8. Maaf Ali

56 3 0
                                    


.................✏


Satu minggu menjelang Ujian Nasional.

Ali jadi semakin sering ada di dekatku. Mengingat status kami saat itu berpacaran. Ali sering mengajakku jajan ke kantin bersama-sama. Dia juga selalu menemaniku kalau Ibu belum menjemput.

Setelah kejadian waktu itu, banyak yang berubah. Sudah tidak ada lagi surat-surat di laci meja. Tidak ada juga yang iseng untuk mencuri perhatianku lagi selain Ali dan anak-anak perempuan.

Bukannya aku narsis dan senang diperlakukan begitu. Hanya saja, aku merasa kehilangan banyak teman akibat berpacaran dengan Ali. Apalagi Dave ... ah, dia sama sekali tidak pernah menyapaku lagi sejak itu. Rasanya jadi sama seperti waktu kali pertama dia jadi anak baru. Kita seperti tidak saling kenal. Dia tidak menegurku, sedang aku malas bicara sama dia.

“Ali kita putus aja ya.”

Aku sedang berada di taman belakang sekolah bersama Ali dan kelima teman dekatku.

“Kok gitu? Emang aku salah apa?”

Natasya menggigiti kuku jarinya, lalu menjawab pertanyaan Ali. “Maaf, Li, jadi waktu itu Aileen ngajak kamu pacaran karna Aileen mau menghindari Dave.”

“Yah, kirain Aileen beneran suka sama aku.” Ali menundukkan kepalanya, aku jadi merasa bersalah.

“Kamu marah sama aku ya, Li?”

Sebelum Ali menjawab, Awa lebih dulu nyeletuk. “Lagian ngarep banget disukain beneran sama Aileen.”

“Iya nih Ali. Udah jangan sok-sok an marah, masih beruntung kamu ngerasain jadi pacar pertamanya Aileen.” Keela menambahi kalimat Awa.

“Iya gak marah.” Kata Ali.

“Nah gitu dong. Yaudah ya, Li, kita-kita pergi dulu. Inget loh, jangan marah sama Aileen. Dia kan udah baik sama kamu.” Natasya memperingati Ali.

Ali hanya mengangguk. Aku tau dia pasti kesal sekali karna ulahku. Maaf Ali ... kalau bukan karna Natasya waktu itu memintaku untuk menolak Dave jika Dave mengajakku pacaran, aku nggak akan melakukan ini ke kamu.

“Cabut yuk guys,” suara riang Iqbal mengajak kami pergi dari sana. Dia merangkulku erat agar ikut berjalan.

Ali juga ikut pergi dari sana. Tapi tidak ke kelas seperti aku dan teman-teman. Dia pergi ke warung samping sekolah. Tempat anak laki-laki senang berkumpul dan jajan di sana.

“Puas banget liat Aileen ngajakin Ali putus. Hahahaa ...” Awa tertawa saat sudah di kelas.

“Enak banget ya jadi orang cantik. Banyak yang suka. Iri deh sama Aileen.”

“Hahaha ... emangnya kamu Keela, udah gemuk, tomboy lagi. Siapa juga anak laki-laki yang mau suka sama kamu?” Awa meledek yang membuat Keela makin bersungut-sungut, kesal.

“Kayak kamu gak gemuk aja, Wa.”

“Gemukan juga Keela.”

“Gemukan Awa lah!”

“Ngapain pada rebutan gitu sih? Kalian sama tau gemuknya,” Iqbal bicara dengan nada kesal, menghentikan mereka.

“Tapi beruntung deh punya teman kayak Aileen. Aku juga puas banget waktu kemarin liat Dave sedih karna Aileen gak mau jadi pacar Dave. Makasih ya, Leen, kamu hebat banget deh.”

Aku mendengus pelan. Apa sih yang ada dipikiran Natasya? Apa hebatnya menolak orang seperti itu? Aku memang tidak suka Dave, tapi kan nggak seharusnya aku seperti itu ke dia.

Sad Girl [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang