19. Kapal pesiar 🚢

898 142 49
                                    

⭐⭐⭐

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⭐⭐⭐



Renjun terdiam dengan iris matanya yang mengamati keluar jendela.

"Itu kamu kan? Itu kamu kan Renjun?" tanya Rania.

"Iya."

"Artinya kamu juga yang membunuh—"

"Kamu bertanya karena ingin tau, atau hanya ingin menyudutkan aku?" Renjun memotong ucapan Rania dengan cepat.

"Dengan respon kamu yang begitu, aku tau jawabannya. Kamu yang membunuh." balas Rania dengan wajah yang dingin. "Lalu kenapa?" cetus Renjun.

"Kamu takut? Kamu takut sama aku Rania?" Renjun melangkah semakin dekat.

"Takut? Aku muak!" Rania balik menatap Renjun. "Aku muak dengan segala hal buruk yang kamu lakuin. Kamu harus berubah!"

Air mukanya berubah mengerikan setelah mendengar Rania berani membentaknya. Terlihat ia sudah mengepal tangannya kuat-kuat. "Kamu siapa? Menurutmu, aku harus peduli dengan omongan kamu? Hah?!"

"Kenapa aku harus mendengarkan omongan kamu?" tanya Renjun penuh penekanan.

"Karena aku cinta dan aku peduli sama kamu! Aku mau kamu jadi orang baik Renjun!"

Rania kesulitan bernapas saat Renjun tiba-tiba mencekik lehernya dengan sangat kuat. Air mata mulai menetes dan membasahi pipi perempuan itu. Sakit sekali, sampai dia tidak sanggup teriak. Dia tidak bisa bernapas. Dalam beberapa detik Renjun melepaskan tangannya. Ia menjauh beberapa langkah dan mencoba mengendalikan emosinya. Sedangkan Rania yang hampir saja mati kehabisan napas buru-buru menghirup udara sebanyak yang ia bisa. Tubuh perempuan itu terjatuh ke lantai karena lemas.

"Manusia itu nggak butuh cinta jadi berhenti bicara soal cinta..." desis Renjun sambil mengacak rambutnya sendiri.

"Cinta bisa buat kamu lebih bahagia Renjun..." ujar Rania susah payah dengan napas yang memburu.

"BOHONG!"

Renjun tiba-tiba menghampiri dan menarik kasar tangan Rania untuk berdiri. Terlihat jelas perempuan itu nampak kesakitan, sesekali ia juga merintih.

"Keluar kamu!" Renjun mendorong tubuh itu dengan kencang, setelah itu dia membanting pintu kamarnya dengan keras.

Matanya terpejam dengan rahang yang mengeras, diam-diam ia menyeka air matanya yang berhasil ia tahan sejak tadi. Ada yang salah pada dirinya, semakin hari hatinya seolah kembali berfungsi. Semenjak dekat dengan Rania kenapa dia jadi lebih perasa. Ini tidak benar, pikirnya.

"Bangsat!" umpat Renjun yang kemudian memukul dinding.

Dia berjalan ke kasurnya dengan wajah yang kusut. Pikirannya kacau setelah merasa terlalu keras pada Rania barusan. Jika tadi dia tidak melepas tangannya mungkin Rania bisa mati kerana cekikannya.

Bloody Fear | Renjun✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang