+ Content and/or trigger warning: this part contains scenes of sexual activity which may be triggering for some readers.
_______________________________Tubuh James membeku ketika mendapati Arlington yang baru saja tiba di Amsterdam. Ia bahkan tak berani mengangkat kepalanya untuk sekedar menatap ujung kaki Arlington yang berada di hadapannya.
Malam di Amsterdam sudah dingin dan pria itu datang dengan membawa aura yang sangat dingin, membuat tubuh James seolah tertusuk bahkan ketika pria itu sedang berbicara.
"Dimana Abbey?" tanya Arlington dengan nada yang sangat rendah membuat bulu kuduk James berdiri. James menunjuk ke arah kamar yang Abbey tempati, ia tidak berani membuka suaranya. Biarlah permainan yang Abbey mulai, Abbey akhiri sendiri. James tidak ingin terlibat lebih jauh.
Setelah kepergian Arlington, James langsung mengangkat kepalanya. "Apa Arli tau aku dan Abbey baru saja membohonginya?"
"Habislah aku, Abbey nyawaku hanya satu dan kau menyia-nyiakannya." James mengigit jarinya dengan takut. Ia langsung berlari menjauh, berusaha sejauh mungkin dari jangkauan Arlington.
Arlington yang tampak gelabah membuka pintu di hadapannya dengan kasar. Matanya langsung terarah kepada seorang perempuan yang duduk di atas ranjang seolah sengaja menunggu kehadirannya. Perempuan yang berstatus sebagai istrinya itu tengah duduk dengan santai dengan senyum menghiasi wajahnya.
Melihat senyum Abbey membuat Arlington memalingkan tatapannya.
Sorot mata tajam nan dinginnya bisa berubah menjadi sendu hanya dengan melihat senyum Abbey dan Arlington tidak ingin itu terjadi.
Dengan suara yang sedikit sumbang—ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak goyah. "Dimana Luigene?" tanya Arlington dingin tak terdengar seperti bertanya.
"Kamu tidak merindukanku? Kemarilah, peluk aku. Aku merindukanmu." Arlington bergeming tak mengindahkan Abbey, ia memejamkan matanya dengan sangat rapat sembari mengepalkan tangannya kuat.
Arlington tidak sanggup untuk melampiaskan kemarahannya kepada Abbey. Ia juga tidak sanggup bertanya, semua pertahanan yang ia buat hampir saja runtuh. "Merindukanku? Omong kosong."
"Ya, aku merindukanmu, kemarilah." Abbey bangkit dari duduknya, tampak perempuan itu hanya mengenakan lingerie tipis yang tidak membantu menutupi apa pun.
"Untuk siapa kamu berpakaian seperti ini? Apa ini untuk Luigene?"
Tentu Abbey menggeleng. "Untukmu." Arlington tertawa sumbang—matanya memerah menatap Abbey dengan intens, menyiratkan kekecewaan, amarah serta kesedihan secara bersamaan.
"Hentikan omong kosong ini Abbey. Aku mohon katakan apa yang terjadi, aku ingin mendengarnya dari mulutmu secara langsung."
"Tidak terjadi apa pun."
"Jujurlah, maka aku akan memaafkanmu. Aku tidak akan marah jika kamu jujur tetapi jika kamu berbohong maka aku akan sangat membencimu detik ini juga."
Langkah Abbey terhenti. "Kamu ingin aku jujur?"
"Ya."
Abbey mendekatkan dirinya kepada Arlington, "Baiklah, aku akan jujur," kata Abbey sedikit berbisik sebelum melanjutkan ucapannya, "Aku sangat, sangat, sangat menyukaimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reasons
Romance[COMPLETED] Tak pernah terlibat skandal bersama perempuan merupakan reputasi besar yang Arlington pegang hingga sekarang. Kehidupannya yang tampak sempurna sukses membuat Abbey rela menyerahkan diri secara sukarela kepadanya. Arlington pun berhasil...