Always Love You
By: Nur Asalam
Aku begitu mencintainya. Sungguh. Sejak pertama mata kami berjumpa, sejak pertama mendengar tangisnya, dan sejak pertama melihat tawanya. Tidak ada ukuran yang dapat menghitung seberapa besar cintaku pada dirinya. Setiap doaku selalu terselip namanya, agar dia selalu bahagia, karena bahagianya juga bahagiaku.Dia juga pernah mengatakan bahwa akulah pria yang paling dia cintai di dunia ini. Saat itu, dia memelukku usai mengatakannya, aku rasa itu adalah hari paling bahagia dalam hidupku. Dia juga berjanji tidak akan membagi cinta itu pada siapa pun. Jari kelingking kami saling bertaut, dengan lantang dia mengikrarkan diri, seolah nanti tidak akan mencipta duri.
Waktu berlalu, ternyata dia ingkar. Dia membawa seorang pria, aku menolak. Namun, mereka punya seribu kelakar. Aku sakit hati, cintaku dibagi.
Perempuan itu bernama Juni, sebab ia lahir tepat saat bulan Juni baru muncul. Kehadirannya di hidupku mengubah segalanya. Yakinlah, dulu sebelum ada dirinya, aku adalah manusia yang paling hobi berbuat dosa. Dia mengubahku sedemikian rupa, salah satu alasan mengapa hatiku bisa jatuh dengan mudah padanya.
Juni sama dengan kebanyakan perempuan, dia cantik, senyumnya begitu ceria, dan hatinya yang begitu baik. Namun, yang paling mencolok dari dia adalah bulu mata yang lentik dan lesung pipi yang menambah sempurna ciptaan Tuhan yang satu itu. Setiap melihatnya aku selalu takjub, walaupun keindahan itu sudah sering kupandang.
Hari ini ia begitu cantik, meski biasanya juga begitu. Senyuman yang sedari tadi terpajang di wajahnya begitu berbinar, kendati katanya padaku ia gugup sejak semalam. Namun, aku tahu hari ini adalah hari super istimewanya, walaupun gugup kebahagiaan lebih mendominasi dirinya.
Juni akan mengucap janji suci dengan seorang pria yang dia cintai. Hatiku mendadak bimbang, kendati sebulan lalu telah mengikhlaskan dan memberikan restu pada mereka. Ragu itu masih ada, rasanya aku ingin mengatakan jangan padanya. Jangan tinggalkan aku, jangan duakan aku, jangan ... jangan pernah berubah. jadilah seperti gadisku yang dulu, yang mencintaiku saja.
Perempuan itu akhirnya menyadari keberadaanku, ia menghentikan tangan perias yang sedari tadi menyapukan riasan pada wajahnya. Mata kami bertemu, saat itulah pertahanku runtuh. Di berdiri hendak mendekatiku, tetapi gaun putihnya begitu besar sehingga sedikit menyusahkan.
"Kau begitu cantik, Juni." Dari ribuan kata yang ingin kusampaikan, hanya sebaris kalimat itu yang dapat keluar dari bibirku.
Kupikir hanya aku yang dalam keadaan sulit saat ini, ternyata Juni pun merasakan hal yang sama. Senyum bahagianya digantikan wajah sendu, matanya berkaca-kaca. Aku benci mengakui bahwa akulah penyebabnya. Aku menggeleng padanya, mengisyaratkan dia tidak boleh menangis karena nanti dandanannya bisa luntur.
"Hey ... jangan nangis, cantik. Ini hari bahagiamu, jangan nangis." Bukannya mendengarkanku, bibirnya malah bergetar dan dari matanya aliran bening itu akhirnya tumpah.
Kalau dulu aku akan menghabisi tanpa ampun siapa pun yang berani membuat Juni menangis, apa kali ini aku harus menghajar diriku sendiri? Aku mengusap dengan perlahan wajah dia yang basah, tidak ingin menghapus riasan, hanya ingin menghilangkan aliran bening itu.
"Ah ... aku tidak pernah menyangka bahwa hari ini terjadi juga. Juni, kau tahu aku sebenarnya sangat sulit melepasmu." Aku menarik napas dalam-dalam, dadaku begitu sesak, setiap detik yang bergulir begitu menyiksa.
Memandang wajahnya lebih lama, aku seperti dibawa pada masa-masa kebersamaan kami dulu. Saat berlari dengan ke sana ke mari di taman, dan berakhir dengan kami berdua berbaring di rumput. Sampai akhirnya, membuat dia bahagia terlanjur menjadi canduku, melupakan suatu saat akan ada yang dapat membuat ia tertawa juga.
Bagaimana rasanya melihat perempuan yang paling kau cintai menikah dengan pria lain? Adalah kebohongan bila aku mengatakan tidak merasa apa-apa, kalian pasti mengertilah. Namun, aku tidak bisa terus menggenggamnya, ia pantas bebas. Bebas memilih pada siapa ia akan bahagia. Bukankah sudah aku katakan bahwa bahagianya juga bahagiaku?
Pada titik ini akhirnya aku menyerah untuk berharap pada asa yang kutahu tidak akan pernah tercipta. Aku melepaskan dia. Membiarkan ia menjalani hidup sepenuhnya. Kutarik paksa sudut bibiku melengkung, aku tidak ingin ia lebih lama lagi menangis.
"Ketahuilah bahwa aku tetap mencintaimu sampai saat ini," kataku, mengakui fakta yang sebenarnya dia tahu. "Hanya satu yang ingin aku pastikan saat ini, apa kau bahagia dengannya?"
Senyum itu ternyata benar-benar menular, buktinya Juni sekarang malah tersenyum. "Aku bahagia."
"Bagus. Hanya itu yang aku inginkan."
"Ayah ... mengapa sekarang Juni malah berat meninggalkan Ayah?"
Aku pikir Juni tidak memikirkan itu, ternyata perasaan berat juga ia rasakan. Sedikit egois ketika aku merasa tersakiti sendiri. Putri kecil yang dulu selalu bersembunyi di belakang ibunya ketika kami bermain kejar-kejaran itu ternyata sudah sebesar ini. Dia kini akan memulai hidup barunya. Dia sudah berani sekarang, beberapa tahun belakangan dia tidak lagi mengadu padaku bila diganggu atau memiliki masalah. Harusnya dari situ aku paham, sudah saatnya aku membiarkan dia menjalani hidupnya sendiri.
Namun, seorang ayah akan tetap jadi ayah. Yang mencintai mati-matian anak mereka, yang sedikit cemburu bila cintanya dibagi.
"Kau mencintainya. Ingat hal itu, maka semua akan ringan," kataku tulus, yang sepertinya manjur membuat ia sedikit tenang.
"Lihat di sini, siapa yang sebentar lagi akan menikah? Cepat kembali berdandan, Ayah tidak ingin malu melihat bedak pengantin wanitanya luntur."
Kami pun tertawa, kali ini tidak ada beban lagi. Semuanya selesai. Aku akan selalu mencintai Juni, meski kini dia menjadi milik pria lain.
Tamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Always Love You
Short StoryBagaimana rasanya melihat perempuan yang kau cintai memilih menikah dengan pria lain? Namun, aku memilih tetap mencintainya, sebab bahagianya adalah bahagiaku.