19. Demotivasi

8.3K 1.5K 99
                                    

Adakah yang nungguin Ha-Ha Couple?

Enjoy!

***

Harusnya, jika cinta kita bertepuk sebelah tangan, kita tidak perlu terpaku pada orang tersebut terlalu lama. Kita harus melanjutkan hidup. Segera mencari yang lain. Bukannya malah merana sendirian bertahun-tahun.

Tapi hati itu bukan mesin yang hari ini error, trus setelah di-reset bisa mulai dari nol lagi.

Begitupun idealnya, jika kita mendengar kritik dan saran dari orang lain, kita menjadikan itu pemicu untuk menjadi lebih baik. Bukannya malah sakit hati dan ngambek.

Tapi kalau yang mengkritik kita adalah orang yang tidak kita kira akan mengkritik kita, hati nggak bisa dicegah untuk ikut-ikutan bertindak. Dan gara-gara si hati ini, kritik yang membangun bisa berubah menjadi kata-kata demotivasi.

Itu yang terjadi pada Haiva saat mendengar bahwa Haris menolak usulan Naya untuk memberinya kesempatan mengisi posisi Dito yang akan segera kosong.

Haiva merasa hatinya hancur, justru oleh orang yang disukainya. Ternyata selama ini Pak Haris menganggap dirinya tidak kompeten.

Haiva mengakui bahwa yang dikatakan Haris benar. Bahwa Haiva memang belum memiliki kemampuan me-manage karyawan yang baik. Tapi ketika Haiva memutuskan ingin mencoba melamar posisi Dito, sebenarnya ia sekaligus ingin bisa belajar dan memaksa diri untuk lebih tegas. Nyatanya, keinginannya untuk belajar ditolak mentah-mentah oleh Haris.

Selama ini motivasinya bekerja memang bukan untuk mendapat pujian Haris. Tapi toh ketika Haris tidak mengapresiasi kemampuannya, Haiva merasa motivasinya dalam bekerja anjlok.

Berhari-hari kemudian ia bekerja hanya sesuai jam kerja. Selama bekerjapun, ia lakukan hanya karena deadline, bukan karena antusias. Antusiasme belajar dan bekerja yang selama ini dimilikinya menguap sudah.

Biasanya, jika pekerjaannya belum selesai saat jam kerja sudah berakhir, Haiva tidak keberatan untuk lanjut bekerja hingga hampir 1 jam lewat, bahkan tanpa mengklaim hak lemburnya. Kalau ia terpaksa bekerja lebih dari 1 jam setelah jam kantor berakhir, barulah ia mengklaim hak lemburnya. Tapi sejak hari itu, sudah seminggu lebih ia pulang tepat waktu.

Haiva baru lembur lagi ketika tim QA janjian lembur untuk membahas CAPA hasil mock-audit yang belum closed (belum dapat dijalankan).

Hari itu Bu Karin dan Mbak Naya yang memimpin rapat. Selain Haiva, ada Mbak Yuli dan Mas Bram juga di rapat itu. Mereka membahas satu per satu corrective action terhadap penyimpangan yang ditemukan pada mock-audit, mana yang sudah berhasil dilakukan dan mana yang belum selesai. Jika belum selesai, mereka membahas apa kendalanya, dan bagaimana tindakan perbaikan itu bisa selesai sebelum audit TGA.

"Mbak Nay, laper ni. Konsumsi rapat dong," celetuk Bram sambil cengengesan.

"Oiya," kata Naya, seperti teringat sesuatu. Dia mengambil ponselnya dan bersiap mengirim pesan. "Semoga si Rizal belum pulang ya. Kita nitip beliin makanan. Pada mau makan apa?"

"Gorengan, boleh," jawab Bram. "Tapi kalau mau beliin nasi padang juga boleh lho Mbak."

"Astaga, Bu," kata Naya pada Bu Karin. "Anak buahnya ngelunjak banget."

"Untung kerjanya oke banget. Jadi ga saya pecat," balas Bu Karin berseloroh.

"Jadi pesen nasi padang?" tanya Naya sambil mengetik sesuatu di ponselnya.

Naya belum sempat mengirimkan pesannya kepada Rizal ketika Rizal menampakkan diri di pintu ruang rapat.

"Tidak perlu beli makanan. Saya sudah belikan makanan buat kalian lembur," kata seseorang dari balik punggung Rizal.

CERITA YANG TIDAK DIMULAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang