Aku kembali membuka mataku, dan pemandangan yang ku lihat bukan lagi danau Seokchon, bukan lagi bunga sakura dan gedung Lotte World. Yang ku lihat adalah langit-langit berwarna putih, meja belajar yang penuh dengan note-note. Serta dinding kamar yang di ubah menjadi papan tulis raksasa berisikan tulisan rumus kimia, fisika dan istilah-istilah biologi. Ini kamarku. Tunggu dulu. Bagaimana bisa aku berada di kamar? Ah, aku tahu. Pasti aku bermimpi aneh.
"Kau sudah bangun?" Suara itu lagi. Jadi semua ini nyata bukan mimpi. Aku kembali berteriak histeris. Perempuan mana yang tidak kaget melihat laki-laki di rumahnya. Terlebih laki-laki itu adalah manusia yang keluar dari pohon.
"Namaku Sehun, aku adalah manusia. Sama sepertimu."
"Pembohong."
Dia berjalan ke meja belajarku dan mengambil sebuah gunting. Dengan cepat mengiris sendiri lengannya. Aku sampai ngilu melihatnya.
"Hei. Apa yang kau lakukan?"
"Membuktikan bahwa aku juga manusia. Aku juga bisa terluka dan berdarah. Dan lukaku tidak langsung sembuh."
Aku memperhatikan lukanya. Benar. Lukanya tidak langsung sembuh. Justru semakin banyak mengeluarkan darah. Aku beranjak dari tempat tidurku dan mengambil kotak P3K. Aku tidak ingin darahnya semakin banyak mengotori kamarku.
Selagi aku mengobati. Dia menjelaskan siapa dirinya. Katanya dia adalah manusia dari tahun 2030 dan namanya Oh Sehun. Aku tidak bisa langsung mempercayainya. Namun, aku juga tidak bisa menganggapnya berbohong. Karena aku tahu, dunia memang sedang merancang sebuah alat yang bisa membuat manusia menembus ruang dan waktu. Aku hanya tidak percaya bahwa dunia ini dengan para ilmuwan ambisiusnya telah berhasil mewujudkan mesin waktu di tahun 2030. Aku pikir perlu berpuluh-puluh tahun lagi.
"Jadi, apa tujuanmu kembali ke 2020?"
"Aku ingin menyelamatkan dunia dari Covid-19."
Aku tercengang. Apakah mungkin dunia di 2030 sangat sekarat hingga harus kembali ke masa lalu dan memperbaikinya? "Apa di tahunmu, kondisinya buruk?"
"Sangat. Aku perlu bantuanmu, Kim Sejeong-ssi. Hanya kau yang bisa melakukannya."
"Kenapa aku?"
"Karena penelitianmu yang digunakan di masa depan sebagai penangkal virus."
Aku mengerutkan kening. "Kau tidak berbohong, kan?"
"Aku tidak berbohong. Benar penelitianmu yang digunakan. Sayangnya para ilmuwan terlambat menyadarinya. Hingga akhirnya cukup banyak memakan korban. Oleh karena itu, kau harus segera menyelesaikannya tahun ini. Sebelum terlambat."
Aku kembali mengerutkan kening. Sehun menarik napas sebelum kembali berucap. "Kau meninggal sebelum berhasil menyelesaikannya. Tepatnya 49 hari dari sekarang."
Aku ingin tertawa. Seorang pria aneh yang keluar dari pohon tiba-tiba mengatakan aku akan meninggal 49 hari lagi. Apa aku sedang syuting drama? Sutradara, benar naskahnya seperti ini? Sungguh ini hari yang gila. Pandanganku kembali memudar. Sepertinya aku akan pingsan lagi.
Aku memutuskan untuk percaya pada ucapannya dengan mempertaruhkan logikaku. Dia menawarkan diri membantuku menyelesaikan penelitian sebelum 49 hari. Bahkan Sehun telah menyuntikkanku serum anti virus agar aku tidak jatuh sakit selama bekerja. Aku pikir aku tidak akan mati setelah anti virus yang ku terima. Ternyata salah. Katanya aku meninggal bukan karena virus. Tapi, karena ledakan di laboratorium. Karena itu jugalah ia kembali ke masa lalu, untuk mencegah ledakan itu terjadi. Rasanya aku sudah benar-benar menjadi superhuman karena informasi masa depan yang ku dapatkan.
"Perhitunganmu salah. Gunakan persamaan ini," ucap Sehun. Jujur penjelasannya lebih mudah ku pahami ketimbang Prof. Shin. "Hati-hati saat meneteskannya. Kelebihan sedikit sangat berpengaruh." Sehun terus berbicara.
"Ya! Sudah ku bilang hati-hati," teriaknya saat aku tidak sengaja melakukan kesalahan. Demi Tuhan! Penjelasannya memang mudah dimengerti, tapi emosinya juga mudah meledak. Aku ingin sekali menanyakan umurnya setelah ini. Wajahnya terlihat lebih muda dariku untuk ukuran 10 tahun mendatang. Awas saja jika dia benar lebih muda dariku.
Sudah 20 hari Sehun mengikutiku. Selama itu pula dia menumpang di rumahku. Aku pernah mengusirnya, tapi dia beralibi tidak punya tempat tujuan selain rumahku. Dia juga tidak bisa pulang ke rumahnya, karena akan membuat dirinya yang asli terkejut. Aku tidak punya pilihan lain, selain menghela napas pasrah.
Aku melempar selimut baru untuknya tidur di sofa. "Sejeong," panggilnya yang entah sejak kapan tidak lagi memanggil namaku dengan bahasa sopan.
"Wae?"
"Selamat tidur," ucapnya sambil tersenyum. Satu hal yang telah lama ku sadari namun tak ingin ku akui. Dia tampan. Apalagi senyumnya. Aku terdiam sesaat. Lalu bergegas masuk ke kamarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Scientist [END]
Nouvelles[Short story] Sejeong x Sehun Pertemuan dua insan dari dua masa. Berjuang bersama merubah takdir. Mereka harus berhasil sebelum 49 hari jika ingin selamatkan dunia dan selamat dari kematian.