» chapter nine

34 22 0
                                    

Pada malam harinya, Bilsy mencoba untuk menyibukkan diri dengan mengerjakan beberapa latihan soal pelajaran bahasa Inggris. Mencoba agar masalah hubungannya dengan Jayden sejenak terlupakan walau Bilsy tau pasti sulit. Setiap malam yang membuatnya overthinking juga hal yang sama ─ gak jauh-jauh dari Jayden dan masalah rumit yang menimpa hubungan keduanya.

"Bilsy, kemari!" tiba-tiba suara tegas dari Lentari terdengar.

Bilsy yang tengah duduk di kursi meja belajar tidak langsung bangkit. Gadis itu hanya sekedar menoleh saja. "Kenapa, Ma?"

"Buruan kesini. Mama mau dengar penjelasan kamu." aura mendominasi yang keluar dari diri Lentari membuat Bilsy tak punya pilihan lain selain mengikuti ucapan sang Mama.

Di tarik Lentari tangan Bilsy menuju ruang tengah. Begitu sampai disana, raut wajah Bilsy menampakkan ekspresi terkejut. Bagaimana bisa Jayden ada di rumahnya? Lelaki itu tengah duduk di sofa ruang tengah sambil menatapnya. Sial, mulai dari sini semuanya gak bakalan berjalan baik, pikir Bilsy.

"Dia siapa?" pertanyaan pertama dari Lentari sudah membuat Bilsy terdiam di tempat saja.

"Jawab, Bilsy. Dia siapa?" Lentari kembali mengulangi pertanyaan yang sama.

Bilsy menghela nafasnya. "Teman." jawabnya singkat. Jayden yang mendengar jawaban Bilsy tentu terkejut. Teman apanya? Mereka masih berpacaran dan belum putus. Teman apa-apaan?!

"Tapi, katanya kalian pacaran."

Habis sudah. Apa yang harus Bilsy katakan lagi?

Ya, ada satu.

"Udah putus, Ma."

Bilsy tengah membuat kejutan apa, ya, buat Jayden? Kok dari tadi dia dibuat terkejut terus sama jawabannya Bilsy?

"Bilsy, Mama gak pernah set ─ "

"Enough. Aku bakalan selesaiin sekarang juga. Kasih aku waktu berdua sama Jayden." Bilsy tau memotong ucapan orangtua bukanlah hal yang sopan. Tapi, daripada ini semakin berlanjut, lebih baik Bilsy selesaikan saja. Semakin lama, dia muak dengan permasalahan yang menimpa dirinya. Ada banyak sekali manusia di muka bumi ini, lantas kenapa harus Bilsy? Sekuat apa memangnya Bilsy sampai harus dia yang memikul semua ini? Bilsy benar-benar benci alur kehidupan sialan ini.

Jayden ditarik oleh Bilsy menuju keluar rumah.

"Bilsy ─ "

"Jayden, let's break up, please." kalimat yang sama dikatakan oleh Bilsy untuk kedua kalinya. Namun, kali ini tersirat makna permohonan.

Jayden menyeringai. "Kenapa sih, Bil? Apa masalahnya? Udah dua kali lho."

Bilsy menunduk. "Gak bisa, Jayden. Aku gak diizinin sama Mama." lirihnya.

"Gak diizinin apa?"

"Pacaran."

"Jadi, selama ini kita diam-diam pacaran di belakang orangtua kamu?"

Anggukan Bilsy sumber kekecewaan Jayden. Pantas saja selama ini setiap mereka akan kencan dan Jayden mau meminta izin pada orangtua Bilsy, gadis ini selalu mengatakan bahwa orangtuanya sedang tidak ada.

Bilsy paham, pasti Jayden merasa dibohongi. Memang seharusnya dia katakan saja ini dari awal. Bilsy punya strict parents. Tentu banyak peraturan yang harus dia taati termasuk tidak boleh berpacaran untuk sekarang ini. Tapi, diam-diam Bilsy menentangnya, dia jatuh kepada Jayden. Keduanya menjalin hubungan selama dua tahun dan selama itu tidak ketahuan oleh orangtua Bilsy. Wah, hebat sekali.

"Seharusnya kamu bilang, Bilsy."

"Maaf." sesal gadis itu.

Jayden menarik nafasnya. "Jadi?"

"Sorry, we're done."

Tak ada pilihan lain, Jayden mengangguk. Tidak, Jayden tentu tidak sanggup, dia hanya belajar untuk menerima. Memangnya apalagi yang harus ia lakukan?

Di tariknya Bilsy ke dalam dekapan hangatnya. Sembari itu, berbisiklah Jayden, "Last hug. Thank you, Bilsy."

Perpisahan yang sangat menyakitkan. Airmata Bilsy jatuh begitu saja. Dia tidak sekuat itu. Masalah ini tidak seharusnya Bilsy yang menanggung.

Sekarang juga, apa boleh Bilsy membenci takdir hidupnya?

๑ ⋆˚₊⋆ ──── ʚ˚ɞ ──── ⋆˚₊⋆ ๑

:D

see u soon in next chapter 🙇🏻‍♀️💗

❝ select one ❞ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang