Nick POV
Aku sudah selesai menceritakan semua yang membuatku seperti orang gila selama tiga hari ini. Aku merasa lega karena Edgar di sini, dan mau mendobrak pintu kamarku untuk kesekian kalinya. Walau rasa sakit itu masih ada, tapi setidaknya aku merasa lebih baik sekarang ini. Lebih baik...
Aku baru ingat kalau Edgar sudah berbaik hati mau menggantikanku bekerja selama dua puluh lima hari ini. Oh astaga, tapi sepertinya semua yang dia lakukan sia-sia karena aku malah tidak memdapatkan Caroline. Huft.
Tapi kenapa Edgar sekarang ada di sini? Dia bukan tipe orang yang suka berleha-leha dan meninggalkan pekerjaan. Dia bahkan lebih memilih menyiksaku agar bekerja dengan giat daripada menikmati tidurnya yang cukup. Apa pekerjaan sudah selesai? Wow, kalau begitu aku harus memberi ucapan selamat!
"Jadi, kenapa lu bisa ada di sini? Ga kerja???" tanyaku bingung.
"Karena kerja, gue ke sini." Jawab Edgar lalu menghela nafas berat.
Baik, ini pasti tidak bagus. Edgar memang tidak berleha-leha ataupun meninggalkan pekerjaan. Dan itu artinya pekerjaan pun belum selesai. Edgar jarang sekali menghela nafas soal pekerjaan, dan kalau sudah begini pasti ada sesuatu yang buruk terjadi. Seperti saat kado tidak terkirim dan membuat Ichthus memanggilku. Helaan nafas Edgar berarti masalah besar!
"Cepetan ngomong!" desakku sambil menatapnya tajam. Sekali lagi Edgar menghela nafas dan berdiri tepat di hadapanku. Sebenarnya ada apa?!
"Seorang anak. Kado. Berisi bom. Meledak. Truk pengangkutan. Jembatan rusak. Kemarin." Kata Edgar sepotong-potong tapi sangat dipahami dengan baik olehku. Aku melotot tidak percaya menatap Edgar.
WHAT?
Bagaimana mungkin bisa ada kado berisi bom? Kenapa permintaan seperti itu bisa lolos??! Aku menatap Edgar tidak percaya, tapi aku lebih tidak percaya pada diriku sendiri! Bukankah aku sudah mengecek laporan permintaan sebulan sebelum tanggal satu???
Bagaimana bisa ada kado seperti itu!
"We need you, boss!"
"Kita balik sekarang!" perintahku cepat dan langsung bangkit dari ranjang. Aku berjalan ke arah walk in closet dan buru-buru mengambil suit.
"Eh tapi..."
"Tapi apa??!"
"Ada masalah lain lagi."
Oh astaga, memangnya ada berapa masalah yang terjadi??! Kurang dari dua minggu lagi natal! Tinggal dua belas hari lagi!
"Sebenarnya banyak, tapi gue bingung mau ngasih tau lu dari mana."
"Cepetan ngomong aja!" kataku sambil berganti pakaian. Tidak mungkin kan aku balik ke perusahaan dengan hanya memakai kaus tak berlengan dan celana pendek?
"Lu tau kan kalau gue punya parameter buat ngukur magic lu tersisa berapa?"
"Ya."
"Tinggal sepuluh persen."
"Hah? Maksud lu? Apa yang sepuluh persen?" Kataku yang langsung berhenti mengancing kemejaku. Aku menatap Edgar bingung.
"Magic lu tinggal sepuluh persen! Perlu gue ulang? Gue baru ngecek tadi. Barusan! Dan gue ga ngerti lu pake buat apa magic yang lu punya, tapi yang jelas lu nyaris out of limit. Jadi, gue rasa kita punya masalah paling besar. Masalah jembatan, kado, masalah lainnya. Sekarang lu mau kita gimana?" Tanya Edgar telak.
Oh my!
Tok tok tok
Pintu diketuk. Siapa? Kalaupun ada orang, seharusnya suara bel pintu yang terdengar. Bukan suara ketukan pintu kamarnya. Mana mungkin juga maling mengetuk pintu kan? Aku juga tidak menyewa jasa cleaning service. Aku juga tinggal sendiri di flat ini. Lalu siapa? Aku menatap Edgar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Santa is Falling in Love
RomanceChristmas Edition : Dear Santa, Terima kasih karena sudah mengirimkan kado kepadaku setiap tahunnya. They are really amazing! And ... You are amazing too! Tiap malam dalam setahun, aku selalu memikirkan bagaimana rupamu. Well, you must be handsome...