AX 34 - Twilight Poetry

213 40 22
                                    

Ig : @Anantapio26_

Wajib vote, comments and share hehehe.... Kalo nggak, dosa wkwk.

Senja, nampak redup dengan cahayanya yang kemerahan. Menemani debar jantung yang terdengar risau. Wajah pucat Nanta belum teralihkan dari matahari di depannya.

"Lihat matahari langsung dengan mata telanjang bikin mata rusak, lho, Nan." Itu suara gadisnya yang sedang menyandarkan pinggulnya di tembok pembatas rooftop. Sedangkan Nanta dengan tanpa rasa takut duduk santai di atas tembok pembatas.

Nanta menoleh ke arah Laisa. Menatap pemandangan yang menurutnya paling indah dari apapun, termasuk dari senja di depannya. Lalu ia merebahkan tubuhnya di dekat Laisa. Satu hal, ia merasakan kedamaian yang belum pernah ia rasakan.

Tangan Laisa meraba wajahnya dengan lembut. "Nan," panggilnya hangat.

"Iya."

"Aku takut papa sama mama nggak pernah setuju sama kita."

"Aku lebih takut kamu menghilang."

"Jadi kamu nggak takut kalo papa sama mama menolak kamu?"

Nanta tersenyum. "Punya hak apa mereka atas perasaanku, La?" Lalu bangkit dan membawa Laisa menjauh dari tepi rooftop.

"Terlalu berbahaya," ujarnya saat terlihat Laisa mengernyitkan dahi.

"La." Nanta meraih kedua tangan Laisa. "Aku minta, kita jangan pernah menyerah, ya?"

Laisa mengangguk. Rambutnya hitamnya terurai indah bersamaan dengan terpaan angin yang menyentuh wajahnya. "Nggak akan."

Kembali, Nanta harus sadar dengan ucapannya yang mulai memaksa semesta untuk selalu berpihak kepadanya.

Padahal tidak selalu bisa seperti itu, semesta pun berhak menentukan pilihan yang terbaik bagi para penghuninya, termasuk dua anak muda yang kini berdiri di tengah rooftop dengan saling menatap penuh makna.

(Saksi Lembayung)

Lihatlah ia, Senja
Yang tengah menatapku di hadapanmu

Lihatlah ia, Senja
Yang selalu aku paksa untuk selalu bersama

Lihatlah ia, Senja
Yang seharusnya tidak bersamaku

Aku mencintainya
Semoga aku tidak membelenggunya
Hanya karena tidak pernah rela jika ia kulepas

Lembayung, tolonglah bersuara
Untuk menjadi saksi antara aku dengannya
Antara perasaanku dengannya
Antara perbedaanku dengannya
Antara aku yang memaksanya

~Ananta, di September yang hendak berlalu.

Nanta tidak akan pernah bosan menatap manik mata itu, manik mata yang seakan selalu menenggelamkannya pada samudra luas. Andai ia dapat mengatur waktu, pasti ia sudah memutarnya berungkali hanya untuk bisa menatapnya lagi dan lagi.

Ia merengkuh gadisnya, menyatukan keningnya. Lalu memejamkan kedua matanya seakan merasakan dimensi waktu yang akan membawanya pada sebuah tempat berbeda. Tempat yang hanya dihuninya dengan Laisa.

Jantungnya terus berdebar seperti deburan ombak yang menyapu bibir pantai, yang menantang bebatuan karang, kemudian lepas pada samudra yang tidak pernah disinggahi oleh siapapun kecuali dirinya dan Laisa. Hanya berdua.

"Bersama waktu, kita merasa tidak menentu. Hanya karena takut jika suatu saat terasa pilu. Aku sudah tahu itu. Bahkan lebih dari tahu."

"Kita tahu ini akan menyakitkan. Bahkan saling menyakiti."

AXIOMATIC (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang