01. Sekolah Baru

123 28 8
                                    

Sebuah mobil mewah melaju perlahan, masuk melewati gerbang utama Archipelago High School. Salah satu SMA favorit bagi siswa-siswi kalangan atas. Tidak hanya favorit, Archipelago High School juga menyandang gelar sebagai sekolah unggulan karena berbagai prestasi yang telah dicapai.

Begitu mobil alphard putih itu terparkir, keluar dua orang cewek yang kemudian di susul oleh seorang pria berperawakan tinggi sedang dengan usianya kira-kira empat puluh tahunan. Pria dengan setelan jas rapi itu jalan di depan, sedangkan kedua cewek berjalan di belakang.

Semua pasang mata tertuju pada mereka bertiga. Beberapa siswa baik cewek maupun cowok berbisik-bisik satu sama lain begitu melihat dua orang cewek berwajah asing berpapasan atau lewat di depan mereka. Tak hanya siswa, pak Udin salah satu tukang kebun sekolah yang saat ini sedang bertugas menyapu halaman sekolahpun sampai menghentikan aktivitasnya.

Dua orang cewek dan pria empat puluh tahunan yang kemungkinan adalah ayah atau setidaknya keluarga dari dua orang cewek itu masuk ke ruang kepala sekolah. Beberapa siswa yang kepo mulai berjejeran berkerumun berusaha mengintip dari jendela ruang kepala sekolah. Namun suara bel yang tiba-tiba berbunyi membuat mereka terpaksa mengurungkan niat untuk mengintip ke dalam ruang kepala sekolah.

***

Seperti biasa, ruang kelas XI IPS I selalu ramai layaknya pasar di pagi hari. Jika diberi peringkat maka kelas XI IPS I menempati peringkat pertama untuk predikat aktivitas dan produktifitas tertinggi. Pasalnya, murid-murid kelas XI IPS I adalah murid-murid cerdas dengan bakat dan keistimewaan yang berbeda-beda. Sebagian siswa berbakat dalam bidang olahraga dan sebagian lainnya berbakat dalam bidang seni. Namun sangat disayangkan, murid-murid di kelas XI IPS I sering kali berbuat onar, terutama murid yang bernama Gavin.

Jarum jam dinding telah menunjukkan pukul 07.10 WIB, seharusnya guru paling disiplin yaitu guru mata pelajaran bahasa Indonesia sudah masuk ruang kelas sejak sepuluh menit yang lalu. Alih-alih membaca atau setidaknya mempersiapkan pelajaran bahasa Indonesia, murid-murid justru sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang bernyanyi diiringi musik perkusi dari kursi dan meja, ada yang sibuk mabar, ada pula yang sibuk menggosip.

Suasana kelas masih ramai hingga tiba-tiba seorang siswa berteriak memberi info bahwa bu Eni, guru mata pelajaran bahasa Indonesia sedang menuju kelas XI IPS I. Begitu Bu Eni sampai di depan pintu ruang kelas XI IPS I, seluruh siswa telah terduduk rapi, buku mapel bahasa Indonesia telah siap terletak dia atas meja sebagian siswa bahkan menyatukan kedua tangan di atas meja layaknya siswa sekolah dasar. Bu Eni masuk ruang kelas diikuti oleh dua orang cewek.

Cewek yang pertama masuk memakai kacamata, rambutnya diikat dua, dan tatapannya sedikit malu-malu. Sedangkan cewek yang kedua, ia masuk ruang kelas dengan senyuman percaya diri. Cewek yang kedua sangat menawan. Parasnya cantik, senyumnya manis, kulitnya putih, rambutnya hitam panjang sedikit bergelombang, postur tubuhnya tinggi, tidak kurus dan tidak gemuk alias ideal, hidungnya mancung, bulu matanya hitam lentik, dan alis matanya hitam asli tanpa pensil alis. Bisa dikatakan dia adalah cewek yang sempurna.

Semua pasang mata kini menatap dua cewek yang sedang berdiri dihadapan mereka tanpa menghiraukan keberadaan bu Eni. Mereka mulai membandingkan kedua cewek tersebut. Beberapa dari mereka berbisik-bisik menilai penampilan cewek pertama yang terlihat culun dan memuji penampilan cewek kedua yang sangat cantik.

"Selamat pagi anak-anak,"

"Pagi bu," jawab seluruh siswa hampir bersamaan.

"Silahkan kalian perkenalkan diri masing-masing!" ujar bu Eni pada kedua murid baru.

"Perkenalkan saya Aulya Bella Ghassani, biasa dipanggil Bella, saya pindahan dari Bandung," ujar cewek berkaca mata dengan sedikit gugup hingga menyebabkan beberapa siswa sampai menahan tawa.

"Hai semua, saya Zetta Aznii Faranisa biasa dipanggil Zetta, saya juga pindahan dari Bandung. Semoga saya bisa berteman baik dengan kalian semua,"

"Vin dia cewek yang kemarin kan?" Adit berusaha memberitahu Gavin yang saat ini tengah sibuk bermain game online di iphone-nya.

"Apaan sih, ganggu aja," Gavin kesal karena Adit telah membuat konsentrasinya pecah dan membuatnya kalah.

Gavin sedari tadi memang tidak tertarik dengan murid baru di kelasnya. Ketika semua mata tertuju pada kedua murid baru hanya Gavin yang masih sibuk dengan android-nya hingga Adit membuatnya sadar bahwa ia mengenali salah satu dari kedua cewek itu.

"Ngapain tu cewek di sini?" ujar Gavin dalam hati.

Tiba-tiba seorang cowok mengangkat tangan hendak bertanya.

"Zetta, masih jomblo atau udah punya pacar? Boleh dong minta nomor WhatsApp,"

Pertanyaan itu sukses membuat suasana kelas kembali riuh. Anehnya bu Eni tak berkomentar apapun. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh siswa-siswa cowok lainnya. Hampir semua pertanyaan diberikan pada Zetta. Ada yang bertanya alamat rumah, usia, hobi, bahkan ada juga yang bertanya ukuran sepatu.

Lima belas menit berlalu dihabiskan untuk perkenalan dua orang murid baru. Zetta dan Bella dipersilahkan duduk. Mereka duduk terpisah, Zetta duduk tepat di belakang Gavin bersama dengan Salsa sedangkan Bella duduk di belakang Salsa bersama dengan Vania.

Bu Eni memulai pelajarannya, seperti biasa bu Eni menerangkan materi dengan panjang lebar membuat semua murid di kelas itu merasa bosan dan ngantuk meskipun hari masih pagi. Di tengah-tengah menerangkan materi, perhatian bu Eni tertuju kepada salah satu murid yang wajahnya tertutup oleh buku paket bertuliskan bahasa Indonesia yang terbalik. Dengan nada khas orang yang kesal, bu Eni menyerukan nama Gavin. Sontak Gavin dan seluruh murid yang tadinya sedikit mengantuk kini langsung terbelalak.

"Gavin, kamu akan ibu hukum karena telah tidur di jam pelajaran ibu. Di jam istirahat nanti kamu harus menemani Zetta dan Bella berkeliling melihat sekokah ini, mengerti?" ujar bu Eni tegas.

"Mengerti bu," jawab Gavin malas.

Itulah Gavin Nata Melviano. Murid yang selalu membuat kesal bu Eni karena sering kali tidur saat bu Eni menerangkan. Tak hanya membuat kesal bu Eni, Gavin juga sering membuat kesal guru-guru yang lain. Meskipun begitu, Gavin tetaplah menjadi idola bagi cewek-cewek di Archipelago. Ketampanannya mampu membuat setiap cewek bertekuk lutut meminta dijadikan pacar.

Selain tampan, Gavin juga anak dari orang kaya. Ayah dan ibunya adalah seorang pengusaha sukses yang masing-masing memiliki perusahaan sendiri. Maka tak heran jika Gavin selalu dimanjakan oleh kemewahan. Bagi Gavin, kemewahan itu justru merenggut kasih sayang dari kedua orang tuanya. Orang tua Gavin sibuk bekerja sampai lupa untuk memberikan perhatian kepada anak semata wayangnya. Oleh karena itu, Gavin selalu mencari hiburan di luar rumah, seperti club dan balap mobil. Pulang malam, pagi atau bahkan tidak pulang sekalipun tak menjadi masalah untuk Gavin.

TRUST METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang