja deh, daripada duduk sama dia." ucap Rissa dengan suara yang dikecilkan karena gurunya masih ada di dalam kelas. Terutama ini sedang kuis.

Emma menoleh pada Julio, teman sebangkunya. Cowok itu tengah bersandar sembari mengetukkan jarinya pada meja. Emma mengangkat bahunya pada Rissa, kembali menoleh pada cewek itu.

"Lo bener, tapi hari ini aja. Karena besok Harun sekolah, dan elo mesti duduk sama dia," ucap Emma. Rissa mendengus mendengar itu.

"Gue duduk bareng Rissa, nanti." Emma memberitahu Julio.

"Oke," ucap Julio.

Julio selalu saja bermain permainan online di ponselnya setiap ada waktu kosong, terutama jamkos dan istirahat. Bahkan setiap pergantian jam pelajaran, Julio langsung pergi ke tempat teman-teman cowok di kelas.

Jadi, Emma tidak begitu merasa Julio adalah teman sebangkunya. Karena tempat duduknya sejajar dengan Rissa, jadi Emma sering mengobrol dengan Rissa. Itu menyenangkan.

Kemudian bel berbunyi, semua jawaban kuis harus dikumpulkan. Rissa membuang sampah permen karetnya yang telah ia bungkus lagi dengan pembungkus permen itu sendiri ke dalam laci. Berencana untuk membuangnya ke tempat sampah nanti.

Rissa menunjuk kursi Harun dengan jempolnya, mengisyaratkan agar Emma segera duduk di sana. Emma membawa tas juga buku-bukunya ke tempat duduk Harun, lalu meletakkannya di sana. Kemudian mengobrol dengan Rissa.

Sementara itu, di Rumah sakit. Harun berjalan menuju sofa, duduk di sana. Cowok itu melihat tangan kanannya yang patah. Ujian semakin dekat, terutama besok juga ulangan Matematika. Harun tidak bisa menulis dengan tangan kiri, ini akan menyulitkannya nanti.

Cowok itu menyandarkan punggungnya ke sofa, mengadahkan kepalanya menatap langit-langit Rumah sakit, ia merasa bosan.

Hingga kemudian Mama Harun datang menghampiri Harun. "Harun, yakin pulang sekarang? Istirahat dulu lah," ucap Mama Harun.

Harun mengangguk, "Harun besok ujian, Ma."

"Harun, sekali-sekali jangan belajar mulu lah," ucap Mama Harun. Harun menarik garis bibirnya, tersenyum menanggapi itu.

"Atau jangan-jangan kamu kangen si Rissa itu?" tanya Mama Harun.

"Enggak lah, Ma." Harun menjawab cepat, kemudian berdiri. Harun kembali melihat tangannya yang tertekuk, dan juga digips.

"Tangan kamu bakalan sembuh, kok." Wanita itu berucap meyakinkan Harun, Harun mengangguk.

Kata Dokter, tangannya mungkin akan sembuh sekitar dua sampai tiga bulan. Itu adalah waktu yang sangat lama, mengingat ujian akhir semester akan segera dilaksanakan sekitar dua bulan lagi.

"Ma, Harun nggak bisa nulis," ucap Harun menunjukan tangannya pada Mamanya.

Wanita itu terdiam, kemudian menatap Harun. Ia menghela napas, "Kamu bisa minta bantuan teman kamu, kalau mereka baik, mereka pasti mau bantu kamu," ucap Mama Harun.

HARISSA✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang