8. Ending.

994 110 17
                                    

Musim dingin sedang buruk-buruknya. Di tengah suhu dingin Seoul yang tidak bisa diajak kompromi, Jongin masih harus menyiapkan recital sebagai tugas akhir. Dan hari itu, dia harus berlatih bersama teman-temannya. Meskipun badannya sedang tidak bisa diajak kompromi; karena rasa lelah menghajarnya habis-habisan. Semalam, festival akhir tahun yang dia persiapkan selama berbulan-bulan akhirnya terlaksana. Masih terngiang di benaknya bagaimana riuh para penonton yang hadir dan apresiasi yang tidak kunjung berhenti.

Senyumnya tidak memudar. Semalam juga, band-nya mendapatkan sebuah tawaran kontrak dari sebuah agensi besar. Tentu, itu adalah harapan yang mereka inginkan selama beberapa tahun belakangan. Meskipun untuk saat ini mereka masih menahan tawaran tersebut karena masih harus mempertimbangkan baik dan buruknya-sebenarnya mereka masih menunggu tawaran dari agensi sebelah, yang semalam salah satu manajernya juga memberikan sebuah kartu nama. Yup, mereka masih akan membicarakan agensi mana yang akan mereka ambil nanti.

Pagi itu Jongin mengendarai mobilnya ke kompleks perumahan Kyungsoo. Benar, dia tidak menggunakan Phony ataupun Gioㅡudara sedang sangat dingin untuk diterjang. Jongin sangat bersemangat hari itu. Dia ingin segera menceritakan tentang kontrak agensi-agensi besar itu-karena Kyungsoo sendiri berharap band Jongin segera debut secara profesional.

Ketika sampai di depan rumah Kyungsoo, Jongin segera mengirimkan pesan untuk kekasihnya tersebut. Ia tidak ingin keluar dari mobil karena tidak ingin berperang dengan suhu dingin. Jongin yang semula bersenandung lagu-lagu yang ia putar di mobilnya seketika berhenti ketika melihat Kyungsoo berlari kecil menuju mobilnya. Lelaki itu mengenakan sebuah coat yang panjang sehingga ia terlihat tenggelam.

"ㅡdingin!" ucap Kyungsoo sembari menaruh violin kesayangannya di bangku belakang mobil Jongin.

Ketika Kyungsoo membuka pintu kursi penumpang di sebelah Jongin, "Oh! Ulat bulu!"

Seruan Jongin membuat Kyungsoo terkejut, "Ha? Di mana?" tanyanya panik.

Sejujurnya Jongin tidak menyangka reaksi Kyungsoo akan seperti itu. Apalagi dia malah melepas coat dan hanya menyisakan sebuah sweater tebal.

"Eh, tidak ada! Masuk! Masuk!" perintah Jongin yang kemudian menarik Kyungsoo masuk, "Tidak ada ulat bulu, Little Do. Aku memanggilmu ulat bulu karena ini, heheㅡ" Jongin menyentuh coat milik Kyungsoo sembari tertawa kikuk.

Lelaki bermarga Do itu menghela nafas panjang; merasa sangat bodoh karena sudah panik mencari-cari ulat bulu yang ia kira menempel di jaketnyaㅡwalaupun sebenarnya sedikit tidak mungkin di musim dingin begini. Tapi tetap saja, Kyungsoo dan rasa jijiknya pada ulat bulu itu tidak dapat terhindarkan.

Jongin mulai menjalankan mobilnya menuju kampus. Ia sebenarnya tidak sabar untuk memberitahu Kyungsoo soal kontrak band-nya dengan agensi besar itu. Tapi karena ulahnya sendiri, Kyungsoo sekarang hanya diam dan bahkan memperhatikan jendela sebelahnya saja. Sejujurnya Jongin sedikit menyesal. Meskipun dia ingin tersenyum gemas karena pipi Kyungsoo yang gemuk itu memerah karena cuaca yang dingin. Tentu akan begitu, karena kulit Kyungsoo sendiri yang cenderung putihㅡwalaupun tidak pucat seperti Junmyeonㅡtapi setidaknya tidak seperti Jongin yang cenderung tanned.

"Kau marah padaku?" tanya Jongin yang masih berkonsentrasi dengan jalanan.

"Tidak..." gumam Kyungsoo.

"Kenapa diam saja?"

Kyungsoo menggelengkan kepalanya dan menghadap ke arah Jongin yang masih sibuk menyetir. Ia menghela nafas. Sebenarnya ia punya alasan untuk diam saja dan bukan karena guyonan ulat bulu tadi. Alasan yang lain; yang sejujurnya Kyungsoo lebih takut Jongin marah padanya, bukan sebaliknya.

SWEET AND SOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang