+ Content and/or trigger warning: this part contains scenes of sexual activity which may be triggering for some readers.
_______________________________Keesokan harinya, seperti biasa Abbey akan bangun lebih awal untuk menyiapkan segala keperluan Arlington, meski pria itu tidak pernah menyuruhnya—bahkan melarangnya tetapi Abbey tetap ingin melakukannya.
Abbey akan membangunkan Arlington tetapi langkahnya terhenti ketika ia melintasi kamar yang berada tepat di samping kamarnya. Tangan Abbey terulur membuka pintu tersebut, kamar dengan nuansa pink yang sudah Abbey persiapkan.
Ia berjalan masuk, sambil meneliti setiap sudut kamar tersebut. Abbey mengusap perutnya sendiri, mengingat kembali perkataan Arlington kemarin.
"Memiliki anak adalah tanggung jawab yang besar Abbey, aku belum siap untuk membagimu dengan orang lain termasuk anak kita. Aku ingin memiliki anak dari perempuan yang aku cintai."
"Apa kamu tidak mencintai aku?"
"I care for you, deeply. Kamu sendiri yang bilang- belum bukan berarti tidak akan. Maka dari itu, beri aku waktu. Kita tetap bisa menikmati kehidupan pernikahan tanpa anak."
Itulah yang Arlington katakan hingga akhirnya Abbey lebih memilih untuk mengalah dan mengiyakan pria itu. Abbey memejamkan matanya sendiri berusaha menerima apa yang sudah mereka sepakati kemarin.
Sebuah telapak tangan hangat menyentuh pundak Abbey membuat perempuan itu menoleh dan mendapati Arlington yang sudah rapi dengan setelan jasnya, sambil menenteng dasi. "Aku menunggumu."
Abbey langsung mengambil alih dasi Arlington dan memasangkannya pada leher pria itu. Abbey membuat simpul dengan sangat teliti, sedangkan Arlington—pria itu tersenyum tipis meneliti wajah Abbey.
"Aku akan pergi untuk menemui dokter pribadiku. Lalu menyusulmu ke perushaan, aku juga sudah menyiapkan bekalmu, jangan selalu makan siang di luar, tidak sehat," kata Abbey panjang lebar sambil membenarkan kera kemeja Arlington.
"Kamu yakin tidak memerlukan Delsin? Delsin bisa membantumu. Dia ahlinya."
"Sangat, aku memiliki dokter pribadi sendiri Arlington. Dia mengetahui semua kondisi tubuhku, aku ingin menjaga privasiku."
Arlington mengecup bibir Abbey singkat. "Baiklah kalau begitu, aku akan menunggumu."
Pria itu menggandeng tangan Abbey untuk ikut turun sarapan. Setelah sarapan, Arlington langsung berpamitan kepada Abbey dan memastikan jika perempuan itu pergi untuk memasang alat kontrasepsi.
"Jangan lupa." Arlington mengusap puncak kepala Abbey, kemudian dengan cepat mencium Abbey sekali lagi ketika melihat Luigene yang datang menghampiri mereka.
Melihat itu, Luigene langsung mengalihkan pandangannya dengan cepat. Ia berjalan sedikit menunduk menghampiri Arlington. "Luigene tolong antarkan Abbey ke dokter, pastikan dia pergi ke dokter," bisik Arlington kepada Luigene, Abbey tidak mendengarnya.
Luigene mengerutkan dahinya, tetapi dengan cepat mengangguk. Apa Abbey sudah memberitahu Arlington?
Setelah berpamitan untuk yang terakhir kalinya, Arlington langsung masuk kedalam mobil. Hari ini Erdem menemaninya, karena ia harus mengunjungi Shaleeya terlebih dahulu sebelum pergi ke perushaan.
"Erdem, antarkan aku ke tempat Shaleeya terlebih dahulu. Aku harus memastikannya sendiri jika dia baik-baik saja."
"Baik Tuan." Erdem hanya menurut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reasons
Romance[COMPLETED] Tak pernah terlibat skandal bersama perempuan merupakan reputasi besar yang Arlington pegang hingga sekarang. Kehidupannya yang tampak sempurna sukses membuat Abbey rela menyerahkan diri secara sukarela kepadanya. Arlington pun berhasil...